Denpasar (Antara Bali) - Panorana alam bawah laut di sekitar Nusa Lembongan, Kepulauan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali hingga kini masih lestari menjadi tempat bersarang sekaligus berkembangbiak berbagai jenis ikan hias berwarna-warni.
Kelestarian alam itu menjadi salah satu daya tarik wisatawan untuk menyelam menikmati panorama alam bawah laut seperti yang dilakoni oleh tujuh wisatawan Jepang, termasuk pemandunya, juga warga negara Matahari Terbit yang sudah lama bermukim di Pulau Dewata.
Angin bertiup kencang, gulungan ombak yang dahyat silih berganti, tidak menghalangi tujuh wanita warga negara Jepang itu menyelam, meskipun saat itu hari Purnama, Jumat 14 Februari 2014 telah menunjukkan pukul 14.00 waktu setempat, tutur Kepala Seksi Potensi Search and Rescue (SAR) Denpasar, Gede Darmada.
Hilangnya ketujuh wisatawan itu baru dilaporkan pada pukul 19.00 Wita atau lima jam setelah musibah.
Di tengah laut di Selat Badung dalam kegelapan malam itu tidak memungkinkan tim SAR melakukan pencarian, sehingga diputuskan pencarian dilakukan keesokan harinya Sabtu, 15 Februari, dengan mengerahkan seluruh kekuatan termasuk helikopter untuk melakukan pencarian dari udara.
Sekitar 35 petugas SAR dibantu nelayan setempat melakukan penyisir perairan Nusa Lembongan, sebuah Pulau yang terpisah dengan daratan Bali, namun secara adminstratif masuk wilayah Kabupaten Klungkung.
Pencarian lewat laut dibagi dalam 17 tim yang dikerahkan menggunakan kapal "sea rider" dan 18 orang personel yang dikerahkan di kapal boat, disamping pemantauan lewat udara menggunakan helikopter jenis BO 105.
Upaya pencarian hari pertama (15/2) tidak membuahkan hasil, pada hari kedua (16/2) penyisiran diperluas juga tidak memberikan hasil dan hari ketiga (17/2).
Cuaca buruk yakni angin yang berembus kencang serta gelombang ombak yang dahyat di sekitar perairan laut Nusa Lembongan menghambat proses pencarian ke tujuh wisatawan Jepang yang hilang saat menyelam tersebut.
Meskipun demikian proses pencarian tetap dilanjutkan, memasuki hari ketiga atau hari keempat sejak kejadian pada Senin sore (17/2) berhasil ditemukan lima korban dalam kondisi selamat, terkatung-katung di tengah samudera.
Kepala Kantor SAR Denpasar Didi Hamzar menuturkan, kelima turis Jepang itu pertama kali ditemukan oleh warga setempat bernama Rini yang mengabarkan kepada SAR Denpasar pada pukul 15.20 Wita.
Setelah menerima informasi tersebut aparat bergerak secara cepat untuk melakukan penyelamatan. Namun karena lokasi yang sangat terjal di bawah tebing, penuh bebatuan, dan ombak yang besar sehingga menyulitkan petugas penyelamatan.
Untuk menyiasati permasalahan itu tim penyelamat menurunkan logistik kepada Furukawa Saori (37) di lokasi penemuan pertama menyusul empat orang lainnya yang terpisah jarak dan tebing sekitar 800 meter yang akhirnya berhasil dievakuasi.
Lokasi penemuan turis itu berjarak sekitar 30 kilometer dari perairan Nusa Lembongan atau tempat hilang pertama kalinya. Evakuasi korban bernama Furukawa Saori (37) yang langsung di rawat Rumah Sakit Kasih Ibu, Kedonganan yang lokasinya tidak jauh dari Lanud Ngurah Rai.
Empat korban lainnya hingga kini masih menjalani perawatan intensif di rumah sakit umum pusat (RSUP) Denpasar yang meliputi Yamamoto Emi (34), Tomita Nahomi (29), Morizono Aya (60) dan Yoshidome Atshumi (29).
Seorang belum ditemukan
Dari tujuh wisatawan Jepang yang tenggelam itu, lima di antaranya ditemukan dalam kondisi selamat dan seorang yakni Wiyata Ritsuko (60) ditemukan dalam kondisi meninggal pada hari Selasa (18/2).
Jenazah Wiyata Ritsuko ditemukan secara secara kebetulan oleh seorang turis yang sedang memancing di areal olahraga air (Water Sport).
Pihak Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah telah melakukan proses otopsi terhadap jenazah korban pada Selasa malam (18/2) pukul 20.20 Wita, yang dihadiri Pangdam IX Udayana Mayjend Wisnu Bawa Tenaya serta Danlanal dan DanLanud.
