Denpasar (Antara Bali) - Direktur Lembaga Bantuan Hukum Apik Bali Nengah Budawati mengemukakan keterwakilan kaum perempuan dalam kancah politik di Pulau Dewata belum mampu memenuhi kuota 30 persen di parlemen.
"Kami amati keterwakilan kaum perempuan, khususnya di Bali belum mampu memenuhi kuota di parlemen sesuai dengan amanat undang-undang," katanya pada acara "Focus Group Discussion (FGD)" yang digelar "Strategic Asia Institute Bali" di Denpasar, Minggu.
Ia mengatakan kondisi ini di Bali banyak dipengaruhi dari faktor budaya setempat, karena peran dari kaum laki-laki masih mendominasi dalam urusan politik.
"Faktor budaya dalam masyarakat Bali, yaitu pemimpin adalah dari kaum laki-laki. Padahal ini adalah permasalahan budaya klasik yang harus dapat diubah dalam tatanan kehidupan politik," katanya.
Menurut dia, dalam semangat kesetaraan gender, antara kaum perempuan dengan laki-laki memiliki kedudukan sama.
"Begitu juga dalam Undang-Undang KPU, kata dia, untuk kuota kaum perempuan sekurang-kurangnya mencapai 30 persen dari jumlah kursi di parlemen," ucap alumni Fakultas Hukum Universitas Udayana Denpasar itu.
Namun kenyataannya, kata dia, kuota tersebut tidak mampu terpenuhi secara maksimal di DPRD kabupaten dan kota maupun di provinsi.
"Langkah tersebut harus mampu disatukan dengan kaum perempuan, sehingga pada pemilihan umum ada gerakan untuk mendukung calon legislatif kaum perempuan," ujarnya.
Hal senada juga dikatakan, Ketua LSM Bali Sruti Luh Riniti Rahayu bahwa gerakan untuk membangkitkan dan mendukung caleg perempuan sudah dilakukan, namun hasilnya sampai saat ini belum juga terpenuhi.
"Kami amati dari kaum perempuan untuk mendukung caleg perempuan juga belum ada kesamaan persepsi. Sehingga hasilnya tidak mampu memenuhi kuota 30 persen perwakilan diparlemen," katanya.
Ia mengatakan di Bali dalam Pemilihan Umum Legislatif 9 April 2014, kaum perempuan yang menjadi calon legislatif sebanyak 1.186 orang, namun yang lolos jumlahnya masih sedikit.
"Memang kami amati perempuan yang duduk di legislatif ada peningkatan dari hasil pemilu legislatif (pileg) sebelumnya, yaitu pada hasil Pileg 2004 sebanyak 4,5 persen. Sedangkan pada pileg 2009 dan 2014, hasilnya stagnan hanya mencapai 7,5 persen," katanya.
Kegiatan FGD yang diselenggarakan sehari tersebut dihadiri dari kalangan akademisi, anggota DPRD, lembaga swadaya masyarakat (LSM), pemerhati kaum perempuan dan kalangan jurnalis. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Kami amati keterwakilan kaum perempuan, khususnya di Bali belum mampu memenuhi kuota di parlemen sesuai dengan amanat undang-undang," katanya pada acara "Focus Group Discussion (FGD)" yang digelar "Strategic Asia Institute Bali" di Denpasar, Minggu.
Ia mengatakan kondisi ini di Bali banyak dipengaruhi dari faktor budaya setempat, karena peran dari kaum laki-laki masih mendominasi dalam urusan politik.
"Faktor budaya dalam masyarakat Bali, yaitu pemimpin adalah dari kaum laki-laki. Padahal ini adalah permasalahan budaya klasik yang harus dapat diubah dalam tatanan kehidupan politik," katanya.
Menurut dia, dalam semangat kesetaraan gender, antara kaum perempuan dengan laki-laki memiliki kedudukan sama.
"Begitu juga dalam Undang-Undang KPU, kata dia, untuk kuota kaum perempuan sekurang-kurangnya mencapai 30 persen dari jumlah kursi di parlemen," ucap alumni Fakultas Hukum Universitas Udayana Denpasar itu.
Namun kenyataannya, kata dia, kuota tersebut tidak mampu terpenuhi secara maksimal di DPRD kabupaten dan kota maupun di provinsi.
"Langkah tersebut harus mampu disatukan dengan kaum perempuan, sehingga pada pemilihan umum ada gerakan untuk mendukung calon legislatif kaum perempuan," ujarnya.
Hal senada juga dikatakan, Ketua LSM Bali Sruti Luh Riniti Rahayu bahwa gerakan untuk membangkitkan dan mendukung caleg perempuan sudah dilakukan, namun hasilnya sampai saat ini belum juga terpenuhi.
"Kami amati dari kaum perempuan untuk mendukung caleg perempuan juga belum ada kesamaan persepsi. Sehingga hasilnya tidak mampu memenuhi kuota 30 persen perwakilan diparlemen," katanya.
Ia mengatakan di Bali dalam Pemilihan Umum Legislatif 9 April 2014, kaum perempuan yang menjadi calon legislatif sebanyak 1.186 orang, namun yang lolos jumlahnya masih sedikit.
"Memang kami amati perempuan yang duduk di legislatif ada peningkatan dari hasil pemilu legislatif (pileg) sebelumnya, yaitu pada hasil Pileg 2004 sebanyak 4,5 persen. Sedangkan pada pileg 2009 dan 2014, hasilnya stagnan hanya mencapai 7,5 persen," katanya.
Kegiatan FGD yang diselenggarakan sehari tersebut dihadiri dari kalangan akademisi, anggota DPRD, lembaga swadaya masyarakat (LSM), pemerhati kaum perempuan dan kalangan jurnalis. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014