Jakarta (Antara Bali) - Bahaya rokok elektronik semakin gencar dibahas begitu
hasil-hasil penelitian muncul terutama mengenai kandungan rokok
tersebut.
"Pada beberapa jenis rokok elektronik ditemukan ada logam berat, timah, timbal, zinc (seng) dan bahan karsinogenik (pemicu kanker)," ujar Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan Prof Tjandra Yoga Aditama dalam surat elektroniknya di Jakarta, Kamis.
Selain itu, penelitian lain disebut Tjandra juga menemukan adanya kadar nikel dan kromium yang tinggi pada rokok elektronik.
"Penelitian lain menemukan bahwa uap yang dikeluarkan ternyata mengandung serat silika," ujar Tjandra.
Penelitian di University of California menemukan ada 25-26 bahan (termasuk logam) dalam aerosol rokok elektronik.
Sebagian bahan itu berukuran sangat kecil, kurang dari 100 nanometer sehingga dapat masuk jauh ke dalam saluran napas di paru.
"Cukup banyak juga rokok elektronik yang sistem elektroniknya tidak bekerja dengan baik dan bahkan ada laporan di Amerika Serikat dimana baterei rokok elektroniknya `overheated` (kepanasan) dan terbakar," ujar Tjandra.
Tjandra juga mengutip laporan di The New York Times terhadap pabrik-pabrik rokok elektronik di China yang selama 2014 mengekspor 300 juta rokok elektronik ke seluruh dunia.
"Sebagian adalah pabrik besar dengan ribuan karyawan yang bekerja memenuhi kriteria pabrik yang benar yaitu bersih, teratur dan lain-lain, tapi sebagian besar lagi adalah perusahaan-perusahaan kecil yang prinsip-prinsip keamanan dan kontrol kualitasnya tidak terjaga baik," katanya.
Bahkan saat ini, beberapa perusahaan termasuk perusahaan rokok konvensional sudah membuka pabrik rokok elektroniknya di Amerika Serikat dan Eropa.
"Pada dasarnya saat ini belum ada standar yang jelas tentang rokok elektronik ini, baik dalam pembuatannya maupun dampak buruknya bagi kesehatan," tegas Tjandra.
Beberapa negara telah mengeluarkan aturan pelarangan maupun pembatasan pemasaran rokok elektronik di wilayahnya sedangkan banyak negara lain yang masih dalam kajian sebelum menyusun regulasi termasuk Indonesia.
Tjandra mengemukan Kementerian Kesehatan masih melakukan kajian terhadap rokok elektronik sebelum menetapkan aturan mengenai peredarannya.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Pada beberapa jenis rokok elektronik ditemukan ada logam berat, timah, timbal, zinc (seng) dan bahan karsinogenik (pemicu kanker)," ujar Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan Prof Tjandra Yoga Aditama dalam surat elektroniknya di Jakarta, Kamis.
Selain itu, penelitian lain disebut Tjandra juga menemukan adanya kadar nikel dan kromium yang tinggi pada rokok elektronik.
"Penelitian lain menemukan bahwa uap yang dikeluarkan ternyata mengandung serat silika," ujar Tjandra.
Penelitian di University of California menemukan ada 25-26 bahan (termasuk logam) dalam aerosol rokok elektronik.
Sebagian bahan itu berukuran sangat kecil, kurang dari 100 nanometer sehingga dapat masuk jauh ke dalam saluran napas di paru.
"Cukup banyak juga rokok elektronik yang sistem elektroniknya tidak bekerja dengan baik dan bahkan ada laporan di Amerika Serikat dimana baterei rokok elektroniknya `overheated` (kepanasan) dan terbakar," ujar Tjandra.
Tjandra juga mengutip laporan di The New York Times terhadap pabrik-pabrik rokok elektronik di China yang selama 2014 mengekspor 300 juta rokok elektronik ke seluruh dunia.
"Sebagian adalah pabrik besar dengan ribuan karyawan yang bekerja memenuhi kriteria pabrik yang benar yaitu bersih, teratur dan lain-lain, tapi sebagian besar lagi adalah perusahaan-perusahaan kecil yang prinsip-prinsip keamanan dan kontrol kualitasnya tidak terjaga baik," katanya.
Bahkan saat ini, beberapa perusahaan termasuk perusahaan rokok konvensional sudah membuka pabrik rokok elektroniknya di Amerika Serikat dan Eropa.
"Pada dasarnya saat ini belum ada standar yang jelas tentang rokok elektronik ini, baik dalam pembuatannya maupun dampak buruknya bagi kesehatan," tegas Tjandra.
Beberapa negara telah mengeluarkan aturan pelarangan maupun pembatasan pemasaran rokok elektronik di wilayahnya sedangkan banyak negara lain yang masih dalam kajian sebelum menyusun regulasi termasuk Indonesia.
Tjandra mengemukan Kementerian Kesehatan masih melakukan kajian terhadap rokok elektronik sebelum menetapkan aturan mengenai peredarannya.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014