Jakarta (Antara Bali) - Politikus PDI Perjuangan Pramono Anung mengatakan ada lima butir kesepakatan yang akan ditandatangani Koalisi Indonesia Hebat dengan Koalisi Merah Putih untuk mengakhiri konflik kedua pihak di parlemen.
"Ada lima butir kesepakatan yang kami tuangkan dan kami tandatangani hari ini pukul 13.00 WIB. Pertama, berkaitan dengan alat kelengkapan dewan yang dibagi secara proporsional di antara kedua belah pihak," kata Pramono di Gedung Nusantara III, Jakarta, Senin.
Menurut dia, KIH secara total akan mendapatkan 21 pimpinan AKD berdasarkan kesepakatan dengan KMP.
Butir kedua, menurut Pramono ada perubahan dalam pasal-pasal Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 terkait jumlah pimpinan AKD.
Selain itu ujar dia, terjadi pengubahan pasal 74 dan 98 UU Nomor 17 tahun 2014 yang berkaitan dengan hak interpelasi, hak angket, dan hak bertanya.
"Hak-hak itu sebenarnya sudah diatur dalam pasal 194-227 UU MD3 sehingga tidak terjadi pengulangan. Untuk rapat-rapat komisi yang berkaitan dengan hak-hak tersebut penggunaannya terpisah," ujarnya.
Butir ketiga, ujar dia, waktu penyelesaian revisi UU MD3 bisa selesai sebelum tanggal 5 Desember 2014 atau sebelum masa reses DPR.
Dia menjelaskan proses penyelesainnya masuk melalui Badan Legislasi kemudian akan dimasukkan dalam Prolegnas dan akan dibahas revisi UU MD3.
"Kami sudah berbicara dengan pemerintah kalau melihat jadwal yang ada saya optimis sebelum tanggal 5 Desember 2014 UU MD3 yag baru akan ada sekaligus kita akan di isi seluruh AKD sehingga tidak adalagi dualisme di DPR," ujarnya.
Pramono mengatakan butir kelima, hari Senin (17/11) akan ada rapat pimpinan DPR dan pimpinan fraksi, dan fraksi KIH akan menyampaikan sikap terkait mosi tidak percaya yang selama ini disuarakan.
Selain itu menurut dia, kesepakatan itu akan ditandatangai oleh dirinya bersama Olly Dondokambey (KIH), Hatta Rajasa dan Idrus Marham (KMP) pada Senin (17/11) siang.
"Setelah itu ada Rapat Pimpinan DPR dengan pimpinan fraksi-fraksi untuk merapatkan secara internal," ujarnya.
Pasal yang ingin direvisi KIH yaitu pasal 74 dan pasal 98 dalam UU No 17 tahun 2014 tentang MD3, pasal 74 ayat 3 menyebutkan bahwa setiap pejabat negara atau pejabat pemerintah yang mengabaikan rekomendasi DPR, DPR dapat menggunakan hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, atau hak anggota DPR mengajukan pertanyaan.
Pasal 74 ayat 4 menyebutkan dalam hal pejabat negara atau pejabat pemerintah mengabaikan atau tidak melaksanakan rekomendasi DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPR dapat menggunakan hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat atau hak anggota DPR mengajukan pertanyaan.
Pasal 74 ayat 5, DPR dapat meminta Presiden untuk memberikan sanksi administratif kepada pejabat negara atau pejabat pemerintah yang tidak melaksanakan atau mengabaikan rekomendasi DPR.
Sementara itu Pasal 98 ayat 6 menyebutkan keputusan dan/atau kesimpulan rapat kerja komisi atau rapat kerja gabungan komisi bersifat mengikat antara DPR dan Pemerintah serta wajib dilaksanakan oleh Pemerintah.
