Negara (Antara Bali) - Bendesa atau ketua desa adat di Kabupaten Jembrana, dilarang untuk menjadi beking kafe remang-remang, maupun villa yang tidak memiliki izin.

Hal tersebut disampaikan, Ketua Majelis Madya Desa Pekraman atau Adat Jembrana, Gusti Wiyasa, saat memberikan sambutan berkaitan dengan ngaben massal di Desa Ekasari, Kecamatan Melaya, Senin (25/8) sore.

"Bendesa adat harus ikut menjaga stabilitas desa masing-masing, salah satunya dengan tidak membekingi kafe remang-remang, maupun villa yang tidak memiliki izin," katanya.

Menurutnya, dengan membiarkan kafe yang potensial menjadi lokasi prostitusi terselubung, hal tersebut bisa mencemari kesucian desa, yang sangat dijaga dalam Agama Hindu.

Ia juga minta, bendesa adat mengawasi penduduk pendatang di masing-masing wilayahnya, selain mengantisipasi masuknya pelaku kejahatan, juga agar mereka tidak melanggar aturan kependudukan.

"Kita wajib mengikuti aturan pemerintah serta mendukung program-programnya, sepanjang bermanfaat untuk masyarakat. Pengawasan terhadap penduduk pendatang, termasuk bagian dari dukungan tersebut," ujarnya.

Terkait dengan ngaben kolektif di Desa Ekasari, ia berharap bisa dilakukan dua tahun sekali, karena meringankan beban warga adat dari sisi pembiayaan.

Sedangkan Bupati Jembrana, I Putu Artha yang juga hadir dalam rangkaian ngaben massal ini mengatakan, meskipun dilakukan bersama-sama, upacara keagamaan ini tidak berkurang makna dan subtansinya.

"Justru dengan ngaben massal ini, menjadi wujud kebersamaan warga adat dalam menjalankan kewajiban agama, bagi keluarga yang sudah meninggal," katanya.

Ketua Panitia Ngaben Massal Desa Adat Ekasari, I Ketut Sarma mengatakan, ada 213 peserta ngaben ini, dengan berbagai tingkatan upacara.

Menurutnya, seluruh persiapan baik biaya maupun upakara atau peralatan upacaranya, dilakukan gotong-royong oleh warga.(GBI)

Pewarta: Oleh Gembong Ismadi

Editor : Gembong Ismadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014