Jakarta (Antara Bali) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan pemerintah daerah dapat mengeksplorasi pendanaan untuk pembiayaan infrastruktur melalui penerbitan surat utang atau obligasi.

"Sampai saat ini, baru Provinsi Jawa Barat yang siap untuk meluncurkan obligasi daerah untuk membiayai pembangunan bandara internasional," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad di Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan bahwa semakin bertambahnya tantangan karena sulitnya mengharapkan pembiayaan infrastruktur dari luar negeri di tengah krisis perekonomian dunia saat ini. Salah satu solusinya adalah melakukan eksplorasi pendanaan untuk pembiayaan infrastruktur dari dalam negeri.

Ia memaparkan bahwa opsi pendanaan bisa melibatkan pihak swasta, penerbitan obligasi (baik obligasi daerah maupun obligasi infrastruktur), pinjaman perbankan, atau kerja sama antara pemerintah dengan pihak swasta melalui dana infrastruktur perkotaan atai "Municipal Development Fund" (MDF).

"Kalau menunggu APBD itu bisa cukup memakan waktu, sehingga diperlukan solusi untuk mencari pendanaan," katanya.

Menurut dia, adanya obligasi daerah akan dapat memudahkan pemerintah daerah untuk mengembangkan wilayahnya. Kendati demikian, ada beberapa faktor yang menyebabkan sulitnya kota dan kabupaten mengakses pembiayaan infrastruktur. Mulai dari faktor internal seperti kapasitas pengelolaan keuangan kota, desentralisasi fiskal yang masih setengah hati, faktor regulasi seperti sulitnya pengadaan lahan dan izin investasi, sampai pada faktor eksternal seperti sedikitnya minat pemodal untuk berinvestasi pada kota.

Selain itu, lanjut Muliaman D. Hadad, salah satu hal yang menjadi kendala dari lambatnya pembiayaan alternatif bagi daerah adalah status kelayakan kredit dari kota dan kabupaten itu sendiri.

"Kelayakan kredit merupakan inti dari pinjaman dimana semakin tinggi tingkat kelayakan kredit suatu kota atau daerah maka akan semakin mudah pula akses kota atau daerah tersebut kepada pinjaman atau skema pembiayaan alternatif lainnya," paparnya.

Saat ini, ia memaparkan bahwa dari seluruh kota yang ada di 34 provinsi di Indonesia, baru sekitar 10 pemerintah daerah yang telah melakukan proses pemeringkatan status kelayakan kredit. Padahal, status dan peringkat kelayakan kredit merupakan salah satu syarat utama yang diperlukan dalam mengakses pembiayaan dari pihak swasta, terutama dalam penerbitan obligasi daerah.

"Melalui peringkat tersebut, akan terlihat tingkat risiko gagal bayar dari pemerintah daerah. Semakin tinggi peringkatnya maka akan semakin rendah risiko gagal bayarnya," kata Muliaman D. Hadad.(WDY)

Pewarta:

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014