Denpasar (Antara Bali) - Bentara Budaya Bali, lembaga kebudayaan nirlaba Kompas-Gramedia, menggelar "Sandyakala Sastra #39" yang memperbincangkan seputar kehidupan sastra daerah, khususnya sastra Bali modern.

"Program bertajuk `Nasionalisme dan Pemuliaan Bahasa Daerah" itu akan digelar di Bentara Budaya Bali Ketewel, Kabupaten Gianyar, Jumat (14/3)," kata penata acara tersebut Putu Aryastawa di Denpasar, Rabu.

Ia mengatakan, program Sandyakala Sastra pertama kali digelar pada 2010, dan sekarang merupakan yang ke-39. Kegiatan sebelumnya berupa diskusi dan pembacaan puisi 10 Tahun Seri Puisi Jerman yang mengetengahkan puisi-puisi karya Rainer Maria Rilke.

Dalam diskusi kali ini menampilkan pembicara Wayan Westa, budayawan dan sastrawan Bali yang pada 2014 memperoleh penghargaan Sastra Rancage atas karyanya Tutur Bali (2013).

Pria kelahiran Klungkung, 27 Januari 1965, itu akan membahas kecenderungan tematik yang kerap hadir dalam karya-karya sastra Bali modern, termasuk bagaimana sesungguhnya keberadaan sastra-sastra daerah di Tanah Air.

Putu Aryastawa menjelaskan, apresiasi terhadap karya sastra Bali modern masih terbatas, hanya sebagai kajian di perguruan tinggi untuk makalah, acuan skripsi atau tesis, serta bahan bacaan di sekolah-sekolah.

Sastra Bali modern belum mampu menarik minat publik secara luas. Melalui diskusi diharapkan mampu menarik minat masyarakat luas untuk lebih bisa menikmati dan mendukung keberadaan karya sastra Bali modern, ujar Putu Aryastawa yang juga staf Bentara Budaya Bali.

Sastra Bali modern pada 2013 mencatat satu capaian mengembirakan, yang ditandai dengan terbitnya 19 judul buku, mulai dari novel, kumpulan puisi maupun cerpen. Ini ikut memperkaya khasanah susastra.

Dalam karya-karya tersebut nampaknya memiliki kecenderungan tematik yang sama. Namun dialog kali ini akan mengulas lebih mendalam bagaimana upaya-upaya pemuliaan bahasa daerah dikaitkan dengan semangat nasionalisme yang sejak awal kemerdekaan dikumandangkan ke segenap penjuru Tanah Air.

"Upaya pemuliaan bahasa daerah bertolak belakang dengan semangat mengembangkan kebangsaan dan nasionalisme Indonesia, atau justru sebaliknya," ujar Putu Aryastawa.

I Wayan Westa, pembicara dalam acara tersebut, menyelesaikan pendidikan di FKIP Universitas Dwijendra Denpasar, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Bali. Tahun 1989- 1993 mengajar SLUA Saraswati Klungkung, dosen di sejumlah perguruaan tinggi swasta, juga sebagai jurnalis. (WDY)

Pewarta: Oleh I Ketut Sutika

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014