Denpasar (Antara Bali) - Seniman di Bali diminta segera membentuk asosiasi hak atas kekayaaan intelektual untuk melindungi karya mereka setelah belajar dari kekalahan kasus pemalsuan hak cipta karya pelukis I Nyoman Gunarsa, kata mantan Rektor ISI Yogyakarta.

"Sampai saat ini tidak ada seorang senimanpun yang mendaftarkan karya ciptanya di Kementerian Kehakiman, baik seni rupa maupun seni pertunjukkan. Hal ini penting sekali untuk mengecek legalitas hukumnya kalau ada masalah di kemudian hari," kata mantan Rektor ISI Yogyakarta I Made Bandem di Denpasar, Minggu.

Bandem hadir dalam peluncuran buku berjudul "Rua Bineda in Bali" (Keadilan Palsu dalam Kasus Nyoman Gunarsa) karya Prof Ron Jenkins di Hotel Inna Grand Bali Beach, Sanur yang digelar Bali Corruption Watch BCW).

Ia mengatakan pentingnya seniman untuk mendaftarkan hak cipta mereka agar nantinya jika ada masalah dikemudian hari, seperti klaim atas hak cipta dalam kasus tari pendet oleh pemerintah Malaysia, bisa memiliki pegangan hukum yang kuat.

"Seniman mesti mendaftarkan hak karya cipta bukan hanya wujudnya saja, namun dia harus membuat diskripsi menguaraikan secara jelas konsepnya. Misalnya seniman membuat 100 lukisan, maka iapun harus mendaftarkan hak cipta atas 100 lukisannya itu," katanya.   

Sehingga ia harus menjelaskan bagaimana teknik-teknik 100 lukisan itu dibuat, garis, style dan lain sebagainnya sehingga bisa dilihat keorisinilan atau keaslian lukisannya jika nanti ada orang yang meniru atau memalsukan karya mereka.

Masalahnya, kata Bandem, saat ini siapa saja boleh mengekspresikan karyanya sendiri dengan mencari ide dari karya seniman lain.

"Ia boleh saja mencari inspirasi karya orang lain, namun ia menuangkan gagasan dalam karyanya sendiri berbeda dan bisa membubuhkan tanda tangannya di atas karyanya itu sehingga tidak bisa dikatakan dia telah melakukan pemalsuan hak cipta orang lain," ucapnya.

Pengertian tentang hak cipta tersebut adalah komprehensif, tidak saja menyangkut wujudnya, namun juga secara terperinci menyangkut style gaya, warna, garis teknik pencahayaan dan lain sebagainya.

"Dengan karya hak cipta yang telah didaftarkan itu akan bisa dilihat karya mana yang asli," ujar Bandem yang sudah menetap tiga tahun dan menjadi dosen seni di sebuah univesritas di Amerika Serikat itu.

Karena itulah, pihaknya mengusulkan agar persoalan saling klaim hak cipta atau mengeliminir aksi pamalsuan karya orang lain, maka para seniman Bali sudah saatnya membentuk wadah atau asosiasi HAKI.

"Selama ini saya tidak bisa menanggapi persoalan klaim tarian pendet misalnya karena ini bisa dikhawatirkan malah terjadi kontra produktif," aku Bandem.

Untuk itu pemeritah daerah bisa menjembati berdirinya asosiasi HAKI khususnya untuk melindungi dan menjaga kesenian tradisonal di Bali yang banyak jumlahnya. Kesenian tersebut memiliki banyak pengetahuan dan menjadi milik kelompok atau masyarakat sehingga perlu didata.

Bandem melihat secepatnya perlu dilakukan inventarisasi karya karya cipta milik masyarakat tersebut sehingga bisa diambil langkah cepat dan efektif bila nantinya ada pihak yang melakukan pemalsuan atau klaim terhadap hak cipta karya tertentu.(*)

Pewarta:

Editor : Masuki


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010