Goresan tangan yang lincah menari di atas kanvas mengutamakan kemurnian garis yang terlihat mengalir dibuat dalam satu tarikan tanpa terputus.

Hal itu tidak seperti lazimnya lukisan tradisional Bali, terutama gaya Ubud yang cenderung tidak membiarkan ada ruang kosong. Namun, I Gusti Nyoman Lempad justru sebaliknya sangat mempertimbangkan ruang kosong dalam komposisi karya yang sangat monumental karena dikenang sepanjang zaman.

Karya-karyanya mencerminkan pembaharuan dari seni lukis klasik Bali ke modern sekaligus pendobrak yang mampu menyuguhkan karya seni dengan corak yang khas dan unik, tutur Ketua Panitia Pameran Karya Lempad Ketut Budiana didampingi penulis buku "Lempad for the World" I Wayan Seriyoga

Sebanyak 160 lukisan karya maestro seni lukis Bali I Gusti Nyoman Lempad (almarhum) beserta keluarganya dipamerkan di Dewangga Hause of Lempad perkampungan seniman Ubud, Kabupaten Gianyar, selama sebulan hingga 28 Agustus 2014.

Sosok I Gusti Nyoman Lempad adalah seorang seniman lukis yang kreatif meskipun tidak bisa membaca dan menulis. Namun, dengan senang hati dan rajin mendengarkan petuah dan nasihat ketika membahas epos Ramayana dan kitab suci lain di Puri Ubud.

Hampir setiap malam mendengarkan orang berdiskusi saat pembacaan ayat-ayat suci agama Hindu (mekekawin) di Puri Ubud. I Gusti Nyoman Lempad meninggal dalam usia 120 tahun pada tahun 1978.

Ia merupakan anak bungsu dari tujuh bersaudara berasal dari Desa Bedulu tepatnya Banjar Lebah dan diperkirakan lahir sekitar 1862, ayahnya I Gusti Mayukan.

Keluarganya menduduki posisi cukup terpandang karena ayahnya sebagai "Sedan" (pemungut pajak saat orang panen), juga mempunyai profesi sebagai "sangging", "undagi" (seniman), dan "balian" (membantu orang sakit).

Lempad tumbuh dalam kehangatan dan kebijaksanaan sang ayah, yang selalu memberikan nasihat-nasihat luhur, seperti menasihatinya tentang suatu perbuatan yang tidak baik akan berbalik berakibat pada dirinya pada masa-masa berikutnya (karmapala).

Bentuk lain dari penyampaian nasihat, yang bermanfaat bagi anak-anaknya dalam pergaulan di tengah masyarakat ataupun bagi kehidupan pribadinya di kemudian hari adalah dengan jalan menyampaikan cerita-cerita rakyat saat menjelang tidur.

Cerita luhur Mahabarata, Ramayana, cerita Tantri maupun cerita-cerita lainnya yang hidup di lingkungan masyarakat. Demikianlah ayah Lempad selalu bersikap lembut terhadap anak-anaknya. Sama sekali tidak pernah menerapkan pendisiplinan yang bersifat represif dalam rangka mengasuh anak-anaknya.

Dengan demikian, Lempad berkembang menjadi sosok yang ditokohkan masyarakat setempat dan dipercaya memimpin kegiatan ritual berskala besar. Namun, beberapa warga tidak puas karena kegiatan itu dinilai tidak berhasil membawa kebahagiaan.

Lempad dan ayahnya kemudian pindah ke Puri Ubud yang saat itu membutuhkan ahli-ahli di bidang bangunan untuk membangun Puri Ubud sekaligus mulai memanfaatkan waktu luangnya untuk melukis.

Transpormasi Estetik

Gubernur Bali Made Mangku Pastika menilai lukisan karya almarhum I Gusti Nyoman Lempad mampu menampilkan transpormasi estetik seni rupa Bali menuju seni lukis Bali modern.

Pitamaha yang dibentuk oleh Cokorda Agung Sukawati bersama seniman mancanegara yang bermukim di Ubud Walter Spies dan Rudolf Bonnet pada tahun 1937 atau 77 tahun yang silam.

Pitamaha merupakan sebuah lembaga yang mewadahi kreativitas pelukis dan pematung yang berperan penting dalam pemasaran karya seni rupa Bali. Pertumbuhan estetika melalui Pitamaha memberikan kontribusi besar bagi perkembangan seni rupa Pulau Dewata pada abad 20 dan melahirkan karya seni lukis yang terindividuasi.

Perkembangan itu tercermin dalam karya-karya I Gusti Nyoman Lempad. Kebijaksanaan (local wisdom) menjadi landasan dalam gerak laku kehidupan yang sepenuhnya diabadikan melalui kesenian.

Sosok I Gusti Nyoman Lempad adalah seniman tersohor yang mengabdi di Puri Ubud (bekas kerajaan Ubud), memiliki kreativitas berlian, terutama goresan "tangan sakti"-nya telah menjadikan dirinya sebagai maestro seni lukis.

Dengan demikian, mampu berperan penting dalam mengawali tonggak perkembangan seni lukis Bali baru. Lempad adalah tokoh pembaharuan seni lukis tradisional Bali yang merupakan evolusi dari kurun waktu berabad-abad.

Kondisi itu kemudian berintegrasi dengan kebudayaan modern pada abad 20. Pelalui karya-karya Lempad telah mengharumkan seni lukis Bali ke mancanegara. Kreativitas seorang maestro, seperti I Gusti Nyoman Lempad menjadi teladan bagi generasi muda Bali untuk melestarikan dan mengembangkan seni dan budaya yang telah diwariskan para pendahulunya.

Ketua Himpunan Museum Bali (Himusba) yang juga pemilik Museum Arma Ubud Anak Agung Rai menilai pencapaian reputasi artistik karya seni Lempad erat kaitannya dengan mata rantai sejarah yang melingkupunya.

Hal itu berkat seni budaya Bali bergerak dinamis dalam masa, informasi, dan ruang gerak yang makin terbuka lebar secara nasional dan global. Bukti warisan masa lalu sebagai pengenalan sumber inspirasi seni budaya dengan kandungan harta kerohanian yang senantiasa "hidup".

Warisan budaya Bali itu menyiratkan adanya penyebaran budaya Eropa, India, Kamboja, dan Jawa yang kemudian terserap pada kearifan lokal Bali. Bali menandakan masa akhir puncak kekuasaan Majapahit di Jawa sekitar abad ke-14 atau melejitnya zaman keemasan seni era Watu Renggong Gelgel.

I Gusti Nyoman Lempad adalah seniman perintis seni lukis Bali baru dengan kegeniusannya mampu mengolah ilham cerita efik Hindu dan cerita rakyat yang mengalir lewat jari-jari ke kesan garis tinta Tiongkok yang kuat, sederhana namun padat berenergi.

Ia mampu mengubah citra wayang menurut selera pribadi sehingga melahirkan styele Lempad yang sangat personal, anggun, keramat, dan berkarakter.

Kepiawaian olah rasa Lempad hingga sekarang tidak ada yang menandinginya meskipun seni rupa Bali mengalami interaksi antara Timur Barat merebak di seputaran tahun 1930 tanpa ada unsur menggurui seniman Peliatan, Ubud dan Batuan berintegrasi dengan Barat melalui Walter Spies (1893--1942) dan Bonnet (1985--1978), warga negara asing yang pernah bermukim di Ubud, tutur Agung Rai.(WDY)

Pewarta: Oleh I Ketut Sutika

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014