Seorang korban lainnya Takhasi Shoko (36) hingga kini memasuki hari keenam belum diketemukan dan pencarian masih terus diupayakan.
Direktur Medik RSUP Sanglah, Denpasar Anak Agung N Jayakusuma menjelaskan, kondisi empat dari lima korban yang terlantar di laut saat menyelam kini kondisinya stabil, karena seorang lagi dirawat di Rumah Sakit Kasih Ibu, Kedonganan, Jimbaran.
Keempat Korban masih dirawat di ruang luka bakar dalam kondisi stabil kemungkinan satu hingga dua hari mereka diizinkan ke luar dari ruang luka bakar untuk menjalani perawatan di kamar rawat biasa.
Kelima korban yang terkatung-katung selama empat hari sejak dinyatakan hilang (14/2) saat menyelam tidak makan dan minum, namun bisa bertahan di tengah hutan dan terik matahari serta tiupan angin yang keras.
Hasil pemeriksaan korban mengalami dehidrasi ringan dan sudah diberi cairan, dan kondisi paru-parunya bagus.
Keempat korban mengalami luka bakar akibat sengatan terik matahari sehingga menimbulkan luka bakar yang cukup serius hingga sampai 64 persen dan berwarna kemerahan.
Kepala Polda Bali Inspektur Jenderal Albertus Julius Benny Mokalu memberikan apresiasi atas kerja sama masyarakat nelayan dan tim SAR Denpasar dalam menyelamatkan turis Jepang yang hilang saat menyelam tersebut.
Jenderal berbinutang dua itu menyempatkan diri menjenguk para korban yang dirawat pada dua buah rumah sakit yang berbeda di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung.
Cek izin usaha
Gubernur Bali Made Mangku Pastika meminta pengecekan izin usaha akomodasi wisata penyelaman pascamusibah yang menimpa tujuh wisatawan Jepang itu.
Hal itu penting untuk mengetahui ada atau tidak izin usaha akomodasi wisata penyelaman, sejauh mana kredibilitas dan rekam jejaknya karena tidak ada pemandu wisata dari Bal.
Dengan tidak ada pemandu wisata lokal saja berarti sudah menyalahi aturan dan itu sesungguhnya tidak boleh. Mana orang Jepang bisa mengetahui persis situasi di Lembongan kalau bukan orang Lembongan atau orang Bali yang sudah sering ke situ.
Mantan Kapolda Bali itu menyayangkan masih banyaknya pemandu wisata (guide) liar yang dikhawatirkan bisa membahayakan wisatawan mancanegara yang dipandu akibat mereka belum mengetahui persis situasi dan kondisi di tempat wisata Pulau Dewata.
"Selama ini sering terjadi `guide` liar dan itu tidak boleh, serta harus distop karena harus ada peraturannya," harap Gubernur Mangku Pastika.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Klungkung, Ajun Komisaris Nyoman Wirajaya menjelaskan, pihaknya telah menginterogasi pemilik toko peralatan selam yang digunakan ketujuh wisatawan Jepang yang sempat hilang di perairan laut Nusa Lembongan.
Diperoleh keterangan dari Mahadana Sembah bahwa ketujuh penyelaman, termasuk pemandunya sudah melalui persiapan yang matang. Mahadana Sembah merupakan suami dari Takashi Shoko selaku pemilik Yellow Scuba yang turut menjadi korban bersama enam wisatawan lainnya.
Takashi bersama Furuko Saori adalah instruktur selam berpengalaman yang lama menetap di Denpasar. Keduanya memandu lima wisatawan Jepang menuntaskan hobi olahraga selam di Nusa Lembongan.
Pihak pengelola menyiapkan 24 tabung oksigan, namun yang dipakai oleh tujuh penyelam itu sebanyak 21 tabung, sedangkan tiga lainnya sebagai cadangan kalau terjadi kebocoran.
Peralatan lain, termasuk regulator dalam kondisi bagus sehingga kecil kemungkinan kecelakaan tersebut terjadi akibat peralatan. Mereka menyelam dari "Manta Point" di Lembongan, lalu "Crystal Bay" di Lembongan, dan berakhir di hutan bakau Jungut Batu.
Di "Manta Point" dan "Crystal Bay" cuaca masih normal. Namun saat di kawasan hutan bakau cuaca mulai gelap. Sekitar 45 menit setelah mereka menyelam di Jungut Batu, tak satu pun dari tujuh orang itu muncul di permukaan air.
