Jakarta (Antara Bali) - Kekurangan energi dalam negeri yang ditutupi dengan impor minyak merupakan kesalahan manajemen energi yang harus diperbaiki oleh pemerintahan baru.
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Tumiran di Jakarta, Kamis, mengatakan kesalahan manajemen dalam mengelola energi terjadi di Tanah Air sehingga energi seperti gas justru masih mengalir keluar negeri, padahal dibutuhkan di dalam negeri.
"Harus ada yang memperbaiki kesalahan manajemen energi di sini. Kita tunggu presiden yang baru," kata Tumiran.
Ketersediaan listrik kurang dari 40 gigawat (GW) untuk lebih 240 juta jiwa tidak akan membawa Indonesia mampu bersaing dengan Singapura atau Malaysia. Industri hilir, lanjutnya, tidak akan berkembang di Tanah Air yang artinya tidak ada lapangan kerja baru yang terbuka.
"Bayangkan bagaimana Sumatera bisa disuruh bersaing dengan Malaysia kalau listriknya hanya dikasih lima gigawat," kata Tumiran.
Berbeda dengan Jepang dan Korea Selatan yang mengimpor bahan bakar untuk memberikan nilai tambah suatu produk sehingga berujung pada peningkatan devisa negara, menurut dia, Indonesia justru mengimpor energi hanya untuk konsumsi.
Karena itu, ia mengatakan agar pemimpin mendatang harus mampu berpikir jangka panjang, tidak lagi menggunakan energi untuk sekedar konsumsi sehingga tidak membuka lapangan kerja dan meningkatkan devisa. Dan tidak lagi mengekspor batubara dan gas saat di dalam negeri masih kekurangan energi.
"Weekend tidak jual BBM bersubsidi ini jelas berpikir pendek tidak secara akademik, ini terlihat sekali kebijakan panik," ujar dia.
Tumiran mengatakan sumber daya alam Indonesia begitu beragam dan besar namun sama sekali belum diolah secara maksimal sehingga mampu menyokong keamanan energi nasional. (ADT)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Tumiran di Jakarta, Kamis, mengatakan kesalahan manajemen dalam mengelola energi terjadi di Tanah Air sehingga energi seperti gas justru masih mengalir keluar negeri, padahal dibutuhkan di dalam negeri.
"Harus ada yang memperbaiki kesalahan manajemen energi di sini. Kita tunggu presiden yang baru," kata Tumiran.
Ketersediaan listrik kurang dari 40 gigawat (GW) untuk lebih 240 juta jiwa tidak akan membawa Indonesia mampu bersaing dengan Singapura atau Malaysia. Industri hilir, lanjutnya, tidak akan berkembang di Tanah Air yang artinya tidak ada lapangan kerja baru yang terbuka.
"Bayangkan bagaimana Sumatera bisa disuruh bersaing dengan Malaysia kalau listriknya hanya dikasih lima gigawat," kata Tumiran.
Berbeda dengan Jepang dan Korea Selatan yang mengimpor bahan bakar untuk memberikan nilai tambah suatu produk sehingga berujung pada peningkatan devisa negara, menurut dia, Indonesia justru mengimpor energi hanya untuk konsumsi.
Karena itu, ia mengatakan agar pemimpin mendatang harus mampu berpikir jangka panjang, tidak lagi menggunakan energi untuk sekedar konsumsi sehingga tidak membuka lapangan kerja dan meningkatkan devisa. Dan tidak lagi mengekspor batubara dan gas saat di dalam negeri masih kekurangan energi.
"Weekend tidak jual BBM bersubsidi ini jelas berpikir pendek tidak secara akademik, ini terlihat sekali kebijakan panik," ujar dia.
Tumiran mengatakan sumber daya alam Indonesia begitu beragam dan besar namun sama sekali belum diolah secara maksimal sehingga mampu menyokong keamanan energi nasional. (ADT)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014