Jakarta (Antara Bali) - Kementerian Lingkungan Hidup menginisiasi gerakan nasional
penggunaan bahan bakar minyak (BBM) rendah sulfur untuk mengurangi
pencemaran udara dari sektor transportasi.
"Kita berharap dalam lima tahun ke depan ada kepedulian dari masyarakat untuk menggunakan BBM rendah sulfur," kata Asisten Deputi Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Bergerak Kementerian Lingkungan Hidup Novrizal Tahar di Jakarta, Jumat.
Dalam media briefing pengedalian pencemaran udara perkotaan tersebut, Novrizal mengatakan, akan dilakukan kampanye untuk penggunaan BBM rendah sulfur maupun BBM alternatif.
Dia menyebutkan, cukup banyak BBM yang rendah sulfur seperti BBM non premium, bahan bakar gas (BBG) maupun bahan bakar alternatif seperti biofuel dan hibryd.
Saat ini di Indonesia hampir 97 persen menggunakan BBM bersubsidi yang tinggi kandungan sulfur sehingga menghasilkan emisi yang jauh lebih kotor dibandingkan BBM non subsidi.
Sementara hanya 2,5 persen hingga 3,5 persen yang sudah menggunakan BBM non subsidi.
Contohnya untuk diesel kandungan sulfurnya masih di kisaran 2.000-3.000 ppm sedangkan yang sudah memenuhi standar Euro 4 adalah antara 50-500 ppm.
Sementara negara tetangga seperti Singapura kandungan sulfur pada BBM-nya hanya 10 ppm, Tiongkok 50 ppm, Thailand 50 ppm, Jepang dan Korea 10 ppm.
Tingginya kandungan sulfur pada BBM berdampak pada meningkatnya penyakit akibat polusi udara.
Dari penelitian yang dilakukan UNEP pada 2012, biaya kesehatan yang dikeluarkan warga Jakarta akibat pencemaran udara mencapai Rp38,5 triliun per tahun.
Selain itu, WHO juga merilis setiap tahunnya tujuh juta jiwa meninggal akibat pencemaran udara. Dari jumlah tersebut 60.000 kematian terjadi di Indonesia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Kita berharap dalam lima tahun ke depan ada kepedulian dari masyarakat untuk menggunakan BBM rendah sulfur," kata Asisten Deputi Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Bergerak Kementerian Lingkungan Hidup Novrizal Tahar di Jakarta, Jumat.
Dalam media briefing pengedalian pencemaran udara perkotaan tersebut, Novrizal mengatakan, akan dilakukan kampanye untuk penggunaan BBM rendah sulfur maupun BBM alternatif.
Dia menyebutkan, cukup banyak BBM yang rendah sulfur seperti BBM non premium, bahan bakar gas (BBG) maupun bahan bakar alternatif seperti biofuel dan hibryd.
Saat ini di Indonesia hampir 97 persen menggunakan BBM bersubsidi yang tinggi kandungan sulfur sehingga menghasilkan emisi yang jauh lebih kotor dibandingkan BBM non subsidi.
Sementara hanya 2,5 persen hingga 3,5 persen yang sudah menggunakan BBM non subsidi.
Contohnya untuk diesel kandungan sulfurnya masih di kisaran 2.000-3.000 ppm sedangkan yang sudah memenuhi standar Euro 4 adalah antara 50-500 ppm.
Sementara negara tetangga seperti Singapura kandungan sulfur pada BBM-nya hanya 10 ppm, Tiongkok 50 ppm, Thailand 50 ppm, Jepang dan Korea 10 ppm.
Tingginya kandungan sulfur pada BBM berdampak pada meningkatnya penyakit akibat polusi udara.
Dari penelitian yang dilakukan UNEP pada 2012, biaya kesehatan yang dikeluarkan warga Jakarta akibat pencemaran udara mencapai Rp38,5 triliun per tahun.
Selain itu, WHO juga merilis setiap tahunnya tujuh juta jiwa meninggal akibat pencemaran udara. Dari jumlah tersebut 60.000 kematian terjadi di Indonesia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014