Jakarta (Antara Bali) - Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, menilai pernyataan politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) soal seruan boikot Sidang Umum MPR dan pembentukan Pansus Kecurangan Pemilu Presiden di DPR, cermin ambisi kekuasaan berlebihan.
"PDI Perjuangan gerah dengan manuver-manuver yang dilakukan untuk menghambat calon presiden terpilih Joko Widodo," kata Kristiyanto, melalui pernyataan tertulis di Jakarta, Minggu.
Menurut Kristiyanto, berbagai pernyataan yang disampaikan para elit PKS, di antaranya Gamari Sutrisno, yang menyerukan ancaman boikot Sidang Umum MPR dan upaya membentuk Pansus kecurangan pemilu di DPR lebih mencerminkan ambisi kekuasaan yang berlebihan.
Manuver-manuver politik dengan berbagai pernyataan menghambat laju Presiden terpilih Joko Widodo, menurut dia, sudah tidak relevan lagi dengan demokrasi saat ini.
"Saudara Gamari Sutrisno kami harapkan dapat membuka mata hati atas realitas suara rakyat yang telah memilih Jokowi," katanya.
Juru bicara tim kampanye nasional pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla juga mengingatkan, bahwa dalam berpolitik semua pihak harus menjunjung tinggi konstitusi yang merupakan nyawanya demokrasi.
"Jadi kalau ada ancam-mengancam hanya karena ambisi kekuasaan, selain mencederai suara rakyat, juga tidak elok dalam tradisi politik Indonesia yang berkeadaban," kata Hasto.
Hasto juga mengingatkan agar politisi PKS itu membaca dan mencermati makna pasal 9 ayat 2 UUD 1945.
Menurut dia, pasal UUD 1945 itu tegas menyatakan, jika MPR atau DPR tidak dapat mengadakan sidang (termasuk aksi boikot), maka presiden dan wakil presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan MPR dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung.
"Amanat konstitusi tersebut menegaskan, basis dukungan rakyat itu legalitas terkuat bagi presiden dan wakil presiden terpilih, yang tidak bisa dianulir oleh aksi partisan sebagaimana disuarakan saudara Gamari Sutrisno," kata Hasto.
Bahkan, kata dia, sejarah mengajarkan, bagaimana Bung Karno dan Muhammad Hatta dipilih sebagai presiden dan wakil presiden secara aklamasi dalam Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
"Karena itulah, semua pihak sebaiknya membaca konstitusi dan suasana kebatinan rakyat sebelum bersikap," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"PDI Perjuangan gerah dengan manuver-manuver yang dilakukan untuk menghambat calon presiden terpilih Joko Widodo," kata Kristiyanto, melalui pernyataan tertulis di Jakarta, Minggu.
Menurut Kristiyanto, berbagai pernyataan yang disampaikan para elit PKS, di antaranya Gamari Sutrisno, yang menyerukan ancaman boikot Sidang Umum MPR dan upaya membentuk Pansus kecurangan pemilu di DPR lebih mencerminkan ambisi kekuasaan yang berlebihan.
Manuver-manuver politik dengan berbagai pernyataan menghambat laju Presiden terpilih Joko Widodo, menurut dia, sudah tidak relevan lagi dengan demokrasi saat ini.
"Saudara Gamari Sutrisno kami harapkan dapat membuka mata hati atas realitas suara rakyat yang telah memilih Jokowi," katanya.
Juru bicara tim kampanye nasional pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla juga mengingatkan, bahwa dalam berpolitik semua pihak harus menjunjung tinggi konstitusi yang merupakan nyawanya demokrasi.
"Jadi kalau ada ancam-mengancam hanya karena ambisi kekuasaan, selain mencederai suara rakyat, juga tidak elok dalam tradisi politik Indonesia yang berkeadaban," kata Hasto.
Hasto juga mengingatkan agar politisi PKS itu membaca dan mencermati makna pasal 9 ayat 2 UUD 1945.
Menurut dia, pasal UUD 1945 itu tegas menyatakan, jika MPR atau DPR tidak dapat mengadakan sidang (termasuk aksi boikot), maka presiden dan wakil presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan MPR dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung.
"Amanat konstitusi tersebut menegaskan, basis dukungan rakyat itu legalitas terkuat bagi presiden dan wakil presiden terpilih, yang tidak bisa dianulir oleh aksi partisan sebagaimana disuarakan saudara Gamari Sutrisno," kata Hasto.
Bahkan, kata dia, sejarah mengajarkan, bagaimana Bung Karno dan Muhammad Hatta dipilih sebagai presiden dan wakil presiden secara aklamasi dalam Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
"Karena itulah, semua pihak sebaiknya membaca konstitusi dan suasana kebatinan rakyat sebelum bersikap," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014