Butuh waktu enam tahun lebih tiga bulan bagi kubah lava penyumbat danau kawah Gunung Kelud itu berproses secara magmatik.

Kamis (13/2) pukul 22.56 WIB, kubah lava yang sempat menghapus ciri "Stratavolcano" pada gunung api berketinggian 1.731 meter dari permukaan air laut itu menjelma menjadi material piroklastik yang berguguran.

Erupsi eksplosif yang terjadi hampir dua jam setelah Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) meningkatkan status gunung api di perbatasan Kediri-Blitar-Malang, Jawa Timur, dari Siaga (level III) menjadi Awas (level IV) itu menimbulkan pertanyaan, apakah fenomena anak Gunung Kelud itu akan berakhir?

Pertanyaan ini pernah juga muncul pada 8 November 2007 ketika peningkatan aktivitasnya sejak tiga bulan sebelumnya hanya menghasilkan letusan efusif yang materialnya perlahan-lahan menyumbat danau kawah sekaligus menguras 4,3 juta meter kubik air yang tadinya memenuhi lubang kepundan itu.

Masyarakat di sekitar Gunung Kelud diliputi bayang-bayang akan peristiwa 10 Februari 1990 saat erupsi merenggut 30 nyawa. Mereka yang tinggal di Kawasan Rawan Bencana (KRB) I hingga III Kelud pun bersiap-siap mengungsi.

Agar tragedi 24 tahun silam di penampungan pengungsi Gunung Kelud di Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, tak terulang, warga pun mengikuti arahan pemangku kepentingan mengenai tata cara menghindar dari bahaya "Awas Letusan".

Namun, tidak demikian halnya dengan sekelompok orang yang mendaku sebagai wakil rakyat, termasuk mereka yang "mengemis" suara dari warga di sekitar Gunung Kelud.

Mereka lebih memilih berwisata ke Bali dengan alasan studi banding. Penderitaan masyarakat sekitar Kelud tak menyurutkan langkah sejumlah anggota DPRD Kabupaten Kediri menuju suatu tempat yang dikenal sebagai "Pulau Surga" itu.

Ketua DPRD Kabupaten Kediri Erjik Bintoro memimpin "pengungsian" rekan-rekannya itu dengan gaya tersendiri. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) asal Wates yang wilayahnya berjarak hanya beberapa kilometer dari kawah Gunung Kelud itu menjadi komandan lapangan bagi kawan-kawannya saat berkunjung ke kantor Pemerintah Kabupaten Badung di Mangupura.

"Kedatangan kami ingin mempelajari pembentukan BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) di Kabupaten Badung," katanya saat pertama kali menginjakkan kakinya di kantor pemerintahan termegah di Provinsi Bali itu, Rabu (12/2), atau sehari sebelum erupsi Kelud.

Demi Gengsi
Tanpa basa-basi Erjik Bintoro memaparkan maksud dan tujuannya datang ke Bali di tengah rakyat yang diwakilinya sedang diliputi kecemasan akan terkena dampak bencana.

"Dari kunjungan ini kami berharap nantinya mendapatkan masukan sehingga bisa dijadikan pedoman dan rumusan yang bisa diterapkan di Kabupaten Kediri," tuturnya kepada Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Badung I Nyoman Wijana.

Sejak Gunung Kelud mengalami erupsi pada 2007 saat era Bupati Sutrisno hingga erupsi 13 Februari 2014 pada saat pemerintahan dilanjutkan istrinya, Hariyanti Sutrisno, Kabupaten Kediri belum memiliki BPBD.

Di mata eksekutif dan legislatif di Kabupaten Kediri membangun sarana dan fasilitas wisata di lereng Gunung Kelud jauh lebih penting ketimbang membentuk lembaga yang mengurusi masalah pencegahan, penanggulangan, mitigasi, dan distribusi logistik pascabencana itu.

Apalagi konflik perbatasan wilayah Gunung Kelud antara Kabupaten Kediri dan Kabupaten Blitar sampai saat ini tak berkesudahan. Kabupaten Blitar pantas iri melihat Kabupaten Kediri yang gencar mengembangkan dan mempromosikan objek wisata Gunung Kelud. Dalam beberapa kali terjadi erupsi, korban terbanyak ada di pihak Kabupaten Blitar karena memang kemiringan puncak Kelud lebih rendah ke daerah itu.

Sangat disayangkan, jika sampai saat ini Kabupaten Kediri tidak memiliki BPBD sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

Padahal dua tetangganya, Kabupaten Malang dan Kabupaten Blitar yang sama-sama berada di Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunung Kelud telah menjalankan amanat undang-undang itu dengan membentuk BPBD jauh-jauh hari sebelumnya.

Dampak dari letusan gunung api yang terbentuk akibat subduksi atau lekukan lempeng benua Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia sangat masif, kecuali pada 2007 karena sifat letusan yang efusif.

Namun yang perlu dipikirkan adalah 1.200 jiwa bermukim di sekitar kawasan kawah Gunung Kelud di Desa Sugih Waras, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri.

Pengalaman tujuh tahun silam telah membuktikan, betapa sulitnya mengungsikan mereka yang tinggal di KRB I dan KRB II. Sampai-sampai Dr Surono, Kepala PVMBG pada saat itu, mendatangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, untuk menemani tidur para pengungsi di Lapangan Desa Pluncing, Kecamatan Kepung, Kabupaten Kediri.

Sayangnya pula, peristiwa-peristiwa masa lalu itu sekadar menjadi catatan yang tidak pernah diambil sebagai pelajaran berharga untuk masa kini dan masa mendatang.

Pemilihan Kabupaten Badung sebagai objek studi banding DPRD Kabupaten Kediri sepertinya tidak melalui kajian yang bisa dipertanggungjawabkan.

Topografi Kabupaten Kediri sangat berbeda dengan Kabupaten Badung. Kabupaten Kediri memiliki gunung berapi yang selama kurun waktu 1901--2014 sudah delapan kali meletus. Sebagian wilayah di Kabupaten Kediri berbukit sehingga rawan bencana tanah longsor dan banjir bandang. Hutan di lereng-lereng pun sangat subur untuk ditanami berbagai jenis tanaman keras.

Bandingkan dengan Kabupaten Badung yang banyak memiliki wilayah pantai, namun tidak memiliki gunung berapi. Memang ada perbukitan di Kabupaten Badung, tapi tidak seluas dan sesubur di Kabupaten Kediri.

Semestinya pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten Kediri melakukan studi banding di Kabupaten Karangasem dan Kabupaten Bangli, kalau memang mereka bersikeras ingin ke Bali.

Kedua daerah itu memiliki BPBD dan terdapat gunung berapi. Di Kabupaten Karangasem ada Gunung Agung, sedangkan di Kabupaten Bangli ada Gunung Batur.

Dengan begitu, kenapa pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten Kediri itu mesti ke Kabupaten Badung yang dikenal sebagai surganya wisatawan?

"Kediri memiliki kemiripan dengan Badung dalam hal kerawanan bencana, seperti tanah longsor dan banjir bandang," kata Erjik Bintoro menyampaikan alasan kunjungannya ke daerah tujuan wisata internasional itu sejak Rabu (12/2) hingga Sabtu (15/2). (WRA) 

Pewarta: Oleh M. Irfan Ilmie

Editor : M. Irfan Ilmie


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014