Denpasar (Antara Bali) - Pemerintah Kota Denpasar diharapkan menjadi pelopor pembangunan dan menetapkan kawasan subak abadi di Provinsi Bali, untuk menjaga kesinambungan lahan pertanian dan lahan terbuka hijau di ibu kota di Pulau Dewata ini.

"Pemkot Denpasar hingga kini masih memiliki sejumlah kawasan subak yang lestari, antara lain subak Anganbaya di Desa Penatih, Kecamatan Denpasar Timur, dan subak lainnya," kata Ketua Pusat Penelitian Subak Universitas Udayana, Prof. Dr. I Wayan Windia di Denpasar, Senin.

Ia mengharapkan Wali Kota Denpasar Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra segera menetapkan adanya kawasan subak abadi yang mampu memberikan banyak manfaat bagi kehidupan masyarakat kota.

Selain memberikan dampak ekonomi dan udara yang segar, subak abadi itu mempunyai kaitan yang erat dengan kota Denpasar yang kini menyandang predikat sebagai kota pusaka, sekaligus anggota tetap The Organizational of World Haritage City (OWHC) yang melibatkan 250 kota di dunia.

Di Indonesia hanya ada dua kota yang telah diakui sebagai anggota tetap OWHC, selain Denpasar, Bali adalah Surakarta, Jawa Tengah.

"Kota pusaka itu tidak hanya menyangkut keris dan benda-benda pusaka lainnya, namun juga seni budaya masyarakat setempat, karena subak, sistem organisasi pengairan tradisional dalam bidang pertanian yang diwarisi secara turun temurun, merupakan bagian dari unsur kebudayaan Bali," ujar Prof. Windia yang juga guru besar Fakultas Pertanian Unud.

Oleh sebab itu kebijakan Pemkot Denpasar untuk segera membangun kawasan subak abadi akan sangat mendukung kota pusaka, sekaligus merangsang dan pendorong pemerintah kabupaten di Bali untuk membangun hal yang sama.

Kawasan subak abadi bagi Bali dinilai sangat mendesak dalam upaya menyelamatkan warisan budaya bidang pertanian, termasuk subak yang kini mulai terancam akibat peralihan fungsi lahan pertanian yang tidak terkendali.

Peralihan fungsi lahan pertanian ke non pertanian merupakan ancaman yang sangat serius dalam menyediakan persediaan pangan, khususnya beras, dan hal itu tidak bisa dibiarkan berlarut-larut.

Prof. Windia mengingatkan, dengan adanya sawah-sawah abadi di masing-masing kabupaten dan kota akan mampu menghilangkan adanya kekhawatiran akan punahnya subak dapat dihindari, sekaligus kelestarian swasembada pangan tetap dapat dipertahankan.

"Berapa hektare idealnya sawah abadi di masing-masing kabupaten dan kota di Bali perlu penelitian dan pengkajian secara khusus," ujar Wayan Windia.

Ia mengingatkan, pemerintah perlu memberikan perhatian khusus maupun berbagai kemudahan terhadap petani pemilik atau penggarap sawah-sawah abadi tersebut.

Kemudahan tersebut antara lain berupa subsidi pupuk, bibit padi serta pajak bumi dan bangunan secara gratis, ujar Windia.

Berdasarkan hasil penelitian terakhir, lahan pertanian yang beralih fungsi di Bali setiap tahun mencapai 800 hektare. Kalau dalam satu kawasan subak mempunyai hamparan lahan 400 hektare berarti setiap tahunnya dua subak sirna.

Dinas Pertanian Provinsi Bali mencatat hamparan lahan sawah di Pulau Dewata seluas 84.118 hektare. "Sehingga, dengan adanya lahan pertanian yang abadi, aktivitas pertanian diharapkan berlangsung secara berkesinambungan," ujar Windia. (WDY)

Pewarta: Oleh I Ketut Sutika

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014