Denpasar (Antara Bali) - Jurnalis Bali mengecam tindakan brutal aparat kepolisian yang "menyerang" wartawan saat melakukan peliputan aksi demonstrasi rencana kenaikan bahan bakar minyak di kampus Universitas Negeri Makassar.

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar Rofiqi Hasan di Denpasar, Jumat, mengatakan seharusnya polisi melindungi jurnalis yang mewakili kepentingan publik. Para jurnalis itu bukan untuk dipukuli. Jurnalis itu memberikan informasi kepada masyarakat secara fakta.

Dalam kerusuhan di Universitas Negeri Makassar pada Kamis (13/11) sebanyak empat orang jurnalis yang melakukan peliputan menjadi korban pemukulan aparat kepolisian, di antaranya Waldy dari Metro TV, Iqbal (fotografer Koran Tempo), Asep Iksan (Koran Rakyat Sulsel) dan Arman (MNC TV).

Ia mengatakan semestinya aparat kepolisian bisa melakukan tindakan persuasif menghadapi demonstran dan melihat di sekelilingnya, bukan membabi buta seperti itu dan merusak fasilitas kampus.

Senada dengan Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Bali, Putu Setiawan sangat menyayangkan kasus ini.

Menurutnya, kekerasan tidak perlu terjadi, apalagi terhadap wartawan yang sedang bertugas meliput kejadian.

"Harus dicari tahu pelaku kekerasan serta alasannya. Dan harus diproses sesuai prosedur hukum. Kalau itu oknum aparat kepolisian, maka Propam harus bisa melakukan penyelidikan dan memberi sanksi aparat yang melakukan tindakan tak terpuji tersebut," katanya.

Pria yang akrab dipanggil Wawan ini juga meminta semua pihak instrospeksi dan tidak saling menyalahkan. Melainkan mencari solusi menghadapi persoalan tersebut.

Kontributor Metro TV Bali, Saifullah, mengatakan segala tindakan kekerasan terhadap wartawan tidak benar. Karena pekerja pers atau wartawan dilindungi undang-undang.

"Segala bentuk kekerasan harus ditindak, siapa pun pelakunya. Ini bukan persoalan kontributor (wartawan) Metro TV. Tapi ini soal jurnalis," katanya.(MFD)

Pewarta: Oleh I Komang Suparta

Editor : Mayolus Fajar Dwiyanto


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014