Pasal 98 ayat 7 menyebutkan dalam hal pejabat negara dan pejabat pemerintah tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (6), komisi dapat mengusulkan penggunaan hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat atau hak anggota mengajukan pertanyaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Dalam pasal 98 Ayat 8 disebutkan DPR dapat meminta Presiden untuk memberikan sanksi administratif kepada pejabat negara dan pejabat pemerintah yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat 6. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Ada lima butir kesepakatan yang kami tuangkan dan kami tandatangani hari ini pukul 13.00 WIB. Pertama, berkaitan dengan alat kelengkapan dewan yang dibagi secara proporsional di antara kedua belah pihak," kata Pramono di Gedung Nusantara III, Jakarta, Senin.
Menurut dia, KIH secara total akan mendapatkan 21 pimpinan AKD berdasarkan kesepakatan dengan KMP.
Butir kedua, menurut Pramono ada perubahan dalam pasal-pasal Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 terkait jumlah pimpinan AKD.
Selain itu ujar dia, terjadi pengubahan pasal 74 dan 98 UU Nomor 17 tahun 2014 yang berkaitan dengan hak interpelasi, hak angket, dan hak bertanya.
"Hak-hak itu sebenarnya sudah diatur dalam pasal 194-227 UU MD3 sehingga tidak terjadi pengulangan. Untuk rapat-rapat komisi yang berkaitan dengan hak-hak tersebut penggunaannya terpisah," ujarnya.
Butir ketiga, ujar dia, waktu penyelesaian revisi UU MD3 bisa selesai sebelum tanggal 5 Desember 2014 atau sebelum masa reses DPR.
Dia menjelaskan proses penyelesainnya masuk melalui Badan Legislasi kemudian akan dimasukkan dalam Prolegnas dan akan dibahas revisi UU MD3.
"Kami sudah berbicara dengan pemerintah kalau melihat jadwal yang ada saya optimis sebelum tanggal 5 Desember 2014 UU MD3 yag baru akan ada sekaligus kita akan di isi seluruh AKD sehingga tidak adalagi dualisme di DPR," ujarnya.
Pramono mengatakan butir kelima, hari Senin (17/11) akan ada rapat pimpinan DPR dan pimpinan fraksi, dan fraksi KIH akan menyampaikan sikap terkait mosi tidak percaya yang selama ini disuarakan.
Selain itu menurut dia, kesepakatan itu akan ditandatangai oleh dirinya bersama Olly Dondokambey (KIH), Hatta Rajasa dan Idrus Marham (KMP) pada Senin (17/11) siang.
"Setelah itu ada Rapat Pimpinan DPR dengan pimpinan fraksi-fraksi untuk merapatkan secara internal," ujarnya.
Pasal yang ingin direvisi KIH yaitu pasal 74 dan pasal 98 dalam UU No 17 tahun 2014 tentang MD3, pasal 74 ayat 3 menyebutkan bahwa setiap pejabat negara atau pejabat pemerintah yang mengabaikan rekomendasi DPR, DPR dapat menggunakan hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, atau hak anggota DPR mengajukan pertanyaan.
Pasal 74 ayat 4 menyebutkan dalam hal pejabat negara atau pejabat pemerintah mengabaikan atau tidak melaksanakan rekomendasi DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPR dapat menggunakan hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat atau hak anggota DPR mengajukan pertanyaan.
Pasal 74 ayat 5, DPR dapat meminta Presiden untuk memberikan sanksi administratif kepada pejabat negara atau pejabat pemerintah yang tidak melaksanakan atau mengabaikan rekomendasi DPR.
Sementara itu Pasal 98 ayat 6 menyebutkan keputusan dan/atau kesimpulan rapat kerja komisi atau rapat kerja gabungan komisi bersifat mengikat antara DPR dan Pemerintah serta wajib dilaksanakan oleh Pemerintah.
Pasal 98 ayat 7 menyebutkan dalam hal pejabat negara dan pejabat pemerintah tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (6), komisi dapat mengusulkan penggunaan hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat atau hak anggota mengajukan pertanyaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Dalam pasal 98 Ayat 8 disebutkan DPR dapat meminta Presiden untuk memberikan sanksi administratif kepada pejabat negara dan pejabat pemerintah yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat 6. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014