Awak perahu yang membawa mereka dari Sanur, Denpasar, ke Nusa Lembongan melakukan pencarian sekitar pukul 13.30 Wita. Namun tidak juga ditemukan. Akibat kehabisan bahan bakar, perahu tersebut kembali ke pangkalan sekaligus melapor kehilangan kontak dengan ketujuh turis itu pada pukul 19.00 Wita, tur Ajun Komisaris Nyoman Wirajaya. (*/DWA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
Kelestarian alam itu menjadi salah satu daya tarik wisatawan untuk menyelam menikmati panorama alam bawah laut seperti yang dilakoni oleh tujuh wisatawan Jepang, termasuk pemandunya, juga warga negara Matahari Terbit yang sudah lama bermukim di Pulau Dewata.
Angin bertiup kencang, gulungan ombak yang dahyat silih berganti, tidak menghalangi tujuh wanita warga negara Jepang itu menyelam, meskipun saat itu hari Purnama, Jumat 14 Februari 2014 telah menunjukkan pukul 14.00 waktu setempat, tutur Kepala Seksi Potensi Search and Rescue (SAR) Denpasar, Gede Darmada.
Hilangnya ketujuh wisatawan itu baru dilaporkan pada pukul 19.00 Wita atau lima jam setelah musibah.
Di tengah laut di Selat Badung dalam kegelapan malam itu tidak memungkinkan tim SAR melakukan pencarian, sehingga diputuskan pencarian dilakukan keesokan harinya Sabtu, 15 Februari, dengan mengerahkan seluruh kekuatan termasuk helikopter untuk melakukan pencarian dari udara.
Sekitar 35 petugas SAR dibantu nelayan setempat melakukan penyisir perairan Nusa Lembongan, sebuah Pulau yang terpisah dengan daratan Bali, namun secara adminstratif masuk wilayah Kabupaten Klungkung.
Pencarian lewat laut dibagi dalam 17 tim yang dikerahkan menggunakan kapal "sea rider" dan 18 orang personel yang dikerahkan di kapal boat, disamping pemantauan lewat udara menggunakan helikopter jenis BO 105.
Upaya pencarian hari pertama (15/2) tidak membuahkan hasil, pada hari kedua (16/2) penyisiran diperluas juga tidak memberikan hasil dan hari ketiga (17/2).
Cuaca buruk yakni angin yang berembus kencang serta gelombang ombak yang dahyat di sekitar perairan laut Nusa Lembongan menghambat proses pencarian ke tujuh wisatawan Jepang yang hilang saat menyelam tersebut.
Meskipun demikian proses pencarian tetap dilanjutkan, memasuki hari ketiga atau hari keempat sejak kejadian pada Senin sore (17/2) berhasil ditemukan lima korban dalam kondisi selamat, terkatung-katung di tengah samudera.
Kepala Kantor SAR Denpasar Didi Hamzar menuturkan, kelima turis Jepang itu pertama kali ditemukan oleh warga setempat bernama Rini yang mengabarkan kepada SAR Denpasar pada pukul 15.20 Wita.
Setelah menerima informasi tersebut aparat bergerak secara cepat untuk melakukan penyelamatan. Namun karena lokasi yang sangat terjal di bawah tebing, penuh bebatuan, dan ombak yang besar sehingga menyulitkan petugas penyelamatan.
Untuk menyiasati permasalahan itu tim penyelamat menurunkan logistik kepada Furukawa Saori (37) di lokasi penemuan pertama menyusul empat orang lainnya yang terpisah jarak dan tebing sekitar 800 meter yang akhirnya berhasil dievakuasi.
Lokasi penemuan turis itu berjarak sekitar 30 kilometer dari perairan Nusa Lembongan atau tempat hilang pertama kalinya. Evakuasi korban bernama Furukawa Saori (37) yang langsung di rawat Rumah Sakit Kasih Ibu, Kedonganan yang lokasinya tidak jauh dari Lanud Ngurah Rai.
Empat korban lainnya hingga kini masih menjalani perawatan intensif di rumah sakit umum pusat (RSUP) Denpasar yang meliputi Yamamoto Emi (34), Tomita Nahomi (29), Morizono Aya (60) dan Yoshidome Atshumi (29).
Seorang belum ditemukan
Dari tujuh wisatawan Jepang yang tenggelam itu, lima di antaranya ditemukan dalam kondisi selamat dan seorang yakni Wiyata Ritsuko (60) ditemukan dalam kondisi meninggal pada hari Selasa (18/2).
Jenazah Wiyata Ritsuko ditemukan secara secara kebetulan oleh seorang turis yang sedang memancing di areal olahraga air (Water Sport).
Pihak Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah telah melakukan proses otopsi terhadap jenazah korban pada Selasa malam (18/2) pukul 20.20 Wita, yang dihadiri Pangdam IX Udayana Mayjend Wisnu Bawa Tenaya serta Danlanal dan DanLanud.
Seorang korban lainnya Takhasi Shoko (36) hingga kini memasuki hari keenam belum diketemukan dan pencarian masih terus diupayakan.
