Denpasar (Antara Bali) - Kakao hasil perkebunan rakyat Bali semakin gencar memasuki pasaran luar negeri, terutama Amerika Serikat, mampu mengangkat perolehan devisa sektor perkebunan yang mencapai 1,7 juta dolar AS selama periode Januari-Agustus.
"Kakao merupakan jenis matadagangan hasil perkebunan petani Bali jenis baru yang dijual ke luar negeri setelah sebelumnya hanya kopi dan vanili," kata Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Bali I Dewa Made Buana Duwuran di Denpasar, Rabu.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Bali mencatat perolehan devisa dari hasil perkebunan rakyat daerah ini mampu menembus angka 1,7 juta dolar AS selama delapan bulan periode Januari-Agustus 2014, naik 96 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya 907 ribu dolar.
Besar perolehan devisa hasil perkebunan itu berkat kakao hasil panenan masyarakat Bali semakin lancar memasuki pasar ekspor dan mampu menyalip perdagangan vanili yang selama ini menjadi primadona perdagangan ekspor Bali.
Dewa Made Buana mengatakan kakao merupakan matadagangan jenis baru dari Bali, dalam perolehan devisanya mampu menyalip hasil perdagangan kopi yang sudah menjadi mata dagangan tradisional yang dikapalkan ke pasaran luar negeri.
Sebagaimana catatan Disperindag Bali menyebutkan bahwa realisasi perdagangan kakao mencapai 1.059 ton seharga 978.375 dolar, kopi hanya terjual 117 ton seharga 796.513 dolar dan vanili 69 kg 2.415 dolar (Januari-Agustus 2014).
"Dengan lancarnya pemasaran hasil perkebunan rakyat itu diharapkan petani akan lebih bergairah untuk memelihara tanamannya sehingga menghasilkan buah yang berkualitas tentu akan memperoleh harga lebih baik di pasaran," kata Dewa Made Buana.
Ia mengakui kakao produksi petani daerah ini baru memulai memasuki pasar ekspor dengan tujuan utama adalah konsumen Amerika Serikat, Australia dan Jerman tentu dalam jumlah masih terbatas yakni masih dalam belasan ton per bulan.
Dewa Made Buana Duwuran menjelaskan ada tiga daerah yang mengembangkan tanaman kakao di daerah ini yakni petani di Kabupaten Tabanan seluas 5.063 hektare, menyusul Jembrana, 3.555 hektare, Buleleng 1.258 hektare sisanya di Badung, Klungkung, Bangli dan Karangasem.
Harga hasil perkebunan ini di tingkat petani di daerah ini cukup stabil yakni tercatat Rp40.000/kg fermented dan Rp37,500/kg asalan. Harga yang diterima petani itu cukup menggairahkan saat sekarang ini, kata dia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Kakao merupakan jenis matadagangan hasil perkebunan petani Bali jenis baru yang dijual ke luar negeri setelah sebelumnya hanya kopi dan vanili," kata Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Bali I Dewa Made Buana Duwuran di Denpasar, Rabu.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Bali mencatat perolehan devisa dari hasil perkebunan rakyat daerah ini mampu menembus angka 1,7 juta dolar AS selama delapan bulan periode Januari-Agustus 2014, naik 96 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya 907 ribu dolar.
Besar perolehan devisa hasil perkebunan itu berkat kakao hasil panenan masyarakat Bali semakin lancar memasuki pasar ekspor dan mampu menyalip perdagangan vanili yang selama ini menjadi primadona perdagangan ekspor Bali.
Dewa Made Buana mengatakan kakao merupakan matadagangan jenis baru dari Bali, dalam perolehan devisanya mampu menyalip hasil perdagangan kopi yang sudah menjadi mata dagangan tradisional yang dikapalkan ke pasaran luar negeri.
Sebagaimana catatan Disperindag Bali menyebutkan bahwa realisasi perdagangan kakao mencapai 1.059 ton seharga 978.375 dolar, kopi hanya terjual 117 ton seharga 796.513 dolar dan vanili 69 kg 2.415 dolar (Januari-Agustus 2014).
"Dengan lancarnya pemasaran hasil perkebunan rakyat itu diharapkan petani akan lebih bergairah untuk memelihara tanamannya sehingga menghasilkan buah yang berkualitas tentu akan memperoleh harga lebih baik di pasaran," kata Dewa Made Buana.
Ia mengakui kakao produksi petani daerah ini baru memulai memasuki pasar ekspor dengan tujuan utama adalah konsumen Amerika Serikat, Australia dan Jerman tentu dalam jumlah masih terbatas yakni masih dalam belasan ton per bulan.
Dewa Made Buana Duwuran menjelaskan ada tiga daerah yang mengembangkan tanaman kakao di daerah ini yakni petani di Kabupaten Tabanan seluas 5.063 hektare, menyusul Jembrana, 3.555 hektare, Buleleng 1.258 hektare sisanya di Badung, Klungkung, Bangli dan Karangasem.
Harga hasil perkebunan ini di tingkat petani di daerah ini cukup stabil yakni tercatat Rp40.000/kg fermented dan Rp37,500/kg asalan. Harga yang diterima petani itu cukup menggairahkan saat sekarang ini, kata dia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014