Nusa Dua (Antara Bali) - Ratusan masyarakat pesisir di Bali menggelar aksi demonstrasi di perairan Teluk Benoa, Kabupaten Badung, dengan menggunakan jet ski dan "parasailing" sebagai bentuk penolakan terhadap rencana reklamasi, Jumat.
Ketua Dewan Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali, I Wayan Suardana, dalam aksinya, mengatakan, penolakan terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa itu dari masyarakat Bali yang hingga detik ini tetap tidak diindahkan oleh pemerintah pusat.
"Hal ini terlihat dari belum dicabutnya Perpres 51 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Sarbagita," ujarnya.
Penerbitan Perpres 51 tahun 2014 pada intinya adalah menghapuskan pasal-pasal yang menyatakan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi, sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 55 ayat 5 Perpres 45 tahun 2011, serta mengurangi luasan kawasan konservasi perairan dengan menambahkan frasa yang berbunyi "Sebagian kawasan konservas Pulau Serangan dan Pulau Pudut".
Selain menghapuskan Teluk Benoa dari kawasan konservasi perairan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui Perpres 51/2014 juga mengubah kawasan perairan pesisir Teluk Benoa menjadi zona penyangga untuk memuluskan rencana reklamasi oleh investor.
Keinginan investor mereklamasi Teluk Benoa di huruf a dan b dapat dilakukan melalui kegiatan revitalisasi termasuk penyelenggaraan reklamasi paling luas 700 hektar dari kawasan yang berdampingan dengan Tol Bali Mandara itu.
"Belum dicabutnya Perpres 51/2014 tersebut mencerminkan bahwa Presiden SBY tidak mendengarkan suara masyarakat Bali yang menolak reklamasi dan lebih mementingkan kepentingan investor untuk mereklamasi Teluk Benoa," ujarnya.
Dalam kesempatan itu masyarakat pesisir itu dengan menggunakan puluhan jet ski, perahu, dan paraseling serta menggunakan sejumlah alat peraga kampanye melakukan aksi penolakan reklamasi di perairan yang berdampingan dengan Tol Bali Mandara itu.
Aksi tersebut menjadi daya tarik perhatian para wisatawan domestik dan mancanegara yang sedang berlibur di Tanjung Benoa.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
Ketua Dewan Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali, I Wayan Suardana, dalam aksinya, mengatakan, penolakan terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa itu dari masyarakat Bali yang hingga detik ini tetap tidak diindahkan oleh pemerintah pusat.
"Hal ini terlihat dari belum dicabutnya Perpres 51 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Sarbagita," ujarnya.
Penerbitan Perpres 51 tahun 2014 pada intinya adalah menghapuskan pasal-pasal yang menyatakan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi, sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 55 ayat 5 Perpres 45 tahun 2011, serta mengurangi luasan kawasan konservasi perairan dengan menambahkan frasa yang berbunyi "Sebagian kawasan konservas Pulau Serangan dan Pulau Pudut".
Selain menghapuskan Teluk Benoa dari kawasan konservasi perairan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui Perpres 51/2014 juga mengubah kawasan perairan pesisir Teluk Benoa menjadi zona penyangga untuk memuluskan rencana reklamasi oleh investor.
Keinginan investor mereklamasi Teluk Benoa di huruf a dan b dapat dilakukan melalui kegiatan revitalisasi termasuk penyelenggaraan reklamasi paling luas 700 hektar dari kawasan yang berdampingan dengan Tol Bali Mandara itu.
"Belum dicabutnya Perpres 51/2014 tersebut mencerminkan bahwa Presiden SBY tidak mendengarkan suara masyarakat Bali yang menolak reklamasi dan lebih mementingkan kepentingan investor untuk mereklamasi Teluk Benoa," ujarnya.
Dalam kesempatan itu masyarakat pesisir itu dengan menggunakan puluhan jet ski, perahu, dan paraseling serta menggunakan sejumlah alat peraga kampanye melakukan aksi penolakan reklamasi di perairan yang berdampingan dengan Tol Bali Mandara itu.
Aksi tersebut menjadi daya tarik perhatian para wisatawan domestik dan mancanegara yang sedang berlibur di Tanjung Benoa.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014