Denpasar (Antara Bali) - Pengamat budaya dari Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar Dr Ketut Sumadi mengingatkan, para pemimpin Bali mampu merangkul para Bendesa desa Pekraman (adat) untuk meningkatkan pembangunan dan memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat.
"Upaya itu disertai dengan melaksanakan aktivitas religius untuk menjaga keamanan dan kenyamanan semua orang yang tinggal di Bali sesuai kearifan lokal Tri Hita Karana (THK)," kata Dr Ketut Sumadi yang juga Direktur Program Doktor Ilmu Agama Pascasarjana IHDN Denpasar, Jumat.
Ia mengingatkan, perlu adanya persamaan persepsi orang Bali, bahwa kegiatan pariwisata dan aktivitas religius sama-sama memiliki tujuan mulia, yakni untuk membangun kesejahteraan masyarakat lahir bathin.
Hal itu lebih dikenal dengan istilah berputarnya "cakra yadnya". Di tengah citra sebagai destinasi pariwisata dunia, orang Bali dan para pendatang sepatutnya membangun sikap religiusitas dengan mengamalkan nilai-nilai kearifan THK melandasi kehidupan desa adat di Pulau Dewata.
Upaya pelestarian nilai-nilai religius, seni dan budaya masyarakat Bali selama ini bisa berjalan seiring dengan pengembangan pariwisata. Sikap itu sebagai wujud menyamakan persepsi tentang identitas Bali yang telah menjadikan pariwisata sebagai bagian dari kebudayaannya.
Hal itu sejalan pula dengan Perda Bali Nomor 3 Tahun 1991, pasal 3, yang menegaskan bahwa tujuan penyelenggaraan pariwisata budaya untuk memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan, dan meningkatkan mutu objek dan daya tarik wisata.
Sumadi mengatakan, para pemimpin Bali bersama masyarakat di 1.480 desa adat mampu memutar "Cakra Yadnya" dengan memiliki kepedulian dengan eksistensi desa pakraman yang memiliki potensi alam, kearifan lokal, seni, dan budaya yang bisa menjamin kesejahteraan hidup. (ADT)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Upaya itu disertai dengan melaksanakan aktivitas religius untuk menjaga keamanan dan kenyamanan semua orang yang tinggal di Bali sesuai kearifan lokal Tri Hita Karana (THK)," kata Dr Ketut Sumadi yang juga Direktur Program Doktor Ilmu Agama Pascasarjana IHDN Denpasar, Jumat.
Ia mengingatkan, perlu adanya persamaan persepsi orang Bali, bahwa kegiatan pariwisata dan aktivitas religius sama-sama memiliki tujuan mulia, yakni untuk membangun kesejahteraan masyarakat lahir bathin.
Hal itu lebih dikenal dengan istilah berputarnya "cakra yadnya". Di tengah citra sebagai destinasi pariwisata dunia, orang Bali dan para pendatang sepatutnya membangun sikap religiusitas dengan mengamalkan nilai-nilai kearifan THK melandasi kehidupan desa adat di Pulau Dewata.
Upaya pelestarian nilai-nilai religius, seni dan budaya masyarakat Bali selama ini bisa berjalan seiring dengan pengembangan pariwisata. Sikap itu sebagai wujud menyamakan persepsi tentang identitas Bali yang telah menjadikan pariwisata sebagai bagian dari kebudayaannya.
Hal itu sejalan pula dengan Perda Bali Nomor 3 Tahun 1991, pasal 3, yang menegaskan bahwa tujuan penyelenggaraan pariwisata budaya untuk memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan, dan meningkatkan mutu objek dan daya tarik wisata.
Sumadi mengatakan, para pemimpin Bali bersama masyarakat di 1.480 desa adat mampu memutar "Cakra Yadnya" dengan memiliki kepedulian dengan eksistensi desa pakraman yang memiliki potensi alam, kearifan lokal, seni, dan budaya yang bisa menjamin kesejahteraan hidup. (ADT)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014