Jakarta (Antara Bali) - Gangguan kesuburan atau kegagalan satu pasangan mendapatkan kehamilan setelah melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi masih menjadi masalah yang menghantui pasangan suami isteri di Indonesia.
Data Biro Pusat Statistik pada 2008 menunjukkan, dari keseluruhan data populasi di Indonesia, sekitar 10-15 persen perempuan usia produktif mengalami gangguan kesuburan.
"Faktor suami atau isteri atau kombinasi keduanya dapat menyebabkan gangguan kesuburan. Yang termasuk dalam faktor isteri adalah gangguan pematangan sel telur, sumbatan saluran telur atau gangguan pada rahum dan indung telur," kata konsultan fertilitas dari FKUI - RSCM, Dr. dr. Budi Wiweko, SpOG (K), di Jakarta, Selasa (16/12).
Sementara faktor suami, lanjut dia, adalah masalah sperma, seperti jumlah sperma, bentuk dan gerak sperma.
Menurut dr. Budi, dari berbagai masalah ini, sumbatan saluran telur dan gangguan sperma menjadi faktor terbesar masalah gangguan kesuburan, dengan persentase masing-masing sebesar 35 persen. Kemudian sisanya adalah gangguan pematangan sel telur sebesar 15 persen dan sisanya merupakan faktor yang tidak terkoreksi.
Sebagai solusi atas masalah kesuburan ini, dr. Budi menawarkan program bayi tabung sebagai salah satu pilihan bagi pasangan suami isteri.
Menurut dia, program ini menawarkan 30-40 persen kesuksesan. Hanya saja, saat ini di Indonesia, terbatasnya jumlah klinik bayi tabung yakni dan biaya program yang bagi sebagian kalangan kurang terjangkau, ditenggarai menjadi masalah tersendiri.
Data pada 2011 menunjukkan, di Indonesia hanya terdapat 23 buah klinik bayi tabung. Sementara soal harga, umumnya program ini menghabiskan biaya sekitar Rp 60 juta.
"Saat ini ada program smart IVF (In Vitro Fertilization) yang berbiaya sekitar Rp 30 juta. Ini merupakan yang pertama yang tidak melakukan pemeriksaan yang tidak dibutuhkan," kata dr. Budi.
Secara umum, program ini melewati delapan tahapan, yakni pemeriksaan USG, hormon, saluran telur dan sperma. Lalu, penyuntikan obat untuk membesarkan sel telur. Setelah itu, penyuntikan obat penekan hormon yang dilanjutkan dengan pengambilan sel telur, pembuahan, pengembangan embrio, penanaman embrio dan menunggu hasil.
Dia menambahkan, terdapat sejumlah masalah kesuburan tertentu sehingga pasangan suami isteri diajurkan mengikuti program bayi tabung, yakni faktor sperma yang tidak dapat dikoreksi, sumbatan pada kedua saluran telur, endomeriosis (kista cokelat) derajat sedang dan berat.
Kemudian, gangguan pematangan sel telur yang tidak dapat dikoreksi, serta faktor lain yang tidak dapat dijelaskan. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
Data Biro Pusat Statistik pada 2008 menunjukkan, dari keseluruhan data populasi di Indonesia, sekitar 10-15 persen perempuan usia produktif mengalami gangguan kesuburan.
"Faktor suami atau isteri atau kombinasi keduanya dapat menyebabkan gangguan kesuburan. Yang termasuk dalam faktor isteri adalah gangguan pematangan sel telur, sumbatan saluran telur atau gangguan pada rahum dan indung telur," kata konsultan fertilitas dari FKUI - RSCM, Dr. dr. Budi Wiweko, SpOG (K), di Jakarta, Selasa (16/12).
Sementara faktor suami, lanjut dia, adalah masalah sperma, seperti jumlah sperma, bentuk dan gerak sperma.
Menurut dr. Budi, dari berbagai masalah ini, sumbatan saluran telur dan gangguan sperma menjadi faktor terbesar masalah gangguan kesuburan, dengan persentase masing-masing sebesar 35 persen. Kemudian sisanya adalah gangguan pematangan sel telur sebesar 15 persen dan sisanya merupakan faktor yang tidak terkoreksi.
Sebagai solusi atas masalah kesuburan ini, dr. Budi menawarkan program bayi tabung sebagai salah satu pilihan bagi pasangan suami isteri.
Menurut dia, program ini menawarkan 30-40 persen kesuksesan. Hanya saja, saat ini di Indonesia, terbatasnya jumlah klinik bayi tabung yakni dan biaya program yang bagi sebagian kalangan kurang terjangkau, ditenggarai menjadi masalah tersendiri.
Data pada 2011 menunjukkan, di Indonesia hanya terdapat 23 buah klinik bayi tabung. Sementara soal harga, umumnya program ini menghabiskan biaya sekitar Rp 60 juta.
"Saat ini ada program smart IVF (In Vitro Fertilization) yang berbiaya sekitar Rp 30 juta. Ini merupakan yang pertama yang tidak melakukan pemeriksaan yang tidak dibutuhkan," kata dr. Budi.
Secara umum, program ini melewati delapan tahapan, yakni pemeriksaan USG, hormon, saluran telur dan sperma. Lalu, penyuntikan obat untuk membesarkan sel telur. Setelah itu, penyuntikan obat penekan hormon yang dilanjutkan dengan pengambilan sel telur, pembuahan, pengembangan embrio, penanaman embrio dan menunggu hasil.
Dia menambahkan, terdapat sejumlah masalah kesuburan tertentu sehingga pasangan suami isteri diajurkan mengikuti program bayi tabung, yakni faktor sperma yang tidak dapat dikoreksi, sumbatan pada kedua saluran telur, endomeriosis (kista cokelat) derajat sedang dan berat.
Kemudian, gangguan pematangan sel telur yang tidak dapat dikoreksi, serta faktor lain yang tidak dapat dijelaskan. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014