Kertagosa merupakan "saksi bisu" kejayaan Kerajaan Klungkung yang pernah menaklukkan hampir seluruh kerajaan di Bali pada abad XVIII di kota Semarapura.

Kini, "saksi bisu" itu sedang direnovasi oleh Pemkab Klungkung.

Gedung utama Kertagosa pada zaman kerajaan itu konon berfungsi sebagai balai pengadilan adat.

Konon, setiap warga masyarakat yang bermasalah, baik yang melanggar ketentuan adat, norma agama dan pertikaian, maka penyelesaiannya di tempat bersejarah tersebut.

Bangunan yang terdiri dari beberapa ruangan, salah satu ruangan yang berukuran cukup luas itu dilengkapi enam buah kursi dan sebuah meja ukuran persegi empat yang berhiaskan ukiran prade.

Masing-masing kursi yang utuh hingga sekarang itu dihiasi dengan seni pahat yang berbeda-beda. Dua kursi dilengkapi dengan pahatan naga, masing-masing untuk tempat duduk pendeta Brahmana dan tempat duduk sang raja.

Dua kursi lainnya dihiasi pahatan lembu untuk juru tulis dan yang memanggil pesakitan (terdakwa). Sebuah kursi yang berpahat Singa untuk tempat duduk seorang petinggi Belanda, lalu satu kursi berisi hiasan kerbau bagi hakim yang memutus perkara tersebut.

Sementara itu, masyarakat yang diadili karena melakukan pelanggaran duduk bersila di lantai. Gedung Kerthagosa adalah tempat untuk menghukum seseorang akibat pelanggaran yang dilakukan.

Proses pengadilan terhadap seluruh warga masyarakat yang melakukan pelanggaran di bawah kekuasaan raja-raja di seluruh Bali itu dilaksanakan setiap Purnamaning Kapat atau sekitar bulan Oktober setiap tahunnya.

Gedung yang dihiasi dengan lukisan gaya kamasan itu juga dimanfaatkan oleh para raja untuk membahas berbagai hal yang berkaitan dengan keamanan, kemakmuran dan keadilan wilayah kerajaan Bali.

Namun, upaya Pemkab Klungkung melakukan renovasi pada bangunan kuno yang menjadi "saksi bisu" kejayaan masa lampau itu mendapat protes dari sejumlah kalangan, akibat cara pengerjaan proyek yang dinilai kurang hati-hati.

Maestro Seni Lukis Bali I Nyoman Gunarsa yang memprotes renovasi tersebut mengaku prihatin terhadap pemugaran dua bagunan utama yakni Bale Kertagosa dan Bale Gili, karena kedua bangunan itu mengandung sejarah dan seni yang tinggi.

Di bagian atap ada lukisan klasik Kamasan yang kuno dan mempunyai nilai sejarah luar biasa.

Bagian itu mendapat komplain dari luar negeri, yakni pemerhati budaya Bali di mancanegara, akibat renovasi dilakukan tidak bersifat restorasi yang berstandar internasional.

Mestinya perbaikan warisan budaya itu wajib melibatkan tokoh seni dan budayawan setempat yang paham akan seni lukis klasik Bali, agar lukisan yang ada di bagian atas bagunan tetap bisa dipertahankan dan tidak rusak.

Gunarsa sangat peduli dengan maha karya agung Seni Lukis Klasik Bali yang menghiasi dua bagunan tersebut yakni Taman Gili atau Bale Kambang dan Balai Kertagosa.

Pembongkaran asal-asalan itu dikhawatirkan akan merusak lukisan dan benda-benda yang bernilai sejarah.

Uniknya, komplain datang dari luar negeri yang ditujukan langsung kepada Gunarsa selaku maestro seni lukis yang menangani Museum Seni Lukis Klasik Bali di Klungkung.

Pembongkaran asal-asalan yang tidak mengikuti kaidah restorasi benda budaya secara internasional itu disoroti sebagian wisatawan mancanegara yang datang ke Bali dan sangat paham tentang seni serta tahu akan peninggalan bernilai sejarah tinggi.

Oleh sebab itu, Pemkab Klungkung sebelum melakukan restorasi terhadap bagunan bersejarah agar menunjuk tim untuk ikut dalam proses perbaikan. Minimal kontraktor atau penggarap agar didampingi tokoh seni dan budayawan agar peninggalan sejarah itu tidak sampai rusak.

Sekarang, jangankan melibatkan seniman dan budayawan, konsultasi saja tidak ada.

Namun, hal itu belum terlambat dan berharap agar karya seni yang ada dalam bangunan tersebut tidak rusak dan dapat dilestarikan untuk generasi mendatang.

Perbaikan yang dilakukan terhadap Kertagosa jangan sepenggal tapi secara menyeluruh. Restorasi yang dilakuka harus total sehingga tidak compang camping.

