Gianyar (Antara Bali) - Peristiwa seorang penari Rejang Dewa kesurupan, justru menambah kemagisan ritual di Pura Desa Pekraman (adat) Sapat, Tegallalang, Kabupaten Gianyar, Bali, Minggu.

"Dari 15 penari, yang kesurupan memang hanya seorang. Tetapi ini kan jenis tarian sakral, sehingga menambah nilai kemagisan upacara Tawur Agung Pedanan," komentar Bendesa (panitia) Desa Pekraman Sapat Dewa Nyoman Rai Arsana di sela kegiatan tersebut.

Usai kesurupan, penari itu langsung ditangani oleh tim medis, namun tetap tak sadarkan diri. Panitia upacara keagamaan itu kemudian melakukan ritual percikan tirta (air) suci dan berhasil menyadarkannya.

Sesuai dengan "pepalihan dresta" atau tradisi yang dipercayai serta diyakini warga setempat, kata Rai Arsana, kalau pada tarian sakral Rejang Dewa ada yang kesurupan, maka upacara dinilai positif.

Hal itu menunjukkan upacara yang diselenggarakan oleh masyarakat tersebut mendapat anugerah keselamatan dari Ida Bhetara-Bhetari yang beristana di Pura Desa Pekraman Sepat. "Keyakinan seperti itu sudah menjadi kelaziman secara turun-temurun di desa kami," ucapnya.

Dijelaskan, selain Rejang Dewa, tarian sakral lainnya yang juga dipentaskan adalah Gambuh, Wayang  Lemah,  Baris Gede, dan Topeng juga dipentaskan. "Pementasan tarian sakral sebagai wujud persembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa," ujarnya.

Upacara Tawur Agung Pedanan di Pura Desa Pakraman Sapat, Tegallalang, merupakan salah satu rangkaian ritual. "Karya Mamungkah Mupuk Pedangingan Ngusaba Desa dan Ngusaba Nini juga sebagai rangkaian upacara di Pura Desa ini," kata Rai Arsana.

Serangkaian upacara keagamaan tersebut diselenggarakan sejak persiapan pada Sabtu, 26 Juni 2010 dan puncak karya dijadwalkan pada Selasa (10/8).

Kegiatan keagamaan di pura itu, menurut dia, menghabiskan biaya lebih dari Rp700 juta. Dari 240 kepala keluarga selaku pengempon (pemuja) pura setempat, masing-masing iuran Rp1 juta hingga Rp2 juta.

Selain itu juga dana dari keuntungan Lembaga Perkreditan Desa (LPD), serta dari "punia pemedek" atau sumbangan umat yang bersembahyang.

"Upacara itu dihadiri sampai sekitar enam ribu umat Hindu dari  Desa Sapat dan desa lainnya yang memiliki hubungan sejarah dan mistis dengan Pura Desa Pekraman Sapat," jelasnya.

Ia menjelaskan, umat menggelar upacara dengan tingkatan paling tinggi (Utamaning Karya), setelah menuntaskan perbaikan pura dan Pelinggih Ida Betara Kahyangan Tiga (istana dewa).

Selain itu pembangunan balai "Wantilan Ageng". "Kami melakuakn perbaikan sesuai dengan konsep Tri Hita Karana, sesuai dengan yang diwariskan oleh para pendahulu," ujar Rai Arsana.

Pada saat bersamaan, Bupati Gianyar Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati didampingi Sekda Tjokorda Gde Putra Nindia serta kerabat Puri Ubud dan Tegalalang, melakukan penandatangan prasasti.

Hal itu sebagai tanda secara "sekala" bahwa upacara besar tersebut telah resmi dilakukan oleh warga Desa Sapat, Tegallalang.(*)

Pewarta:

Editor : Masuki


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010