Jakarta (Antara Bali) - Puluhan lukisan di atas kain kanvas karya pelukis asal Bali, I Nyoman Sukari, bertajuk "Sekali Berarti Sesudah Itu Mati" dipamerkan di Galeria Fatahillah Kota Tua, Jakarta mulai hari ini hingga 7 Januari 2015.
"Pameran lukisan karya I Nyoman Sukari diselenggarakan Lin Che Wei, seorang kolektor yang tertarik dengan lukisan-lukisan karya I Nyoman Sukari," kata Ni Nyoman Aryaningsih, di Galeria Fatahillah Kota Tua Jakarta, Selasa.
Lukisan-lukisan Sukari kebanyakan menggunakan cat minyak, yang membentuk sosok pada kain kanvas.
Tema-tema lukisan yang dipamerkan antara lain Abstract (1994), Trunyan (1996), Orang Gila (2000), Back to Nature (2000), rajah Terbang (2000), Pantai Amed (2007) Wanita Negro (2008), Wajah Demokrasi (2008), Minum Tuak (2009), Red Indian, Membangun Strategi dan Raja Merah.
Lukisan yang dibingkai dengan ukuran besar, berada di dekat pintu masuk pameran adalah Wajah Demokrasi.
"Sebagian lukisan karya suami saya, yang sudah terjual. Sebagian lagi milik saya yang berhasil dikumpulkan," ujar Aryaningsi di hadapan puluhan pengunjung pameran lukisan itu.
Pada pameran ini, kata dia, karya-karya Sukari tidak dijual, melainkan hanya dipertontonkan.
Pemeran ini bertujuan mengingat semangat Sukari dalam berkarya.
"Ini dapat mendorong pelukis-pelukis untuk terus berkarya," katanya.
Dia menceritakan, Sukari mulai melukis tahun 1986 atau 4 tahun sebelum mengenyam pendidikan di Jurusan Seni Lukis Fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
"Bakatnya semakin bertambah. Selain melukis, almarhum juga membuat sketsa dan gambar," katanya.
Semasa hidupnya merupakan pelukis yang memiliki gelora meluap untuk menjelajahi tema.
Setiap lukisan Sukari memuat simbol semangat memperluas ruang gerak, gagasan, dan memenuhi hasrat dan kepekaannya pada gejala sosial yang terjadi di tengah masyarakat.
Lukisan-lukisan terbaiknya membuahkan hasil. Dia meraih penghargaan Pratisara Affandi Adi Karya, sebuah penghargaan prestisius yang diberikan Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta.
"Karya-karya Sukari menunjukkan kombinasi antara nalar, emosi, ekspresi dan selera artistik yang serasi," ucap wanita yang memiliki dua putra tersebut.
Pelukis asal Bali, Gusti Nengah Nurata, yang juga dosen Seni Lukis Institut Seni Indonesia Surakarta, yang menyaksikan pameran itu mengatakan, Sukari merupakan pelukis yang tidak semata-mata mencari uang, tetapi memiliki peran yang besar dalam memajukan dunia seni rupa.
"Saya dekat dengannya dan keluarganya. Saya mengenal lukisan-lukisannya dengan baik," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Pameran lukisan karya I Nyoman Sukari diselenggarakan Lin Che Wei, seorang kolektor yang tertarik dengan lukisan-lukisan karya I Nyoman Sukari," kata Ni Nyoman Aryaningsih, di Galeria Fatahillah Kota Tua Jakarta, Selasa.
Lukisan-lukisan Sukari kebanyakan menggunakan cat minyak, yang membentuk sosok pada kain kanvas.
Tema-tema lukisan yang dipamerkan antara lain Abstract (1994), Trunyan (1996), Orang Gila (2000), Back to Nature (2000), rajah Terbang (2000), Pantai Amed (2007) Wanita Negro (2008), Wajah Demokrasi (2008), Minum Tuak (2009), Red Indian, Membangun Strategi dan Raja Merah.
Lukisan yang dibingkai dengan ukuran besar, berada di dekat pintu masuk pameran adalah Wajah Demokrasi.
"Sebagian lukisan karya suami saya, yang sudah terjual. Sebagian lagi milik saya yang berhasil dikumpulkan," ujar Aryaningsi di hadapan puluhan pengunjung pameran lukisan itu.
Pada pameran ini, kata dia, karya-karya Sukari tidak dijual, melainkan hanya dipertontonkan.
Pemeran ini bertujuan mengingat semangat Sukari dalam berkarya.
"Ini dapat mendorong pelukis-pelukis untuk terus berkarya," katanya.
Dia menceritakan, Sukari mulai melukis tahun 1986 atau 4 tahun sebelum mengenyam pendidikan di Jurusan Seni Lukis Fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
"Bakatnya semakin bertambah. Selain melukis, almarhum juga membuat sketsa dan gambar," katanya.
Semasa hidupnya merupakan pelukis yang memiliki gelora meluap untuk menjelajahi tema.
Setiap lukisan Sukari memuat simbol semangat memperluas ruang gerak, gagasan, dan memenuhi hasrat dan kepekaannya pada gejala sosial yang terjadi di tengah masyarakat.
Lukisan-lukisan terbaiknya membuahkan hasil. Dia meraih penghargaan Pratisara Affandi Adi Karya, sebuah penghargaan prestisius yang diberikan Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta.
"Karya-karya Sukari menunjukkan kombinasi antara nalar, emosi, ekspresi dan selera artistik yang serasi," ucap wanita yang memiliki dua putra tersebut.
Pelukis asal Bali, Gusti Nengah Nurata, yang juga dosen Seni Lukis Institut Seni Indonesia Surakarta, yang menyaksikan pameran itu mengatakan, Sukari merupakan pelukis yang tidak semata-mata mencari uang, tetapi memiliki peran yang besar dalam memajukan dunia seni rupa.
"Saya dekat dengannya dan keluarganya. Saya mengenal lukisan-lukisannya dengan baik," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014