Denpasar (Antara Bali) - Pengamat politik I Nyoman Wiratmaja mengatakan modal intelektualitas tinggi yang dimiliki caleg perempuan tidak menjamin mereka dapat memenangkan "kompetisi" pada Pemilu 2014.
"Dengan berbagai model pemilih, ada yang pragmatis, tradisional, rasional dan kritis, maka tidak cukup jika mengandalkan modal kapasitas dan kemampuan diri. Masih diperlukan modal sosial sejak dini dan juga modal ekonomi," katanya di Denpasar, Senin.
Menurut dia, khususnya di Bali yang menganut sistem partrilineal dan adat istiadat yang begitu rupa sehingga persoalan manajemen waktu pun kerap masih menjadi kendala.
"Oleh karena itu, masih perlu ada terobosan serius para caleg perempuan, bagaimana upaya mereka mengimbau pemilih perempuan dan meyakinkan bahwa sesungguhnya kaum hawa mempunyai nilai lebih dari sisi sosial, perkembangan ekonomi ke depan, transparansi dan lebih bisa memanajemen konflik internal maupun eksternal. Itu harus dibuktikan," ujarnya yang juga akademisi Universitas Warmadewa itu.
Di sisi lain, lanjut dia, bukan berarti juga besarnya jumlah caleg perempuan di Bali membuka peluang duduk di lembaga legislatif lebih besar karena sesungguhnya tidak sedikit parpol yang terpaksa memasukkan satu nama perempuan supaya dua kader laki-laki bisa diajukan lagi.
Berdasarkan data daftar calon tetap (DCT) dirata-ratakan dari keseluruhan jumlah kader yang dicalonkan untuk DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota, sebanyak 12 parpol di Bali telah mampu mencalonkan kader perempuan sejumlah 36,7 persen. Atau dengan kata lain sebanyak dari total 3.230 orang yang masuk DCT, sebanyak 1.186 orang (36,7 persen) diantaranya merupakan kader perempuan. (LHS)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013
"Dengan berbagai model pemilih, ada yang pragmatis, tradisional, rasional dan kritis, maka tidak cukup jika mengandalkan modal kapasitas dan kemampuan diri. Masih diperlukan modal sosial sejak dini dan juga modal ekonomi," katanya di Denpasar, Senin.
Menurut dia, khususnya di Bali yang menganut sistem partrilineal dan adat istiadat yang begitu rupa sehingga persoalan manajemen waktu pun kerap masih menjadi kendala.
"Oleh karena itu, masih perlu ada terobosan serius para caleg perempuan, bagaimana upaya mereka mengimbau pemilih perempuan dan meyakinkan bahwa sesungguhnya kaum hawa mempunyai nilai lebih dari sisi sosial, perkembangan ekonomi ke depan, transparansi dan lebih bisa memanajemen konflik internal maupun eksternal. Itu harus dibuktikan," ujarnya yang juga akademisi Universitas Warmadewa itu.
Di sisi lain, lanjut dia, bukan berarti juga besarnya jumlah caleg perempuan di Bali membuka peluang duduk di lembaga legislatif lebih besar karena sesungguhnya tidak sedikit parpol yang terpaksa memasukkan satu nama perempuan supaya dua kader laki-laki bisa diajukan lagi.
Berdasarkan data daftar calon tetap (DCT) dirata-ratakan dari keseluruhan jumlah kader yang dicalonkan untuk DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota, sebanyak 12 parpol di Bali telah mampu mencalonkan kader perempuan sejumlah 36,7 persen. Atau dengan kata lain sebanyak dari total 3.230 orang yang masuk DCT, sebanyak 1.186 orang (36,7 persen) diantaranya merupakan kader perempuan. (LHS)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013