Jakarta (Antara Bali) - Tim sukses calon presiden (capres) Prabowo Subianto, Didik J. Rachbini, membantah anggapan bahwa calon wakil presiden (cawapres) Hatta Rajasa menganut konsep ekonomi yang neoliberal (neolib).

"Hatta bukan neolib, kalau neolib itu pengertiannya kan semua diserahkan pada mekanisme pasar, sementara banyak kebijakan Pak Hatta ketika masih menjabat sebagai Menko Perekonomian justru sangat pro-rakyat," kata pakar ekonomi itu di Jakarta, Minggu.

Ia mengatakan, Hatta Rajasa yang kini menjabat sebagai Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN) merupakan sosok pendukung ekonomi jalan tengah atau ekonomi kerakyatan yang menghadirkan peran atau intervensi negara dalam perekonomian.

Didik mencontohkan, selama berada dalam pemerintahan Hatta Rajasa dikenal aktif memperjuangkan kepentingan rakyat kecil, misalnya untuk program Kredit Usaha Rakyat (KUR).

"KUR untuk rakyat kecil didorong bisa sampai Rp20 triliun, bahkan kalau Pak Hatta terpilih jadi cawapres bisa didorong sampai Rp50 triliun," katanya.

Selain itu, menurut dia, Hatta Rajasa jugalah yang mendorong PT Freeport untuk meningkatkan royalti kepada RI hingga 3,9 persen dari sebelumnya hanya 1 persen.

"Selain itu juga mendorong Freeport untuk meningkatkan kontrak sampai 30 persen, bahkan mau IPO di Indonesia sampai 5 persen," katanya.

Oleh karena itu, pihaknya sangat keberatan jika ada yang menyebut Hatta Rajasa neolib karena justru cawapres Prabowo itulah yang dinilainya banyak menginisiasi program berbasis ekonomi kerakyatan.

Pada Pemilihan Presiden yang akan digelar 9 Juli 2014, Hatta Rajasa menjadi cawapres dari Prabowo Subianto bersaing dengan pasangan capres dan cawapres Joko Widodo dengan M. Jusuf Kalla (Jokowi-JK). (WDY)

Pewarta: Oleh Hanni Sofia

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014