Ambon (Antara Bali)
- Tim peneliti dari Balai Arkeologi Ambon menemukan situs pemukiman
kuno masyarakat lokal di Pulau Ujir, Kecamatan Pulau-Pulau Aru,
Kabupaten Kepulauan Aru.
"Kami belum tahu seberapa tua usianya tapi dari berbagai bukti, seperti pecahan keramik-keramik dari Tiongkok, kemungkinan antara abad 17 atau 18. Tapi bisa jadi usia perkampungan itu lebih tua karena harusnya ada pemukiman dulu barulah ada perdagangan," kata Arkeolog Wuri Handoko, di Ambon, Kamis.
Ia mengatakan situs pemukiman kuno yang diidentifikasi bernama Desa Uifana ditemukan dalam survei selama 12 hari pada 11 Maret 2014. Berada di tengah hutan di Pulau Ujir, perkampungan tersebut terletak sekitar 1,5 kilometer dari Desa Ujir, dan dikelilingi oleh sungai buatan yang oleh masyarakat setempat disebut wabil.
Pada pemukiman tersebut ditemukan adanya bekas-bekas perbentengan tradisional setinggi dua meter, dan sumur-sumur yang terbuat dari pahatan batuan koral dan andes.
"Kampung itu dikelilingi oleh sungai buatan yang menjadi konsep pertahanan masyarakat di sana, namun tempat itu porak-poranda ketika perang melawan Jepang, dan masyarakatnya pindah ke Desa Ujir," katanya.
Ditambahkannya, selain benteng tradisional, timnya juga menemukan adanya bekas benteng kolonial yang difungsikan sebagai masjid oleh masyarakat Uifana pada masa itu.
"Saya belum tahu persis apakah itu benteng Portugis atau Belanda tapi karena di situ sudah ada teknolgi perekat, seperti batu yang dilekatkan dengan kapur dan bentuk konstruksinya lebih cenderung pada perbentengan eropa," ucapnya.
Lebih lanjut Wuri mengatakan, berdasarkan temuan-temuan yang ada, diduga Desa Uifana telah ada sejak masuknya Islam di Indonesia, karena berdasarkan tuturan masyarakat di Desa Ujir, masjid kuno Uifana masih beratap tumpang tiga dengan tiang alif yang menjadi ciri khas masjid-masjid di Maluku pada abad ke-16 hingga 17.
"Analisa sementara kami, masjid kuno Uifana dulunya berada di tengah kampung karena ada areal yang lebih tinggi dibandingkan tanah datar lainnya, setelah penjajah Eropa diusir dari kampung, benteng peninggalan mereka dialihfungsikan sebagai masjid," ujarnya.
Ia menyatakan pihaknya akan melakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui usia Uifana, sejarah masuknya agama Islam di sana dan aktivitas perdagangan pada abad 17 - 18 di daerah itu.
"Rencana penelitian berikutnya kami akan melakukan ekskavasi di sana, termasuk melakukan pendekatan terhadap masyarakat di Desa Ujir, karena katanya ada teks Alquran kuno milik Uifana tapi tidak bisa ditunjukan kepada kami sebab dianggap tabu," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Kami belum tahu seberapa tua usianya tapi dari berbagai bukti, seperti pecahan keramik-keramik dari Tiongkok, kemungkinan antara abad 17 atau 18. Tapi bisa jadi usia perkampungan itu lebih tua karena harusnya ada pemukiman dulu barulah ada perdagangan," kata Arkeolog Wuri Handoko, di Ambon, Kamis.
Ia mengatakan situs pemukiman kuno yang diidentifikasi bernama Desa Uifana ditemukan dalam survei selama 12 hari pada 11 Maret 2014. Berada di tengah hutan di Pulau Ujir, perkampungan tersebut terletak sekitar 1,5 kilometer dari Desa Ujir, dan dikelilingi oleh sungai buatan yang oleh masyarakat setempat disebut wabil.
Pada pemukiman tersebut ditemukan adanya bekas-bekas perbentengan tradisional setinggi dua meter, dan sumur-sumur yang terbuat dari pahatan batuan koral dan andes.
"Kampung itu dikelilingi oleh sungai buatan yang menjadi konsep pertahanan masyarakat di sana, namun tempat itu porak-poranda ketika perang melawan Jepang, dan masyarakatnya pindah ke Desa Ujir," katanya.
Ditambahkannya, selain benteng tradisional, timnya juga menemukan adanya bekas benteng kolonial yang difungsikan sebagai masjid oleh masyarakat Uifana pada masa itu.
"Saya belum tahu persis apakah itu benteng Portugis atau Belanda tapi karena di situ sudah ada teknolgi perekat, seperti batu yang dilekatkan dengan kapur dan bentuk konstruksinya lebih cenderung pada perbentengan eropa," ucapnya.
Lebih lanjut Wuri mengatakan, berdasarkan temuan-temuan yang ada, diduga Desa Uifana telah ada sejak masuknya Islam di Indonesia, karena berdasarkan tuturan masyarakat di Desa Ujir, masjid kuno Uifana masih beratap tumpang tiga dengan tiang alif yang menjadi ciri khas masjid-masjid di Maluku pada abad ke-16 hingga 17.
"Analisa sementara kami, masjid kuno Uifana dulunya berada di tengah kampung karena ada areal yang lebih tinggi dibandingkan tanah datar lainnya, setelah penjajah Eropa diusir dari kampung, benteng peninggalan mereka dialihfungsikan sebagai masjid," ujarnya.
Ia menyatakan pihaknya akan melakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui usia Uifana, sejarah masuknya agama Islam di sana dan aktivitas perdagangan pada abad 17 - 18 di daerah itu.
"Rencana penelitian berikutnya kami akan melakukan ekskavasi di sana, termasuk melakukan pendekatan terhadap masyarakat di Desa Ujir, karena katanya ada teks Alquran kuno milik Uifana tapi tidak bisa ditunjukan kepada kami sebab dianggap tabu," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014