Jakarta (Antara Bali) - Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) diharapkan fokus ke permasalahan pendidikan di masing-masing jenjang bila Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan dipisah dan menjadi kementerian pendidikan dasar dan menengah, serta kementerian pendidikan tinggi.
Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Abdul Munir Mulkhan mengemukakan hal itu ketika dihubungi pers, Minggu, menanggapi wacana pemekaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Sebelumnya, Menurut Tim Transisi Jokowi, Kementerian Pendidikan Dasar Menengah akan fokus pada pembangunan karakter, budi pekerti, norma, dan budaya bangsa. Selanjunjutnya setelah itu ada penguatan di jenjang Kementerian Pendidikan Tinggi melalui riset dan teknologi tepat guna.
Abdul Munir Mulkhan dalam diskusi panel "Arsitektur Kabinet 2014-2019 dalam Perspektif Pendidikan Tinggi, Riset Teknologi, Inovasi, Ekonomi Kerakyatan, dan Pembangunan Pedesaan†di Yogyakarta (6/8) menekankan pentimgnya inovasi riset bidang pangan dan energi.
Dalam paparannya pada diskusi tersebut, Munir Mulkhan menyebutkan di jenjang pendidikan tinggi masih perlu adanya pembenahan. Kualitas atau mutu perguruan tinggi di Indonesia masih kalah jika dibanding dengan negara tetangga, Malaysia dan Brunei Darussalam.
Indikasinya sampai saat ini pemerintah masih mengimpor bahan pangan dari luar negeri. "Kita tidak bisa menyediakan pangan dan buah-buahan, nah hal ini di mana peran perguruan tinggi?†kata Munir.
Menurut dia, pembelajaran di Indonesia masih terlalu mekanik. Siswa atau mahasiswa, kata Munir, tidak belajar menggembangkan teori tetapi menggunakan teori. Seharusnya, lanjut dia, ada semangat untuk meneliti dan membuat teori baru atau mengembangkan teori yang sudah ada serta fokus ke penelitian inovatif yang bisa diaplikasikan.
Munir mengatakan, seharusnya pendidikan bisa membuka ruang kreatif peserta didik. Dalam bahasa Jawa diistilahkan ‘mlethik’ dan menjadi orang yang luar biasa. Sayangnya, penelitian yang memberi solusi dari problem masyarakat tidak diapresiasi dengan baik.
Dalam diskusi yang dihadiri oleh praktisi pendidikan tinggi tersebut, Munir juga mengungkapkan adanya dua masalah dalam dunia pendidikan. Pertama, pembelajaran di Indonesia masih bersifat mekanik. Anak didik tidak ubahnya seperti robot yang harus sesuai dengan aturan yang ada. Kedua, adanya ketimpangan pendidikan antardaerah di Indonesia. Khususnya untuk perguruan tinggi.
Kunci pendidikan, kata Munir, adalah pembelajaran. Guru dan dosen selayaknya berperan sebagai fasilitator bagi murid atau mahasiswanya. "Pendidikan bisa menjadi inkubator, ke-mlethik-an, manusia kreatif," pungkas Munir. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Abdul Munir Mulkhan mengemukakan hal itu ketika dihubungi pers, Minggu, menanggapi wacana pemekaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Sebelumnya, Menurut Tim Transisi Jokowi, Kementerian Pendidikan Dasar Menengah akan fokus pada pembangunan karakter, budi pekerti, norma, dan budaya bangsa. Selanjunjutnya setelah itu ada penguatan di jenjang Kementerian Pendidikan Tinggi melalui riset dan teknologi tepat guna.
Abdul Munir Mulkhan dalam diskusi panel "Arsitektur Kabinet 2014-2019 dalam Perspektif Pendidikan Tinggi, Riset Teknologi, Inovasi, Ekonomi Kerakyatan, dan Pembangunan Pedesaan†di Yogyakarta (6/8) menekankan pentimgnya inovasi riset bidang pangan dan energi.
Dalam paparannya pada diskusi tersebut, Munir Mulkhan menyebutkan di jenjang pendidikan tinggi masih perlu adanya pembenahan. Kualitas atau mutu perguruan tinggi di Indonesia masih kalah jika dibanding dengan negara tetangga, Malaysia dan Brunei Darussalam.
Indikasinya sampai saat ini pemerintah masih mengimpor bahan pangan dari luar negeri. "Kita tidak bisa menyediakan pangan dan buah-buahan, nah hal ini di mana peran perguruan tinggi?†kata Munir.
Menurut dia, pembelajaran di Indonesia masih terlalu mekanik. Siswa atau mahasiswa, kata Munir, tidak belajar menggembangkan teori tetapi menggunakan teori. Seharusnya, lanjut dia, ada semangat untuk meneliti dan membuat teori baru atau mengembangkan teori yang sudah ada serta fokus ke penelitian inovatif yang bisa diaplikasikan.
Munir mengatakan, seharusnya pendidikan bisa membuka ruang kreatif peserta didik. Dalam bahasa Jawa diistilahkan ‘mlethik’ dan menjadi orang yang luar biasa. Sayangnya, penelitian yang memberi solusi dari problem masyarakat tidak diapresiasi dengan baik.
Dalam diskusi yang dihadiri oleh praktisi pendidikan tinggi tersebut, Munir juga mengungkapkan adanya dua masalah dalam dunia pendidikan. Pertama, pembelajaran di Indonesia masih bersifat mekanik. Anak didik tidak ubahnya seperti robot yang harus sesuai dengan aturan yang ada. Kedua, adanya ketimpangan pendidikan antardaerah di Indonesia. Khususnya untuk perguruan tinggi.
Kunci pendidikan, kata Munir, adalah pembelajaran. Guru dan dosen selayaknya berperan sebagai fasilitator bagi murid atau mahasiswanya. "Pendidikan bisa menjadi inkubator, ke-mlethik-an, manusia kreatif," pungkas Munir. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014