Jakarta (Antara Bali) - Direktur Pascapanen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Pending Dadih Permana menilai target rasional produktivitas singkong di tingkat petani adalah sekitar 40-60 ton/hektar.
"Di tingkat petani, target rasional yang bisa dicapai 40-60 ton per hektar," kata Dadih di sela-sela diskusi yang bertajuk Roundtable Singkong di Jakarta, Rabu.
Namun, Dadih mengakui target tersebut masih jauh dari angka produktivitas yang baru tercapai rata-rata 18,7-19 ton/hektar.
"Idealnya masih jauh sekali," katanya.
Kendati demikian, dia menyebutkan, ada beberapa di tingkatan industri kecil yang produktivitasnya mencapai 120 ton/hektar.
"Paling tidak, mendekati potensi genetik sekarang kan singkong sudah ditetapkan menjadi komoditas strategis yang akan diakselerasi, jadi diharapkan bisa meningkat," katanya.
Berdasarkan data sementara Badan Pusat Statistik pada 2013, luas panen singkong seluas 1,6 juta hektar, produktivitas 224,49 kuital per hektar dan produksi 23 juta ton.
Jika dirata-rata dari 2009, produkvitas naik 4,64 persen, produksi naik 2,04 persen, tetapi luas panen mengalami penurunan 2,48 persen.
Dadih menjelaskan penyebab penurunan luas panen, di antaranya alih komoditas yang lebih menguntungkan seperti tebu, sawit dan hortikultura, harga kurang menarik saat panen serta industri olahan ubi kayu belum merata di sentra produksi, sehingga petani kesulitan pemasaran.
"Petani singkong relatif miskin, berada pada kawasan marjinal, jadi diajak bercocok tanam dengan teknologi juga sulit, mengubah pola pikir butuh waktu," katanya.
Dadih mengatakan berbagai kendala juga terjadi di daerah-daerah, salah satunya terkait alokasi APBD untuk pembiayaan pertanian.
Dalam kesempatan sama, Konsultan Senior dan Penemu Pembuat Tepung Singkong Modifikasi (Mocaf) Ahmad Subagio mengatakan produktivitas singkong tertinggi jika dibandingkan dengan bahan pangan lain, yakni mencapai 195 kuintal/hektar dibandingkan beras 49,44 kuintal/hektar dan jagung 44,52 kuintal/hektar.
Dosen Universitas Jember itu menyarankan kepada pemerintah untuk meningkatkan produktivitas dengan cara penyediaan bibit, subsidi pupuk organik dan pengadaan peralatan pengolahan tanah bersama.
"Untuk menentramkan petani singkong, pemerintah perlu memberikan financial support seperti pada petani tebu dan jaminan pasar," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Di tingkat petani, target rasional yang bisa dicapai 40-60 ton per hektar," kata Dadih di sela-sela diskusi yang bertajuk Roundtable Singkong di Jakarta, Rabu.
Namun, Dadih mengakui target tersebut masih jauh dari angka produktivitas yang baru tercapai rata-rata 18,7-19 ton/hektar.
"Idealnya masih jauh sekali," katanya.
Kendati demikian, dia menyebutkan, ada beberapa di tingkatan industri kecil yang produktivitasnya mencapai 120 ton/hektar.
"Paling tidak, mendekati potensi genetik sekarang kan singkong sudah ditetapkan menjadi komoditas strategis yang akan diakselerasi, jadi diharapkan bisa meningkat," katanya.
Berdasarkan data sementara Badan Pusat Statistik pada 2013, luas panen singkong seluas 1,6 juta hektar, produktivitas 224,49 kuital per hektar dan produksi 23 juta ton.
Jika dirata-rata dari 2009, produkvitas naik 4,64 persen, produksi naik 2,04 persen, tetapi luas panen mengalami penurunan 2,48 persen.
Dadih menjelaskan penyebab penurunan luas panen, di antaranya alih komoditas yang lebih menguntungkan seperti tebu, sawit dan hortikultura, harga kurang menarik saat panen serta industri olahan ubi kayu belum merata di sentra produksi, sehingga petani kesulitan pemasaran.
"Petani singkong relatif miskin, berada pada kawasan marjinal, jadi diajak bercocok tanam dengan teknologi juga sulit, mengubah pola pikir butuh waktu," katanya.
Dadih mengatakan berbagai kendala juga terjadi di daerah-daerah, salah satunya terkait alokasi APBD untuk pembiayaan pertanian.
Dalam kesempatan sama, Konsultan Senior dan Penemu Pembuat Tepung Singkong Modifikasi (Mocaf) Ahmad Subagio mengatakan produktivitas singkong tertinggi jika dibandingkan dengan bahan pangan lain, yakni mencapai 195 kuintal/hektar dibandingkan beras 49,44 kuintal/hektar dan jagung 44,52 kuintal/hektar.
Dosen Universitas Jember itu menyarankan kepada pemerintah untuk meningkatkan produktivitas dengan cara penyediaan bibit, subsidi pupuk organik dan pengadaan peralatan pengolahan tanah bersama.
"Untuk menentramkan petani singkong, pemerintah perlu memberikan financial support seperti pada petani tebu dan jaminan pasar," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014