Denpasar (Antara Bali) - Bentara Budaya Bali (BBB) lembaga kebudayaan nirlaba Kompas-Gramedia menggelar diskusi dan timbang buku mengulas topik "Meninjau Muasal Kekerasan Rasial di Indonesia".

Diskusi menampilkan dua pembicara dari Universitas Udayana, yakni Dr. I Putu Gde Suwitha, S.U. dan Dr. I Nyoman Dhana M.A., kata staf BBB Juwitta Lasut yang menata kegiatan tersebut di Denpasar, Minggu.

Ia mengatakan bahwa diskusi yang melibatkan berbagai elemen masyarakat itu membahas dua buku, yakni "Kekerasan Anti-Tionghoa di Indonesia 1996--1999" karya Dr. Jemma Purdey dan "Setelah Air Mata Kering" yang merupakan kompilasi tulisan mengenai kondisi kelompok masyarakat Tionghoa di Indonesia pasca-1998.

Diskusi yang akan digelar di BBB Ketewel, Kabupaten Gianyar, Minggu malam (25/5), tidak hanya membincangkan kekerasan anti-Tionghoa yang terjadi pada masa peralihan era Orde Baru ke reformasi, tetapi juga menggali akar sejarah kekerasan rasial di Indonesia sebagai bentuk refleksi untuk menumbuhkan pemahaman bersama dan kesadaran kebangsaan.

Setiap peristiwa sejarah tidak berdiri sendiri. Menurut Jemma, tragedi kekerasan rasial tahun 1998 bisa dilacak dari peristiwa-peristiwa kekerasan yang mulai merebak di Indonesia pada pertengahan tahun 1996.

Buku Jemma yang diterbitkan oleh Pustaka Larasan merangkum uraian tersebut berikut aneka penjelasan ihwal faktor penyebab yang memposisikan etnis Tionghoa (dua persen dari populasi nasional) sebagai minoritas yang secara umum memiliki keunggulan ekonomi dibandingkan mayoritas warga negara Indonesia.

Buku tersebut juga mengkritisi perihal "salah urus" negara dalam mengelola masyarakat yang multietnis beserta perbedaan-perbedaannya, termasuk upaya-upaya untuk mengembangkan sikap toleransi dan solidaritas yang lintas etnis.

Hal itu seraya mendorong upaya perbaikan kehidupan berbangsa yang lebih damai dan rukun pada masa depan. Jemma Purdey berhasil menuliskan hasil studinya tentang kekerasan anti-Tionghoa selama periode transisi sosial, politik, dan ekonomi serta masa kekacauan di Indonesia.

Karyanya dipuji oleh Wang Gungwu, profesor emeritus di Australian International University, Canberra, yang menyatakan bahwa sebuah studi sangat mendalam dan seimbang yang mencerminkan tingkat kecendekiawanan yang tinggi.

Karya Jemma akan dibandingkan dengan buku "Setelah Air Mata Kering" yang merupakan kumpulan dari beberapa makalah hasil seminar. "Sesudah Air Mata Kita Kering" yang diadakan di Jakarta pada tanggal 3 Mei 2008.

Buku diterbitkan oleh Penerbit Buku Kompas ini berisi refleksi tentang identitas dan kebudayaan etnis Tionghoa di Indonesia, upaya WNI keturunan Tionghoa menyikapi peralihan zaman serta mendulang nasionalisme pascakekerasan rasial.

Dimuat pula sejumlah kemajuan dan sumbangsih yang telah diberikan kepada Indonesia setelah 1998. Buku itu ditulis oleh I. Wibowo, Aimee Dawis, Leo Suryadinata, Abdul Syukur, Agus Setiadi, Stanley Adi Prasetyo, Agni Malagina, Assa R. Kaboel, dan Nita Madona Sulanti.

Sebagaimana tercatat dalam sejarah, pada pertengahan Mei 1998 terjadi beragam bentuk kekerasan yang bersifat rasial. Aksi anarki telah merebak di Jakarta, Solo, Medan, dan kota-kota lain di Indonesia yang ditandai dengan pembakaran aneka bangunan dan properti, terutama milik warga negara Indonesia keturunan Tionghoa.

Selama aksi kekerasan massa tersebut, sekitar 1.000 pribumi kelompok miskin kota menjadi korban kebakaran, terjebak di pusat-pusat perbelajaan lantaran terdorong untuk menjarah.

Di sisi lain, berbagai laporan mencatat, perempuan Indonesia keturunan Tionghoa menjadi korban perkosaan massal di jalan-jalan maupun di rumah kediaman mereka sendiri.

Beberapa tahun kemudian, para korban dari kelompok miskin kota dan warga Tionghoa Indonesia tersebut masih berjuang mencari keadilan dan menuntut kompensasi sekaligus jaminan keamanan yang lebih nyata di negara yang mereka anggap sebagai rumah dan tanah airnya sendiri.

Doktor I Putu Gede Suwitha, S.U., menamatkan Bakloreat (BA) tahun 1979 di Universitas Udayana, S-1 tahun 1981 di Universitas Gadjah Mada, dan S-2 tahun 1988 di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Pada tahun 1991 sebagai visiting fellow di Departmen Anthropology, Australia National University, Australia. (WDY)

Pewarta: Oleh I Ketut Sutika

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014