"Saya merasa terpanggil saja, karena karya seni yang agung tersebut ada di kampung halaman saya," ucap mantan dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta itu.

Perlu Hati-Hati

Protes juga datang dari I Gede Artison Andarawata, anggota DPRD Klungkung, yang mengungkapkan rasa kecewa atas cara pembongkaran untuk renovasi objek wisata Kertagosa tersebut.

Pihaknya sempat menyaksikan pembongkaran lukisan klasik kamasan yang menghiasi bagian langit-langit bangunan utama yakni Bale Kertagosa dan Bale Gili yang tidak sesuai dengan harapan.

Bahkan, politisi partai Demokrat itu mempertanyakan cara pembongkaran lukisan klasik Kamasan yang seharusnya dilakukan secara hati-hati dan profesional agar kembali bisa dipasang.

Demikian pula proses penyimpanan selama pelaksanaan pembangunan renovasi itu harus benar agar tidak rusak atau robek, karena karya seni itu telah berumur ratusan tahun yang memerlukan penanganan secara khusus.

Pembongkaran pada bagian kayu juga kurang profesional, karena ditarik begitu saja sehingga membuat bagian lainya ikut rusak, padahal bangunan tersebut terbuat dari kayu yang sudah berusia dan lapuk, sehingga perlu penanganan sangat berhati-hati.

Apalagi, sejak dipugar, kunjungan wisman ke objek wisata tersebut mengalami penurunan drastis, sedangkan renovasi tidak bisa dikebut karena harus dilakukan secara berhati-hati.

Menanggapi protes dan komplain itu, pengawas lapangan proyek renovasi dari PT Suri Mas Perkasa, Wayan Rustawan, mengaku pembongkaran dan pemasangan sudah dilakukan sesuai ketentuan.

"Bahkan, lukisan gaya Kamasan di Bale Kambang sudah mulai dipasang kembali. Pemasangan lukisan dilakukan sangat hati-hati," katanya.

Oleh karena itu, perlu ketelitian untuk pemasangan. Sehari hanya mampu memasang lima meter lukisan. Pemasangan lukisan untuk Bale Kambang diperkirakan membutuhkan waktu selama dua minggu dan Bale Kertagosa diperkirakan rampung sekitar bulan Oktober. Untuk Bale Kertagosa sekarang sedang dipasang ijuk pada bagian atapnya.

Renovasi kedua objek itu dilakukan sejak awal Agustus lalu, sebelum dibongkar kunjungan perhari mencapai 323 orang, sedangkan sekarang turun menjadi hanya 200 orang.

Banyak pengunjung yang sudah tiba malah membatalkan kunjunganya karena melihat ada renovasi.

Senada dengan itu, Kadek Wijaya sebagai salah seorang pekerja mengaku sangat hati-hati membuka dan memasang lukisan klasik Kamasan tersebut.

"Ini dilakukan agar sesuai dengan ketentuan dan urutan ceritanya. Semua lukisan dipasang pas pada posisi semula," ujarnya.

Hingga kini, Pemkab Klungkung, Puri Klungkung dan rekanan terus melakukan pengawasan selama proses pembangunan renovasi tersebut.

Dinas Pariwisata dan Kebudyaaan Kabupaten Klungkung secara khusus mengharapkan pelaksana proyek memperhatikan pada bagian lukisan.

Perhatian itu penting, mengingat bangunan kuno itu mempunyai ciri yang khas dengan perpaduan arsitektur Belanda dengan arsitektur tradisional Bali yang cukup mempesona, dengan menonjolkan kharisma yang senantiasa menjadi sasaran kunjungan wisatawan mancanegara dalam menikmati liburan di Pulau Dewata.

Kerthagosa adalah objek wisata menarik di kawasan Bali timur yang menjadi bukti sejarah dari kerajaan Klungkung dan letaknya pun di "jantung" Kota Semarapura yang dapat dijangkau dengan mudah menggunakan kendaraan bermotor dalam waktu tempuh kurang dari satu jam dari kota Denpasar.

Selain Museum Semarajaya, kompleks objek wisata tersebut juga memiliki Taman Gili dan sejumlah bangunan Kerthagosa. Bangunan yang bagian langit-langitnya itu dihiasi dengan lukisan klasik gaya Kamasan.

Sebuah kolam yang tertata apik dengan ratusan jenis ikan hias berwarna-warni mengelilingi Taman Gili, sehingga mampu memberikan ketenangan dan menyamanan bagi setiap pengunjung.

Bangunan Taman Gili merupakan bagian dari satu kesatuan yang tak terpisahkan dengan Puri Semarapura Klungkung, yang kini dirawat dengan baik oleh Pemerintah Kabupaten Klungkung. (WDY)

Pewarta: Oleh I Ketut Sutika

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014