Tabanan (Antara Bali) - Gubernur Bali Made Mangku Pastika memberikan apresiasi kepada warga Desa Pekraman Ole, Desa Marga Dauh Puri, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan, yang secara swadaya membangun monumen perjuangan I Gusti Ngurah Rai di Pelataran Pura Dalem Base setempat.

"Pembangunan monumen ini mengingatkan kita tentang apa yang pernah terjadi di tempat suci ini 68 tahun silam, tepatnya 19 Nopember 1946, sehari sebelum Perang Puputan Margarana," katanya dalam sambutan tertulis yang dibacakan Kepala Dinas Sosial setempat, Drs. Nyoman Wenten di Desa Adat Ole, 25 km barat laut Denpasar, Selasa.

Ia mengatakan hal itu pada acara peresmian monumen I Gusti Ngurah Rai bersama empat pembantunya yang terdiri atas Kapten I Gusti Bagus Sugianyar, Mayor I Gusti Putu Wisnu, Kapten Gusti Wayan Debes dan Wagimin dengan tinggi masing-masing 230 sentimeter.

Pembangunan monumen diharapkan mampu mewariskan semangat dan nilai-nilai patriotisme dari I Gusti Ngurah Rai beserta pasukannya kepada generasi penerus bangsa.

Selain itu juga dimaksudkan sebagai media yang akan menceritakan kepada generasi penerus tentang peristiwa yang pernah terjadi.

Gubernur Pastika menilai sejarah mempunyai arti penting bagi kehidupan manusia, seperti yang diungkapkan Bung Karno bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang mau menghargai jasa-jasa pahlawannya.

"Sejarah bukanlah sekedar romantisme atau kenangan masa lalu, namun justru dari sejarah itulah dapat belajar untuk menemukan kembali nilai-nilai masa lalu yang dapat dijadikan pedoman untuk menghadapi masa depan," katanya.

Peristiwa bersejarah yang terjadi pada masa lalu dapat berimplikasi terhadap kehidupan bangsa dan negara.

Di tengah bangkitnya semangat rakyat Bali mempertahankan kemerdekaan RI, tentara Sekutu dengan membonceng NICA mendarat di Bali tidak mengakui kemerdekaan Indonesia.

Dengan sikap provokatif pasukan Sekutu menangkap pimpinan pemerintahan RI yang mengakibatkan kemarahan di kalangan pemuda pejuang daerah Bali.

Masyarakat Bali memberikan perlawanan terhadap keinginan Belanda untuk menguasai daerah Bali. Di bawah kepemimpinan I Gusti Ngurah Rai para pejuang membentuk Markas Besar Umum Dewan Perjuangan Republik Indonesia Sunda Kecil (MBU DPRI SK).

Akibat terbatasnya persenjataan yang dimiliki para pemuda pejuang daerah Bali melakukan perang geriliya. Mereka bergerak dari desa yang satu ke desa lainnya yang mendukung perjuangan para pemuda hingga akhirnya bermarkas di Desa Marga, Tabanan.

Dipilihnya Desa Marga tidak lepas dari pertimbangan bahwa rakyat Marga sangat mendukung perjuangan, di samping pertimbangan teknis militer lainnya. Selama bermarkas di Marga termasuk di Banjar Ole, I Gusti Ngurah Rai selaku pucuk pimpinan MBU sering mengajak pasukannya ke Pura Dalem Base Ole melakukan persembahyangan maupun pertemuan.

Rupanya pasukan Belanda mengetahui keberadaan pasukan yang dipimpin I Gusti Ngurah Rai di Banjar Ole dan untuk menghindari penduduk desa tidak menjadi korban, Ngurah Rai memerintahkan pasukan induk bergerak menuju persawahan Subak Uma Kaang, 300 meter arah utara Banjar Ole.

Keesokan harinya 20 Nopember 1946 terjadi perang Puputan dan I Gusti Ngurah Rai beserta pasukannya Ciung Wanara gugur sebagai Kusuma Bangsa, ujar Gubernur Pastika. (WDY)

Pewarta: Oleh I Ketut Sutika

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014