Jakarta (Antara Bali) - Sebanyak 14 warga negara Indonesia korban
perdagangan manusia berhasil dipulangkan ke Indonesia setelah sebelumnya
dijadikan wanita penghibur di Malaysia, dengan modus penipuan
dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga.
"Surat dari KBRI Kuala Lumpur Malaysia menginformasikan tentang adanya 16 WNI korban yang dikirim oleh agensi perorangan melalui jalur yang tidak semestinya. Dari keenam belas korban itu, 14 sudah dibawa ke Indonesia, sedangkan dua orang lagi masih menjalani pemeriksaan di Malaysia," kata Kanit Human Trafficking Subdit III Direktorat Tindak Pidana Umum AKBP Arie Darmanto di Jakarta, Selasa.
Menurut Arie, ke-16 korban yang semuanya perempuan di bawah umur itu sempat diamankan di rumah perlindungan khusus wanita di Kuala Lumpur dan rumah perlindungan wanita di Rambau, Negeri Sembilan, Malaysia.
"Beberapa di antara mereka yang bernama Ana, Sri, dan Cera di Kuala Lumpur dipekerjakan sebagai PSK (pekerja seks komersil)," ujarnya.
Ia mengatakan, setelah berkoordinasi dengan pihak KBRI Kuala Lumpur, Kepolisian melakukan penyidikan terhadap 14 saksi korban yang telah kembali ke Indonesia.
"Penyidik telah mengambil keterangan para saksi korban sebanyak 14 orang dengan rata-rata usia kurang lebih 15 sampai dengan 17 tahun," ungkapnya.
Selain itu, penyidik Polri juga meminta keterangan dari 10 orang saksi dari keluarga korban dan saksi lain yang terkait dengan keberangkatan para korban.
Berdasarkan keterangan dari para saksi dan korban, diperoleh kronologis kejadian bahwa para korban direkrut oleh pelaku bernama Dona, dan diberangkatkan ke Malaysia secara perorangan oleh Farida Zaharina alias Ina.
Para korban dijanjikan akan dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga atau sebagai pelayan di restoran.
"Namun, kenyataannya mereka ada yang dijadikan penari striptease, ada yang melayani lelaki hidung belang, dan menjadi pendamping tamu di pub atau karaoke di Malaysia dan Singapura," ungkap Arie.
Menurut dia, beberapa korban diberangkatkan ke Malaysia dengan tidak membawa dokumen apapun, seperti KTP, Ijazah, Kartu Keluarga, dan surat izin orang tua.
Adapun modus operandi yang dijalankan para pelaku untuk menjerat korbannya adalah dengan menggunakan iklan lowongan menjadi TKI di beberapa tabloid lokal dan broadcast di Facebook.
"Jadi, para korban ini diberangkatkan dengan dokumen palsu. Paspornya asli tetapi datanya palsu. Mereka ada yang diberangkatkan lewat Batam, Surabaya, atau Bandung menggunakan pesawat," kata Arie.
Saat ini, seorang tersangka bernama Aden yang berperan sebagai pembuat dokumen palsu ditahan di Polda Metro Jaya terkait kasus lain.
Dua tersangka lainnya adalah Jeneli yang berperan membantu Aden, dan Madani alias Dona yang bertugas sebagai perekrut dan pengantar ke Malaysia.
Sementara tersangka Farida Zaharina alias Ina telah melarikan diri ke luar negeri.
"Pihak penyidik telah mengirim surat ke Hubinter Polri dan telah dibuatkan red notice untuk secepatnya menangkap tersangka dan segera menyerahkan ke penyidik guna penyidikan hingga tuntas," ujar Arie. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Surat dari KBRI Kuala Lumpur Malaysia menginformasikan tentang adanya 16 WNI korban yang dikirim oleh agensi perorangan melalui jalur yang tidak semestinya. Dari keenam belas korban itu, 14 sudah dibawa ke Indonesia, sedangkan dua orang lagi masih menjalani pemeriksaan di Malaysia," kata Kanit Human Trafficking Subdit III Direktorat Tindak Pidana Umum AKBP Arie Darmanto di Jakarta, Selasa.
Menurut Arie, ke-16 korban yang semuanya perempuan di bawah umur itu sempat diamankan di rumah perlindungan khusus wanita di Kuala Lumpur dan rumah perlindungan wanita di Rambau, Negeri Sembilan, Malaysia.
"Beberapa di antara mereka yang bernama Ana, Sri, dan Cera di Kuala Lumpur dipekerjakan sebagai PSK (pekerja seks komersil)," ujarnya.
Ia mengatakan, setelah berkoordinasi dengan pihak KBRI Kuala Lumpur, Kepolisian melakukan penyidikan terhadap 14 saksi korban yang telah kembali ke Indonesia.
"Penyidik telah mengambil keterangan para saksi korban sebanyak 14 orang dengan rata-rata usia kurang lebih 15 sampai dengan 17 tahun," ungkapnya.
Selain itu, penyidik Polri juga meminta keterangan dari 10 orang saksi dari keluarga korban dan saksi lain yang terkait dengan keberangkatan para korban.
Berdasarkan keterangan dari para saksi dan korban, diperoleh kronologis kejadian bahwa para korban direkrut oleh pelaku bernama Dona, dan diberangkatkan ke Malaysia secara perorangan oleh Farida Zaharina alias Ina.
Para korban dijanjikan akan dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga atau sebagai pelayan di restoran.
"Namun, kenyataannya mereka ada yang dijadikan penari striptease, ada yang melayani lelaki hidung belang, dan menjadi pendamping tamu di pub atau karaoke di Malaysia dan Singapura," ungkap Arie.
Menurut dia, beberapa korban diberangkatkan ke Malaysia dengan tidak membawa dokumen apapun, seperti KTP, Ijazah, Kartu Keluarga, dan surat izin orang tua.
Adapun modus operandi yang dijalankan para pelaku untuk menjerat korbannya adalah dengan menggunakan iklan lowongan menjadi TKI di beberapa tabloid lokal dan broadcast di Facebook.
"Jadi, para korban ini diberangkatkan dengan dokumen palsu. Paspornya asli tetapi datanya palsu. Mereka ada yang diberangkatkan lewat Batam, Surabaya, atau Bandung menggunakan pesawat," kata Arie.
Saat ini, seorang tersangka bernama Aden yang berperan sebagai pembuat dokumen palsu ditahan di Polda Metro Jaya terkait kasus lain.
Dua tersangka lainnya adalah Jeneli yang berperan membantu Aden, dan Madani alias Dona yang bertugas sebagai perekrut dan pengantar ke Malaysia.
Sementara tersangka Farida Zaharina alias Ina telah melarikan diri ke luar negeri.
"Pihak penyidik telah mengirim surat ke Hubinter Polri dan telah dibuatkan red notice untuk secepatnya menangkap tersangka dan segera menyerahkan ke penyidik guna penyidikan hingga tuntas," ujar Arie. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014