Denpasar (Antara Bali) - Enam penata tari, tabuh, dan narator dari Bali menggarap pementasan sendratari kolosal oratorium "Sumpah Bisma" untuk memeriahkan Dharma Santi Nasional, rangkaian Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1936 tingkat nasional di Jakarta, 25 April 2014.

"Sendratari kolosal yang diangkat dari cerita Mahabaratha akan disuguhkan di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sejumlah menteri, tokoh dan umat Hindu dari seluruh provinsi di Indonesia," kata narator (dalang) pementasan itu yang juga dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar Kadek Suartaya di Denpasar, Sabtu.

Ia mengatakan sendratari kolosal yang melibatkan sekitar 300 penari sepenuhnya ditangani oleh Sanggar Saraswati Jakarta, pimpinan I Gusti Kompyang Raka. Acara itu, akan berlangsung di Mabes TNI Cilangkap Jakarta.

"Untuk mendukung kelancaran pementasan akbar itu, mengikutserakan enam penata tabuh, tari dan dalang dari Bali," ujar Kadek Suartaya.

Suartaya, salah seorang di antara enam penata tabuh dan tari yang diundang Sanggar Saraswati Jakarta itu menjelaskan "Sumpah Bisma" yang diangkat dalam cerita sendratari kolosal itu relevan dengan kondisi politik saat ini.

"Bisma dalam cerita itu bersumpah dalam hidupnya tidak akan kawin dan tidak pula mau mewarisi tahta kerajaan, dengan harapan mampu memberikan pencerahan kepada masyarakat, khususnya politikus," ujarnya.

Makna dibalik Sumpah Bisma dalam pergelaran sendratari kolosal oratorium tersebut, katanya, mengajak politikus yang telah meraih suara dalam Pemilu Legislatif, 9 April lalu, jika terpilih menjadi wakil rakyat agar mengabdikan diri secara tulus guna memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Sebanyak enam penata tari dan tabuh dari Bali itu, akan berangkat ke Jakarta pada 22 April mendatang, lebih awal dengan harapan bisa mengadakan dua hingga tiga kali latihan, sebelum pentas, meskipun selama ini sudah dipersiapkan secara matang oleh Sanggar Saraswati.

Acara Dharma Santi tingkat nasional itu sehubungan Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1936 bagi umat Hindu yang jatuh pada 31 Maret 2014.

Saat itu, umat Hindu melaksanakan Tapa Brata Penyepian, yakni empat pantangan yang meliputi amati karya (tidak bekerja dan aktivitas lainnya), amati geni (tidak menyalakan api), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati Lelanguan (tidak mengumbar hawa nafsu, tanpa hiburan atau bersenang-senang). (WDY)

Pewarta: Oleh I Ketut Sutika

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014