Denpasar (Antara Bali) - Kawasan Catur Angga Batukaru, Jatiluwih, Kabupaten Tabanan menjadi satu-kesatuan dengan tiga kawasan lainnya di Bali yang dikukuhkan UNESCO menjadi warisan budaya dunia (WBD) kini mulai dikenal masyarakat internasional.

"Begitu dikukuhkan UNESCO 20 Juni 2012 atau dua tahun silam di berbagai media, khususnya televisi memuji dan mengagumi keindahan alam Jatiluwih dengan sistem subaknya," kata Pesaseh Subak Jatiluwih, Tabanan I Nyoman Sutama, BSc, Senin.

Ia mengatakan, hamparan lahan subak yang kondisinya berundag-undang (terasering) sejak dikukuh Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB atau United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) hingga sekarang kehidupan dan aktivitas petani berjalan biasa-biasa saja.

Sebagian besar petani yang terhimpun dalam 14 subak di kawasan Catur Angga Batukaru itu tidak tahu makna apa dibalik WBD bagi kehidupan subak, tidak ada hal yang istimewa terkait pengakuan salah satu badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Nyoman Sutama menjelaskan, proyek-proyek yang berkaitan dengan subak hingga sekarang masih seperti biasa, tidak ada perubahan yang signifikan terkait pengakuan dunia internasional itu.

"Hingga sekarang sama sekali tidak ada proyek crash program sebagai apresiasi terhadap WBD dan memasuki tahun kedua (2014) pengakuan UNESCO itu masih sepi-sepi saja," ujar Nyoman Sutama.

Padahal UNESCO telah membuat semacam petunjuk, bahwa setelah penetapan sebagai WBD harus disentuh badan pengelola WBD secara berstruktur sekaligus melaksanakan program aksi.

Program aksi mengarah pada usaha-usaha pelestarian subak dan kegiatan positif lainnya yang berpedoman pada skema WBD dan UNESCO hingga kini sama sekali tidak ada realisasi.

Nyoman Sutama menjelaskan, yang muncul justru kesalahpahaman dari para pemangku di kawasan subak Jatiluwih tersebut.

Oleh sebab itu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah berupaya mengembangkan mekanisme pengelolaan secara proporsional dan lintas sektor. Demikian juga Pemerintah Provinsi Bali melalui Dinas Kebudayaan setempat telah mengadakan "foccus group discussion (FGD) di kawasan subak Catur Angga Batukaru, Kabupaten Tabanan.

Hal itu bertujuan untuk mengidentifikasi masalah dan solusi serta merumuskan visi dan visi agar pengakuan dunia internasional sesuai harapan dari semua pihak, ujar Nyoman Sutama. (WDY)

Pewarta: Oleh I Ketut Sutika

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014