Direktur Medik RSUP Sanglah, Denpasar Anak Agung N Jayakusuma menjelaskan, kondisi empat dari lima korban yang terlantar di laut saat menyelam kini kondisinya stabil, karena seorang lagi dirawat di Rumah Sakit Kasih Ibu, Kedonganan, Jimbaran.
Keempat Korban masih dirawat di ruang luka bakar dalam kondisi stabil kemungkinan satu hingga dua hari mereka diizinkan ke luar dari ruang luka bakar untuk menjalani perawatan di kamar rawat biasa.
Kelima korban yang terkatung-katung selama empat hari sejak dinyatakan hilang (14/2) saat menyelam tidak makan dan minum, namun bisa bertahan di tengah hutan dan terik matahari serta tiupan angin yang keras.
Hasil pemeriksaan korban mengalami dehidrasi ringan dan sudah diberi cairan, dan kondisi paru-parunya bagus.
Keempat korban mengalami luka bakar akibat sengatan terik matahari sehingga menimbulkan luka bakar yang cukup serius hingga sampai 64 persen dan berwarna kemerahan.
Kepala Polda Bali Inspektur Jenderal Albertus Julius Benny Mokalu memberikan apresiasi atas kerja sama masyarakat nelayan dan tim SAR Denpasar dalam menyelamatkan turis Jepang yang hilang saat menyelam tersebut.
Jenderal berbinutang dua itu menyempatkan diri menjenguk para korban yang dirawat pada dua buah rumah sakit yang berbeda di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung.
Cek izin usaha
Gubernur Bali Made Mangku Pastika meminta pengecekan izin usaha akomodasi wisata penyelaman pascamusibah yang menimpa tujuh wisatawan Jepang itu.
Hal itu penting untuk mengetahui ada atau tidak izin usaha akomodasi wisata penyelaman, sejauh mana kredibilitas dan rekam jejaknya karena tidak ada pemandu wisata dari Bal.
Dengan tidak ada pemandu wisata lokal saja berarti sudah menyalahi aturan dan itu sesungguhnya tidak boleh. Mana orang Jepang bisa mengetahui persis situasi di Lembongan kalau bukan orang Lembongan atau orang Bali yang sudah sering ke situ.
Mantan Kapolda Bali itu menyayangkan masih banyaknya pemandu wisata (guide) liar yang dikhawatirkan bisa membahayakan wisatawan mancanegara yang dipandu akibat mereka belum mengetahui persis situasi dan kondisi di tempat wisata Pulau Dewata.
"Selama ini sering terjadi `guide` liar dan itu tidak boleh, serta harus distop karena harus ada peraturannya," harap Gubernur Mangku Pastika.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Klungkung, Ajun Komisaris Nyoman Wirajaya menjelaskan, pihaknya telah menginterogasi pemilik toko peralatan selam yang digunakan ketujuh wisatawan Jepang yang sempat hilang di perairan laut Nusa Lembongan.
Diperoleh keterangan dari Mahadana Sembah bahwa ketujuh penyelaman, termasuk pemandunya sudah melalui persiapan yang matang. Mahadana Sembah merupakan suami dari Takashi Shoko selaku pemilik Yellow Scuba yang turut menjadi korban bersama enam wisatawan lainnya.
Takashi bersama Furuko Saori adalah instruktur selam berpengalaman yang lama menetap di Denpasar. Keduanya memandu lima wisatawan Jepang menuntaskan hobi olahraga selam di Nusa Lembongan.
Pihak pengelola menyiapkan 24 tabung oksigan, namun yang dipakai oleh tujuh penyelam itu sebanyak 21 tabung, sedangkan tiga lainnya sebagai cadangan kalau terjadi kebocoran.
Peralatan lain, termasuk regulator dalam kondisi bagus sehingga kecil kemungkinan kecelakaan tersebut terjadi akibat peralatan. Mereka menyelam dari "Manta Point" di Lembongan, lalu "Crystal Bay" di Lembongan, dan berakhir di hutan bakau Jungut Batu.
Di "Manta Point" dan "Crystal Bay" cuaca masih normal. Namun saat di kawasan hutan bakau cuaca mulai gelap. Sekitar 45 menit setelah mereka menyelam di Jungut Batu, tak satu pun dari tujuh orang itu muncul di permukaan air.
Awak perahu yang membawa mereka dari Sanur, Denpasar, ke Nusa Lembongan melakukan pencarian sekitar pukul 13.30 Wita. Namun tidak juga ditemukan. Akibat kehabisan bahan bakar, perahu tersebut kembali ke pangkalan sekaligus melapor kehilangan kontak dengan ketujuh turis itu pada pukul 19.00 Wita, tur Ajun Komisaris Nyoman Wirajaya. (*/DWA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014