Denpasar (Antara Bali) - Aliansi Pelindung Budaya Daerah (APBD) Bali menyatakan siap melaawan dan memerangi sindikat atau mafia pencurian dan perdagangan benda sakral di pura atau "pratima".

"Kami juga meminta kepolisian daerah untuk menuntaskan kasus pencurian pratima dan tidak mengizinkan pratima hasil curian keluar dari wilayah Bali," kata Koordinator dan Penggagas APBD Bali Ketut Resmiyasa di Denpasar, Minggu.

Menurut dia, munculnya APBD Bali karena lambatnya penanganan kasus pencurian "pratima" di Bali selama ini.

"Walaupun sudah ada putusan pengadilan, masyarakat Bali belum puas karena harkat dan martabat warga Bali belum terobati sehingga perlu dibentuk sebuah wadah," ujarnya.

Dalam kasus pencurian "pratima", jelas dia, yang dihadapi masyarakat Bali adalah mafia berskala internasional dalam perdagangan benda cagar budaya lainnya.

"Terbukti dalam kasus pencurian pratima di Bali melibatkan pelaku Roberto Gamba asal Italia dan Kino asal Jepang yang hingga kini masih DPO (buron). Ini mafia Eropa dan Asia," katanya.

Ketika divonis bebas, Roberto Gamba bisa pulang ke Italia, namun pencurian pratima di Bali masih terus terjadi. "Ini artinya di Bali sudah ada embrio mafia pencurian dan perdagangan pratima," ujar Resmiyasa menambahkan.

Ia menyatakan bahwa Bali tidak butuh turis yang bisa menghancurkan adat dan budaya Bali, seperti yang dilakukan Gamba dan Kino.

"Kami berinisiatif untuk membentuk APBD Bali dalam melakukan gerakan perlindungan benda cagar budaya dan membantu aparat kepolisian. Karena kita tahu kelemahan polisi itu tidak mempunyai cukup personel untuk mengamankan seluruh teritorial di Bali," ujarnya.

Ia berharap dukungan semua pihak yang peduli adat dan budaya Bali dengan mengajak masyarakat dan ormas bergabung dalam APBD Bali.

Dalam perlindungan budaya, lanjut Resmiyasa, khususnya benda-benda cagar budaya, APBD Bali akan bekerja secara kolektif kolegial.

"Di sini tidak ada `vested interest`, tidak ada unsur politis, dan murni untuk penyelamatan adat budaya Bali. Karena dalam menghadapi globalisasi akan banyak ancaman dari luar yang bisa merusak adat dan budaya Bali ke depannya," kata Resmiyasa menegaskan.

Berdasarkan pantauan APBD Bali, saat ini masih ada sekitar 417 pratima barang bukti hasil pencurian yang masih tersimpan di gudang Museum Bali. APBD Bali saat ini terus memantau agar ratusan pratima ini tidak keluar dari wilayah Bali dan tetap menjadi aset milik masyarakat Bali.

"Kami pantau terus. Jangan sampai ratusan pratima ini lolos keluar Bali. Karena di pasaran barang antik di luar Bali harganya bisa mencapai miliaran rupiah per item. Hal ini yang membuat banyak pihak tergiur untuk bisnis pratima," ujarnya.

Tugas mendesak APBD Bali, kata Resmiyasa, adalah mencegah benda cagar budaya Bali tidak bisa keluar dari Bali sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

"Kalau semua elemen bersatu dalam APBD Bali, maka kami yakin semua benda bersejarah itu bisa dipertahankan di Bali karena kriteria cagar budaya tidak hanya yang berumur 50 tahun, tapi cukup mewakili gaya paling singkat 50 tahun," ujarnya.

Melalui APBD Bali, kata Resmiyasa, warga Bali yang menjadi korban pencurian pratima bisa bersatu dalam mencegah terulangnya pencurian tersebut.

"APBD Bali nantinya juga akan merekomendasikan kepada pihak imigrasi di Bali agar segera mendeportasi Roberto Gamba dari Bali," katanya. (WDY)

Pewarta: Oleh I Komang Suparta

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014