Denpasar (Antara Bali) - Bisnis bahan bangunan di Kota Denpasar, Bali memiliki prospek cerah, seiring maraknya pembangunan property yang berpusat di Kota Denpasar, Badung dan Tabanan.
"Bisnis property yang terus menggeliat secara langsung berdampak terhadap kelancaran bisnis bahan bangunan bahkan tidak jarang terjadi kelangkaan bahan bangunan karena tingginya permintaan, " ujar pengusaha bahan bangunan Made Susilawati di Denpasar, Sabtu.
Ia menjelaskan, tingkat kebutuhan bahan bangunan yang cukup tinggi, tidak jarang dijadikan ajang spekulasi bagi pedagang-pedagang bahan bangunan bersekala besar yang dengan sengaja menimbun barang dagangannya pada saat barang tersebut lagi laris-larisnya dicari konsumen.
"Namun pada saat terjadi kelangkaan barang baru dikeluarkan dengan harga yang sangat tinggi, namun para konsumen tetap membeli karena masalah bisnis property di Bali memang sangat lancar," ujarnya.
Ia mengaku biasanya membeli barang sekali dalam sebulan dan setiap berbelanja sudah pasti ada harga barang yang harganya naik terutama semen.
Seperti bulan lalu harganya masih berkisaran antara Rp 51.000/50kg (1 sak) sampai Rp 52.000/50kg, namun sekarang meningkat menjadi Rp 54.000/50kg dan diperkirakan bulan depan harga semen akan terus meningkat.
Sedangkan harga bahan bangunan yang lain masih terbilang setabil, seperti harga cat merek enco masih berkisaran Rp 52.000/kg, harga kramik lantai Rp 44.000/dus, besi dengan ukuran 10mm berharga Rp 60.000/batang, harga besi berukuran 8mm berharga Rp.40.000/batang, dan harga seng masih berkisaran Rp 40.000/lembar.
"Perkiraan harga bahan bangunan ke depannya akan terus semakin mahal seiring semakin mahalnya harga bangunan property atau perumahan, namun tetap `laris manis` diburu konsumen.
Menurut dia, biarpun berbisnis yang bertujuan untuk mendapatkan untung sebanyak-banyaknya setidaknya cara-cara yang merugikan masyarakat luas mestinya dihindari, seperti dengan menimbun beberapa ton semen untuk di jual pada saat semen sudah menjadi mahal.
"Hal seperti ini tentu saja akan merugikan masyarakat luas karena harus memikul beban biaya bahan bangunan yang tinggi," demikian Susilawati. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Bisnis property yang terus menggeliat secara langsung berdampak terhadap kelancaran bisnis bahan bangunan bahkan tidak jarang terjadi kelangkaan bahan bangunan karena tingginya permintaan, " ujar pengusaha bahan bangunan Made Susilawati di Denpasar, Sabtu.
Ia menjelaskan, tingkat kebutuhan bahan bangunan yang cukup tinggi, tidak jarang dijadikan ajang spekulasi bagi pedagang-pedagang bahan bangunan bersekala besar yang dengan sengaja menimbun barang dagangannya pada saat barang tersebut lagi laris-larisnya dicari konsumen.
"Namun pada saat terjadi kelangkaan barang baru dikeluarkan dengan harga yang sangat tinggi, namun para konsumen tetap membeli karena masalah bisnis property di Bali memang sangat lancar," ujarnya.
Ia mengaku biasanya membeli barang sekali dalam sebulan dan setiap berbelanja sudah pasti ada harga barang yang harganya naik terutama semen.
Seperti bulan lalu harganya masih berkisaran antara Rp 51.000/50kg (1 sak) sampai Rp 52.000/50kg, namun sekarang meningkat menjadi Rp 54.000/50kg dan diperkirakan bulan depan harga semen akan terus meningkat.
Sedangkan harga bahan bangunan yang lain masih terbilang setabil, seperti harga cat merek enco masih berkisaran Rp 52.000/kg, harga kramik lantai Rp 44.000/dus, besi dengan ukuran 10mm berharga Rp 60.000/batang, harga besi berukuran 8mm berharga Rp.40.000/batang, dan harga seng masih berkisaran Rp 40.000/lembar.
"Perkiraan harga bahan bangunan ke depannya akan terus semakin mahal seiring semakin mahalnya harga bangunan property atau perumahan, namun tetap `laris manis` diburu konsumen.
Menurut dia, biarpun berbisnis yang bertujuan untuk mendapatkan untung sebanyak-banyaknya setidaknya cara-cara yang merugikan masyarakat luas mestinya dihindari, seperti dengan menimbun beberapa ton semen untuk di jual pada saat semen sudah menjadi mahal.
"Hal seperti ini tentu saja akan merugikan masyarakat luas karena harus memikul beban biaya bahan bangunan yang tinggi," demikian Susilawati. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014