Denpasar (Antara Bali) - Pengamat seni budaya Bali, Kadek Suartaya, mengatakan bahwa Konservatori Karawitan (Kokar) Bali bersama Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) memopulerkan sendratari ke pelosok pedesaan Pulau Dewata pada era 1960-1970.

"Kedua lembaga pendidikan formal dalam memopulerkan sendratari bersanding ketat dengan drama gong sebagai tontonan profan yang digelar serangkaian pelaksanaan ritual keagamaan, budaya, dan adat," kata Kadek Suartaya yang juga dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar itu, di Denpasar, Rabu.

Kandidat doktor Kajian Budaya Universitas Udayana itu, mengatakan bahwa pementasan kesenian di Bali sejak dahulu bersinergi erat dengan ritual agama, budaya, dan adat di setiap desa pekraman.

Kokar Bali yang berdiri pada 1960, saat ini telah berubah status menjadi Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) Sukawati, Gianyar, sedangkan ASTI mengalami peningkatan status menjadi ISI Denpasar.

Kadek Suartaya mengatakan dua lembaga pendidikan formal yang mendalami seni dan budaya di tengah krisis ekonomi dan politik sekitar 1960-1970 masih memberikan celah kepada ritual keagamaan untuk menyangga keberadaan dunia seni.

"Kesulitan pangan dan harga-harga kebutuhan pokok dan trauma pasca-Gerakan 30 September (G30S) tidak menutup peluang bagi masyarakat Bali untuk berkesenian dan mengembangkan kebudayaan," katanya.

Hal itu, katanya, karena adanya dua lembaga bidang pendidikan, yakni Kokar (1960), ASTI (1968), dan satu institusi pengayom seni budaya, Listibya (1967).

Ia mengatakan bahwa I Wayan Beratha adalah tokoh penting yang mencetuskan dan mengembangkan sendratari Bali.

Inovasinya, katanya, menciptakan sendratari sejak 1961. Produktivitasnya berkarya iringan sendratari kolosal Pesta Kesenian Bali (PKB) hingga 1980-an.

Ia mengatakan bahwa hal itu menjadikan sosok I Wayan Beratha sebagai seniman perintis sendratari Bali. (*/ADT)

Pewarta: Oleh I Ketut Sutika

Editor : I Nyoman Aditya T I


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014