Ambon (Antara Bali)
- Film Cahaya Dari Timur (CDT) Beta Maluku dan Laskar Pelangi akan
diputar di hadapan anggota Kongres Amerika Serikat dalam kajian
antropologi, kata produser CDT Glenn Fredly.
"Saya telah dihubungi pihak kedutaan Amerika yang menyatakan dua film Indonesia itu akan diputar dan menjadi bahan diskusi kajian antropologi di kongres Amerika dalam waktu dekat," katanya di Ambon, Sabtu.
Menurut Glenn, film merupakan produk budaya yang memiliki kekuatan besar untuk merubah cara pendang masyarakat Indonesia tentang Maluku.
Film ini, katanya tidak hanya menceritakan keindahan alam, keramahan masyarakat Maluku tetapi juga yang menyatakan daerah ini tidak selalu identik dengan kekerasan, kemiskinan.
"Sebagai seniman kami ingin menjadi bagian alat untuk menghancurkan stigma seperti itu supaya indonesia tidak hanya dilihat dari jakarta, kita harus mulai mengajak masyarakat melihat indonesia dari timur," katanya.
Ia mengakui, film ini mendapat atensi luar biasa sebagai salah satu film terbaik yang pernah dibuat yakni memberikan potret kondisi Maluku khusunya Tulehu dan kota Ambon.
"Film ini berbicara tentang identitas juga rekonsiliasi di masyarakat, dan umumnya media mengangkat tentang proses rekonsiliasi kondisi masyarakat hingga hari ini," kata Glenn.
"Saya bersyukur film ini menjadi pembicaraan dari mulut ke mulut, juga di sosial media. Efeknya setiap orang yang selesai memonton film ini mau belajar bahasa Maluku, dan ingin berkunjug ke daerah ini. Hal ini menunjukan film merupakan produk budaya yang dapat merubah stigma," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Saya telah dihubungi pihak kedutaan Amerika yang menyatakan dua film Indonesia itu akan diputar dan menjadi bahan diskusi kajian antropologi di kongres Amerika dalam waktu dekat," katanya di Ambon, Sabtu.
Menurut Glenn, film merupakan produk budaya yang memiliki kekuatan besar untuk merubah cara pendang masyarakat Indonesia tentang Maluku.
Film ini, katanya tidak hanya menceritakan keindahan alam, keramahan masyarakat Maluku tetapi juga yang menyatakan daerah ini tidak selalu identik dengan kekerasan, kemiskinan.
"Sebagai seniman kami ingin menjadi bagian alat untuk menghancurkan stigma seperti itu supaya indonesia tidak hanya dilihat dari jakarta, kita harus mulai mengajak masyarakat melihat indonesia dari timur," katanya.
Ia mengakui, film ini mendapat atensi luar biasa sebagai salah satu film terbaik yang pernah dibuat yakni memberikan potret kondisi Maluku khusunya Tulehu dan kota Ambon.
"Film ini berbicara tentang identitas juga rekonsiliasi di masyarakat, dan umumnya media mengangkat tentang proses rekonsiliasi kondisi masyarakat hingga hari ini," kata Glenn.
"Saya bersyukur film ini menjadi pembicaraan dari mulut ke mulut, juga di sosial media. Efeknya setiap orang yang selesai memonton film ini mau belajar bahasa Maluku, dan ingin berkunjug ke daerah ini. Hal ini menunjukan film merupakan produk budaya yang dapat merubah stigma," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014