Banjarmasin (Antara Bali) - Anggota komisi IV DPR-RI Habib Nabiel Fuad Almusawa meminta
pemerintah atau Kementerian Perdagangan Republik Indonesia membuktikan
bahwa Harga Patokan Pemerintah (HPP) gula menguntungkan petani tebu.
"Buktikan HPP gula sebesar Rp8.250/Kg bisa membuat petani untung," katanya dalam keterangan pers kepada wartawan di Banjarmasin, Minggu.
Legislator asal daerah pemilihan (dapil) Kalimantan Selatan itu mengingatkan pemerintah, agar penghitungan tersebut jangan hanya di atas kertas, tapi buktikan di lapangan.
Permintaan alumnus Instirut Pertanian Bogor (IPB) Jawa Barat (Jabar) itu berkaitan dengan pengumuman HPP gula oleh Menteri Perdagangan (Mendag), yang kemudian ditantang asosiasi petani tebu.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengungkapkan, penentuan HPP gula tersebut didapat dari penghitungan bahwa rata-rata Biaya Pokok Produksi (BPP) gula nasional Rp7.892/Kg.
"Kemudian ditambahkan dengan keuntungan untuk petnai sebesar Rp350/Kg, maka Kementerian Perdagangan (Kemendag) menetapkan HPP gula untuk musim giling tahun 2014 Rp8.250/Kg," ungkapnya.
"Namun Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) menyanggah penghitungan yang menjadi dasar untuk menetapkan HPP gula tersebut," lanjut wakil rakyat yang menyandang gelar insinyur dan magister bidang pertanian itu.
Ia menambahkan, APTRI menilai dasar yang digunakan Kemendag dalam penetapan HPP, yakni rendemen sebesar 8,07 persen adalah perhitungan yang salah. Karena menurut APTRI rata-rata rendemen tebu di Indonesia hanya sekitar tujuh persen.
"APTRI meminta, pemerintah membuktikan bahwa rendemen rata-rata bisa mencapai 8,07 persen. Yakinkan dan bantu petani agar bisa mencapai angka rendemen tersebut," tandasnya.
Tahun 2001 saja, menurut politisi PKS yang cukup "vokal" itu, rendemen gula Indonesia hanya 6,18 persen. "Dulu zaman Tebu Intensifikasi Rakyat (TIR) rendemen tebu kita bisa di atas 10 persen," lanjutnya.
Menurut dia, kalau tidak sanggup membuktikan atau meningkatkan rendemen, maka revisi saja angka HPP tersebut.
"Intinya, petani harus untung, agar mereka tetap bersemangat menanam tebu dan tidak mengalihfungsikankan lahannya ke peruntukan lain," ujarnya.
Habib Nabiel juga menegur Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (Meneg BUMN) Dahlan Iskan agar merapikan PTPN-PTPN Tebu/Gula agar rendemen bisa dinaikkan.
"Menteri BUMN harus instruksikan kepada semua pabrik gula di bawah PTPN agar penghitungan rendemen lebih transparan dan akurat, sehingga petani ter insentif untuk semangat menanam tebu, jangan cuma sindir sana-sini," demikian Nabiel.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Buktikan HPP gula sebesar Rp8.250/Kg bisa membuat petani untung," katanya dalam keterangan pers kepada wartawan di Banjarmasin, Minggu.
Legislator asal daerah pemilihan (dapil) Kalimantan Selatan itu mengingatkan pemerintah, agar penghitungan tersebut jangan hanya di atas kertas, tapi buktikan di lapangan.
Permintaan alumnus Instirut Pertanian Bogor (IPB) Jawa Barat (Jabar) itu berkaitan dengan pengumuman HPP gula oleh Menteri Perdagangan (Mendag), yang kemudian ditantang asosiasi petani tebu.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengungkapkan, penentuan HPP gula tersebut didapat dari penghitungan bahwa rata-rata Biaya Pokok Produksi (BPP) gula nasional Rp7.892/Kg.
"Kemudian ditambahkan dengan keuntungan untuk petnai sebesar Rp350/Kg, maka Kementerian Perdagangan (Kemendag) menetapkan HPP gula untuk musim giling tahun 2014 Rp8.250/Kg," ungkapnya.
"Namun Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) menyanggah penghitungan yang menjadi dasar untuk menetapkan HPP gula tersebut," lanjut wakil rakyat yang menyandang gelar insinyur dan magister bidang pertanian itu.
Ia menambahkan, APTRI menilai dasar yang digunakan Kemendag dalam penetapan HPP, yakni rendemen sebesar 8,07 persen adalah perhitungan yang salah. Karena menurut APTRI rata-rata rendemen tebu di Indonesia hanya sekitar tujuh persen.
"APTRI meminta, pemerintah membuktikan bahwa rendemen rata-rata bisa mencapai 8,07 persen. Yakinkan dan bantu petani agar bisa mencapai angka rendemen tersebut," tandasnya.
Tahun 2001 saja, menurut politisi PKS yang cukup "vokal" itu, rendemen gula Indonesia hanya 6,18 persen. "Dulu zaman Tebu Intensifikasi Rakyat (TIR) rendemen tebu kita bisa di atas 10 persen," lanjutnya.
Menurut dia, kalau tidak sanggup membuktikan atau meningkatkan rendemen, maka revisi saja angka HPP tersebut.
"Intinya, petani harus untung, agar mereka tetap bersemangat menanam tebu dan tidak mengalihfungsikankan lahannya ke peruntukan lain," ujarnya.
Habib Nabiel juga menegur Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (Meneg BUMN) Dahlan Iskan agar merapikan PTPN-PTPN Tebu/Gula agar rendemen bisa dinaikkan.
"Menteri BUMN harus instruksikan kepada semua pabrik gula di bawah PTPN agar penghitungan rendemen lebih transparan dan akurat, sehingga petani ter insentif untuk semangat menanam tebu, jangan cuma sindir sana-sini," demikian Nabiel.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014