Leluhur orang Bali ketika hendak membuat lubang untuk menanam pohon kelapa selalu mengajak seluruh anak-anaknya bertujuan agar mereka nantinya dapat melestarikan lingkungan.

Tradisi yang diwarisi hingga sekarang itu konon pohon kelapa yang ditanam itu kelak tumbuh subur, kuat dan berbuah lebat. Kearifan lokal itu disertai dengan memberi contoh lewat perilaku menancapkan ranting muda di atas batang pohon yang baru ditebang.

Pohon yang ditebang untuk keperluan membangun rumah atau bangunan fisik lainnya sengaja dipilih yang telah berumur belasan tahun bahkan ratusan tahun agar kualitasnya terjamin.

Perilaku menancapkan ranting di atas bekas pohon yang telah ditebang itu mengingatkan anak-anaknya untuk selalu menanam pohon baru sebagai pengganti pohon yang ditebang, sehingga kelestarian lingkungan Pulau Dewata terjamin sepanjang masa, tutur Direktur Program Doktor Ilmu Agama Pascasarjana Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar, Dr. I Ketut Sumadi.

Pria kelahiran Batuyang, Kabupaten Gianyar, tahun 1962 atau 52 tahun yang silam itu mengingatkan, perilaku yang demikian itu sangat penting karena alam dan potensi lingkungan dimanfaatkan sebagai pendukung kehidupan masyarakat Pulau Dewata.

Sumber daya alam, termasuk kelestarian lingkungan, manusia dan budaya Bali merupakan satu-kesatuan yang saling terkait dan ketergantungan satu sama lainnya hingga mampu mengantarkan Bali sebagai daerah tujuan wisata utama di Indonesia.

Upaya pelestarian, revitalisasi sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA) termasuk budaya akan terjamin, jika seluruh komponen berada dalam hubungan yang harmonis sesuai konsep Tri Hita Karana, yakni hubungan yang harmonis dan serasi sesama umat manusia, manusia dengan lingkungan dan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.

Sebaliknya jika aktivitas pembangunan tidak terkendali menyebabkan kerusakan sumber daya alam (SDA), sehingga berpengaruh pula terhadap daya dukung yang pada akhirnya memengaruhi eksistensi manusia dan budayanya, alumnus S-3 Kajian Budaya Universitas Udayana.

Berbagai potensi alam Bali selama ini telah mampu memberikan kesejukan, rileksasi, ketenteraman dan kenyamanan, sehingga mendapat berbagai julukan, sesuai kesan yang dirasakan oleh wisatawan saat berliburan ke Bali.

Aktivitas petani berjalan secara alami. Hamparan sawah menghijau ditata secara apik oleh petani. Saluran irigasi dengan air yang mengalir jernih, di kiri-kanannya membentang areal persawahan dengan berbagai aktivitas petani.

Kegiatan petani antara lain membajak sawah menggunakan tenaga sapi, namun sejak tahun 1990 mulai berkurang, bahkan sekarang lebih banyak menggunakan alat traktor untuk mengolah lahan pertanian.

Perkumpulan (sekaa) cangkul di sawah maupun sekaa panen padi kini sudah punah karena tidak ada lagi, padahal organisasi tradisional itu sebenarnya merupakan salah satu daya tarik wisatawan berkunjung ke Bali, di samping keindahan panorama alam dan seni budaya.

Aktivitas pertanian tetap mempunyai peran strategis, selain untuk memenuhi kebutuhan pangan juga aktivitas pelestarian terhadap sda dan budaya. Petani memelihara tumbuhan, merawatnya sampai tumbuhan bisa memberikan manfaat berupa bahan pangan, sandang dan papan. Bahan yang paling pokok dihasilkan berupa padi, umbi-umbian dan jenis tanaman pangan lainnya.

Orang Bali sebagai salah satu bentuk penghormatan dan penghargaan terhadap semua jenis tumbuh-tumbuhan menggelar kegiatan ritual yang bertepatan dengan Tumpek Wariga atau juga disebut Tumpuk Uduh yang jatuh pada hari Sabtu, 26 April 2014.

