Perkampungan seniman Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali, dalam perkembangannya kini menjadi satu "desa dunia", tempat masyarakat dari berbagai ras di belahan dunia bertemu untuk merengguk keindahan dan tradisi seni dan budaya masyarakat setempat.

Lingkungan yang lestari, air jernih mengalir gemercik di Sungai Campuhan yang membelah kawasan itu di kiri-kanannya ditumbuhi pepohonan yang menghijau, ditakdirkan oleh Tuhan sebagai tempat penuh kegemilangan.

Wilayahnya tidak begitu luas, karena dulunya hanyalah sebuah kerajaan kecil, dikitari sawah menghijau dan memiliki pesona desa yang indah.

Ubud telah dikenal masyarakat internasional merupakan sebuah anugerah dan berkah yang dapat memberikan kehidupan dan kesejahteraan kepada masyarakat setempat.

Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) melalui berbagai kegiatan yang digelar sejak sebelas tahun silam ingin menopang kepopuleran Ubud di kancah internasional, sehingga tetap dikenal, dicintai dan disenangi masyarakat mancanegara, Pendiri dan Direktur UWRF, Janet De Neefe.

UWRF 2014, festival sastra internasional terbesar di Indonesia kembali akan digelar selama sepekan, 1-5 Oktober 2014 akan dihadiri 15 penulis yang terpilih dari berbagai daerah di Indonesia.

Selain itu juga melibatkan sekitar 100 penulis asing dari 20 negara di belahan dunia. Karya 15 penulis Indonesia yang terpilih akan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan diterbitkan dalam antologi dwi-bahasa festival. Sejak 2008, UWRF telah menerbitkan enam buku antologi dwi-bahasa.

Seluruh proses kurasi dan partisipasi penulis Indonesia didanai bersama oleh UWRF dan HIVOS, lembaga funding internasional yang berbasis di Belanda.

"Untuk menjamin transparansi dan objektifitas proses kurasi, UWRF selalu mempercayakan kepada Dewan Kurator yang anggotanya dipilih dari penulis dan akademisi yang berintegritas. Keanggotaan dewan kurator juga selalu diganti setiap tahunnya," ujar Manajer Umum UWRF, Kadek Purnami.

UWRF 2014 merupakan festival yang kesebelas kalinya dan akan mengangkat tema Saraswati : Pengetahuan dan Kebijaksanaan.

Seleksi Ketat

Janet De Neefe menjelaskan, ke-15 penulis yang terpilih dalam UWRF kali ini merupakan hasil seleksi yang sangat ketat oleh tim juri.

Ke-15 penulis yang terpilih itu merupakan hasil seleksi dari 529 penulis berasal dari 125 kota di 27 provinsi yang mengirimkan karya sastranya ke panitia.

Pihaknya memberikan apresiasi yang besar terhadap hasil proses kurasi yang mencerminkan betapa besarnya potensi penulis muda Indonesia di berbagai belahan nusantara.

Ke-15 penulis tersebut meliputi Raisa (Yogyakarta), Absurditas Malka (Bandung), Bambang Kariyawan Ys (Pekanbaru), Bunyamin Fasya (Bandung), Dias Novita Wuri (Tangerang), Erni Aladjai (Makassar), Fadel Ilahi El-Dimisky (Probolinggo), Faisal Oddang (Makassar) dan Ishack Sonlay (Kupang).

Selain itu juga Maggie Tiojakin (Jakarta), Ninda Daianti (Jakarta), Regi Sastra Sena (Sukabumi), Rio Fitra SY (Padang), S Metron Masdison (Padang), dan Sulfiza Ariska (Yogyakarta).

Penetapan penulis tersebut dilakukan oleh Dewan Kurator UWRF 2014 dalam sidangnya di Ubud, Bali awal minggu ini.

Dewan Kurator UWRF 2014 terdiri dari Ahmad Fuadi, sastrawan Indonesia yang novel-nya Negeri 5 Menara menjadi best-seller, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris serta telah difilmkan.

Selain itu Debra Yatim, penyair yang juga aktivis hak perempuan, serta Ketut Yuliarsa, penyair, pemusik, dan penulis naskah yang bermukim di Ubud dan Australia.

Ahmad Fuadi mengaku mengalami kekagetan yang menyenangkan saat membaca karya-karya para penulis yang mengikuti proses seleksi.

"Ada begitu banyak karya-karya bagus dari penulis yang bukan dari daerah-daerah yang selama ini dikenal sebagai pusat sastra Indonesia, tetapi dari daerah-daerah pinggiran. Dan karya-karya ini tampil dengan bahasa yang berotot, namun mampu bergulat dan bersaing dengan karya-karya dari pusat," ujarnya.

Debra Yatim menyatakan proses seleksi ini membuktikan anggapan bahwa masyarakat Indonesia bukan masyarakat pembaca tidak seluruhnya benar.

"Tiap tahun proses seleksi UWRF selalu diikuti oleh ratusan penulis. Darimana datangnya penulis ini kalau bukan dari tengah-tengah masyarakat pembaca yang aktif," ujarnya.

Sedangkan Ketut Yuliarsa memuji kemampuan para penulis muda untuk menampilkan muatan-muatan lokal dari kekayaan tradisi mereka masing-masing secara jernih dan menarik.

UWRF pertama kali digelar 2003 atau sebelas tahun yang silam sebagai respon kultural terhadap tragedi Bom Bali 2002 yang merenggut 202 korban jiwa dan ratusan lainnya mengalami luka-luka akibat tragedi kemanusiaan itu.

UWRF kini berkembang menjadi perhelatan kesusastraan internasional terbesar di kawasan ASEAN dan telah diakui sebagai salah satu dari enam ajang kesusastraan terbaik di dunia. (WDY)

Pewarta: Oleh I Ketut Sutika

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014