Denpasar (Antara Bali) - Pengamat masalah pertanian dari Universitas Udayana Prof Dr Wayan Windia menilai, kehidupan siklus ritual yang digelar petani yang terhimpun dalam wadah subak terhadap tanaman padi yang ditanamnya sejalan dengan upacara siklus kehidupan manusia.

"Ritual untuk tanaman maupun binatang piaraan merupakan refleksi humanisasi dan penghormatan petani tehadap tanaman, hewan dan aneka sumberdaya alam (hutan, sumber air)," kata Prof Windia yang juga ketua pusat penelitian subak Universitas Udayana di Denpasar, Jumat.

Ia mengatakan, kegiatan ritual yang digelar petani sejak padi di tanam hingga pascapanen merupakan simbul dari relasi yang bersifat "simbiosis mutualistik" yakni saling memberikan manfaat.

Subak sebagai "cultural heritage" juga diapresiasi secara lokal, nasional dan dunia melaui organisasi UNESCO yang telah mengukuhkan Subak Jatiluwih, Tabanan bersama pura Taman Ayun, Badung dan peninggalan Arkeologi di Tukad Pakerisan, Kabupaten Gianyar sebagai warisan budaya dunia (WBD).

Windia menambahkan, makna kearifan ekologis terfokus pada konservasi dan keseimbangan lingkungan. Pemuliaan terhadap tanah, air dan aneka sumberdaya menjadi hal yang sangat penting bagi petani.

Oleh sebab itu keberadaan subak telah dikuatkan secara etik dan perundang-undangan (awig-awig), serta sebaliknya pencemaran terhadap tanah, air dan sumberdaya juga dicegah melalui tindakan, awig-awig dan sistem ritual. (ADT)

Pewarta: Oleh I Ketut Sutika

Editor : I Nyoman Aditya T I


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014