Gunung Kidul
(Antara Bali) - Calon anggota legislatif daerah pemilihan V dari Partai
Golongan Karya Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta,
Margiyo menarik kembali semua bantuan yang diberikan kepada masyarakat
selama kampanye Pemilu 2014.
"Ini sebagai pembelajaran politik kepada masyarakat. Seharusnya masyarakat konsisten dalam mendukung calon anggota legislatif," kata Margiyo di Gunung Kidul, Selasa.
Ia mengatakan pada masa kampanye, masyarakat datang ke rumahnya untuk minta bantuan material hingga dibuatkan bangunan dusun. Mereka berjanji akan memilih dirinya saat pencoblosan. Dukungan mereka dituangkan dalam surat perjanjian, apabila perolehan suara di masing-masing dusun tidak mencapai 60 persen pemilih, maka bantuan tersebut dikembalikan.
"Ini bukan politik uang. Bantuan ini kesepakatan. Selama ini saya jarang meminta untuk didukung tetapi sebagian besar masyarakat yang diwakili dukuh dan perangkatnya datang ke rumah untuk meminta dibantu dalam pembangunan," kata Margiyo.
Dia mengatakan bantuan tersebut tersebar di Padukuhan Karanggunung, Krambilsawit, Saptosari belum lama ini. Sebelum coblosan, pihaknya tidak ada niat memberi keramik kepada warga sebagai imbal balik suara.
"Namun setelah rekapitulasi ternyata perolehan suara tidak sesuai, saya langsung meminta agar keramik dikembalikan," kata dia.
Keramik dengan total 600 meter persegi yang belum sempat dipasang ditarik dan disimpannya di rumahnya.
Selain itu di pedukuhan lainnya, ada kepala dukuh yang meminta dibantu membangun sebuah balai. Dia pun menyanggupinya, namun perolehan suara tidak maksimal. Selain itu meminta kembali kursi untuk balai padukuhan.
"Membangun balai padukuhan saya menghabiskan dana Rp8 juta dan mereka hanya mampu mengembalikan Rp6 juta ya tidak apa-apa," kata dia.
Selain bentuk fisik, Margiyo mengaku memberikan bantuan mengadakan wayang kulit. "Saya sudah habis Rp13 juta untuk membantu masyarakat mengadakan wayang kulit, tapi hanya memperoleh 56 suara," katanya.
Ia mengakui selama kampanye ini, dirinya menghabiskan dana kampanye Rp270 juta, dana kampanye yang kembali hanya Rp30 juta.
Mantan Politisi Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN) ini mengaku memilih untuk tidak melakukan politik uang karena ingin melihat komitmen rakyat untuk mendukung maju sebagai wakil rakyat.
"Sebenarnya sebelum pencoblosan saya mendapat telepon dari warga untuk meminta uang sebesar Rp50 ribuan, tetapi saya memilih untuk tidak melakukannya," kata dia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Ini sebagai pembelajaran politik kepada masyarakat. Seharusnya masyarakat konsisten dalam mendukung calon anggota legislatif," kata Margiyo di Gunung Kidul, Selasa.
Ia mengatakan pada masa kampanye, masyarakat datang ke rumahnya untuk minta bantuan material hingga dibuatkan bangunan dusun. Mereka berjanji akan memilih dirinya saat pencoblosan. Dukungan mereka dituangkan dalam surat perjanjian, apabila perolehan suara di masing-masing dusun tidak mencapai 60 persen pemilih, maka bantuan tersebut dikembalikan.
"Ini bukan politik uang. Bantuan ini kesepakatan. Selama ini saya jarang meminta untuk didukung tetapi sebagian besar masyarakat yang diwakili dukuh dan perangkatnya datang ke rumah untuk meminta dibantu dalam pembangunan," kata Margiyo.
Dia mengatakan bantuan tersebut tersebar di Padukuhan Karanggunung, Krambilsawit, Saptosari belum lama ini. Sebelum coblosan, pihaknya tidak ada niat memberi keramik kepada warga sebagai imbal balik suara.
"Namun setelah rekapitulasi ternyata perolehan suara tidak sesuai, saya langsung meminta agar keramik dikembalikan," kata dia.
Keramik dengan total 600 meter persegi yang belum sempat dipasang ditarik dan disimpannya di rumahnya.
Selain itu di pedukuhan lainnya, ada kepala dukuh yang meminta dibantu membangun sebuah balai. Dia pun menyanggupinya, namun perolehan suara tidak maksimal. Selain itu meminta kembali kursi untuk balai padukuhan.
"Membangun balai padukuhan saya menghabiskan dana Rp8 juta dan mereka hanya mampu mengembalikan Rp6 juta ya tidak apa-apa," kata dia.
Selain bentuk fisik, Margiyo mengaku memberikan bantuan mengadakan wayang kulit. "Saya sudah habis Rp13 juta untuk membantu masyarakat mengadakan wayang kulit, tapi hanya memperoleh 56 suara," katanya.
Ia mengakui selama kampanye ini, dirinya menghabiskan dana kampanye Rp270 juta, dana kampanye yang kembali hanya Rp30 juta.
Mantan Politisi Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN) ini mengaku memilih untuk tidak melakukan politik uang karena ingin melihat komitmen rakyat untuk mendukung maju sebagai wakil rakyat.
"Sebenarnya sebelum pencoblosan saya mendapat telepon dari warga untuk meminta uang sebesar Rp50 ribuan, tetapi saya memilih untuk tidak melakukannya," kata dia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014