Kegiatan ritual yang jatuh setiap 210 hari sekali itu, khusus dipersembahkan untuk tumbuh-tumbuhan, yang selama ini telah mampu memberikan manfaat dan memudahkan bagi kehidupan umat manusia maupun aneka jenis satwa lainnya.

Umat Hindu khususnya di daerah gudang beras Kabupaten Tabanan pada Hari Tumpek Uduh mempersembahkan rangkaian korban suci (upakara) yang salah satu komponennya adalah "bubuh sumsum", yakni bubur dari tepung ketan yang diberi warna hijau alami dari daun kayu sugih, ditaburi dengan parutan kelapa dan diberi gula merah.

"Tumpek Uduh, bukan hari untuk menyembah tumbuh-tumbuhan, namun hari untuk memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar melalui tumbuh-tumbuhan umat manusia bisa diberikan kemakmuran dan keselamatan terhindar dari bencana," ujar Ketut Sumadi.

Kegiatan ritual Tumpek Wariga dilakukan umat Hindu sejak pagi, siang hingga sore terhadap semua jenis tanaman di sawah, ladang maupun pekarangan, sebagai salah satu bentuk menghargai aneka jenis tumbuh-tumbuhan, yang selama ini mampu memberikan manfaat terhadap kehidupan umat manusia.

Bersahabat dengan alam

Dr. Sumadi yang juga ketua komunitas pengkajian agama, budaya, dan pariwisata itu menjelaskan, leluhur orang Bali melukiskan kehidupan yang harmonis dengan menjaga dan melestarikan lingkungan bersih serta hijau, guna mewujudkan kehidupan yang bahagia lahir bathin (Moksarham jagadhita).

Dalam salah satu kitab suci Agama Hindu Kekawin Nitisastra menyebutkan, leluhur orang Bali telah berhasil membangun kesadaran untuk melestarikan lingkungan.

Memelihara kelestarian lingkungan bagi leluhur orang Bali termasuk keturunannya hingga sekarang merupakan kewajiban suci sebagai pengamalan nilai ajaran agama. Perilaku bersahabat dengan alam, hidup nyaman dalam lingkungan yang bersih serta hijau diaplikasikan dalam pelaksanaan ritual Tumpek Bubuh (Tumpek Pengarah) yang hari ini (Sabtu, 26/4) dilakoninya.

Dengan demikian upaya mewujudkan Bali yang bersih dan hijau itu didukung konsep kategorisasi hutan yang selama ini dimiliki dan diterapkan masyarakat Bali dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Konsep yang menyangkut berbagai hal itu antara lain Sriwana, yakni kawasan hutan yang harmonis dengan daerah pemukiman, sekaligus mengatur tentang kawasan hutan yang harmonis dengan tempat suci (Tapawana) dan kawasan hutan yang harus dijaga kesuciannya sehingga tidak diganggu oleh mereka yang tidak bertanggung jawab (Mahawana ).

Upaya tersebut disertai pula dengan melakukan penghijauan dan penanaman pohon, serta meningkatkan kesadaran dan perilaku masyarakat tentang hidup bersih dan mewujudkan lingkungan sekitarnya menjadi hijau.

Bali telah dicanangkan sebagai provinsi bersih dan hijau (Bali Green Province) kearifan lokal itu perlu terus disosialisasikan di samping meningkatkan kesadaran akan perilaku bersih dan hidup sehat.

Upaya itu mulai dari membuang sampah pada tempatnya, memisahkan sampah organik dengan nonorganik, mengurangi penggunaan plastik dan melakukan pendaurulangan sampah sebagai sumber energi yang berkelanjutan.

Upaya sosialisasi itu perlu dilakukan secara terus menerus ke masyarakat serta penyuluhan kepada anak-anak pelajar, sebagai upaya mempercepat terealisasinya Bali Green Province, tutur Ketut Sumadi. (WDY)

Pewarta: Oleh I Ketut Sutika

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014