Nusa Dua (Antara Bali) - Pemerintah Indonesia memfasilitasi program sertifikasi produk kelautan dan perikanan negara-negara berkembang melalui konferensi perikanan dunia yang digelar Dewan Penata Layanan Kelautan (The Marine Stewardship Council/MSC) di Nusa Dua, Bali, Selasa.
"Ada 10 negara berkembang yang mengikuti konferensi ini," kata Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Saut P Hutagalung di sela-sela konferensi di Nusa Dua, Kabupaten Badung.
Ia menjelaskan sebagai lembaga ekolabel perikanan internasional di negara-negara berkembang, MSC memastikan ikan yang dipasarkan di dunia ditangkap tanpa merusak lingkungan.
"Indonesia sebagai salah satu produsen perikanan terkemuka di dunia mempunyai kepentingan yang besar terhadap sertifikasi yang mendukung kelestarian lingkungan," ujarnya.
Saut mengemukakan bahwa sertifikasi ekolabel menjadi bagian dari pemenuhan persyaratan memasuki pasar ekspor. "Sertifikasi ekolabel juga bagian dari kebijakan pemerintah yang mengarah pada pengelolaan perikanan yang lestari," katanya.
Saat ini pemerintah bekerja sama dengan MSC untuk sertifikasi produk-produk tuna, rajungan, kakap merah, dan kerapu yang menjadi penopang utama ekspor perikanan.
Pada 2013 nilai ekspor perikanan mencapai 4,2 miliar dolar AS dengan negara tujuan utama Uni Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat.
Dari jumlah itu, ikan tuna memberikan kontribusi senilai 764 juta dolar AS, rajungan 359 juta dolar AS, kakap merah 11,7 juta dolar AS, dan kerapu 29 juta dolar AS.
"Produk-produk ikan tersebut kini sedang proses memperoleh sertifikasi dari MSC," ujar Saut.
Sementara itu, Direktur MSC David Agnew menjelaskan bahwa sertifikasi itu akan memberikan nilai tambah terhadap produk perikanan di pasar global.
"Pasar global telah mempersyaratkan sertifikasi itu demi berlangsungnya sektor perikanan yang berkesinambungan dan berjangka panjang. Saat ini sudah ada 220 jenis ikan di dunia yang ikut program ini," ujarnya.
Menurut dia, yang mempersyaratkan sertifikasi itu bukan pihak pemerintah, melainkan pasar ritel, seperti di Amerika Utara, Amerika Selatan, Afrika Utara, dan Jepang. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Ada 10 negara berkembang yang mengikuti konferensi ini," kata Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Saut P Hutagalung di sela-sela konferensi di Nusa Dua, Kabupaten Badung.
Ia menjelaskan sebagai lembaga ekolabel perikanan internasional di negara-negara berkembang, MSC memastikan ikan yang dipasarkan di dunia ditangkap tanpa merusak lingkungan.
"Indonesia sebagai salah satu produsen perikanan terkemuka di dunia mempunyai kepentingan yang besar terhadap sertifikasi yang mendukung kelestarian lingkungan," ujarnya.
Saut mengemukakan bahwa sertifikasi ekolabel menjadi bagian dari pemenuhan persyaratan memasuki pasar ekspor. "Sertifikasi ekolabel juga bagian dari kebijakan pemerintah yang mengarah pada pengelolaan perikanan yang lestari," katanya.
Saat ini pemerintah bekerja sama dengan MSC untuk sertifikasi produk-produk tuna, rajungan, kakap merah, dan kerapu yang menjadi penopang utama ekspor perikanan.
Pada 2013 nilai ekspor perikanan mencapai 4,2 miliar dolar AS dengan negara tujuan utama Uni Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat.
Dari jumlah itu, ikan tuna memberikan kontribusi senilai 764 juta dolar AS, rajungan 359 juta dolar AS, kakap merah 11,7 juta dolar AS, dan kerapu 29 juta dolar AS.
"Produk-produk ikan tersebut kini sedang proses memperoleh sertifikasi dari MSC," ujar Saut.
Sementara itu, Direktur MSC David Agnew menjelaskan bahwa sertifikasi itu akan memberikan nilai tambah terhadap produk perikanan di pasar global.
"Pasar global telah mempersyaratkan sertifikasi itu demi berlangsungnya sektor perikanan yang berkesinambungan dan berjangka panjang. Saat ini sudah ada 220 jenis ikan di dunia yang ikut program ini," ujarnya.
Menurut dia, yang mempersyaratkan sertifikasi itu bukan pihak pemerintah, melainkan pasar ritel, seperti di Amerika Utara, Amerika Selatan, Afrika Utara, dan Jepang. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014