Denpasar (Antara Bali) - Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar membentuk tim pengkaji peradilan agama Hindu untuk memperjelas ranah hukum adat dan agama dalam peyelesaian kasus-kasus adat di Bali.
"Kajian ini akan lebih menekankan pada makna yang tersurat dalam Veda Smerti sebagai landasan hukum Hindu ada sanksi yang berat seperti potong tangan, namun tentunya itu tidak dapat diterapkan lagi," kata dosen Fakultas Hukum IHDN I Made Swastika Ekasana di Denpasar, Selasa.
Ia mencontohkan aturan adat yang ditetapkan di Desa Adat Ketewel, Kabupaten Gianyar, bahwa setiap pelanggaran adat dikenai sanksi denda berupa pembayaran beras yang ukurannya dibedakan berdasarkan berat dan ringan pelanggaran.
"Selama ini penanganan kasus adat dan agama di Bali selalu mengacu pada hukum nasional dan kurang mendapatkan kajian dari hukum adat," katanya.
Peradilan agama nantinya dapat menangani kasus adat pula di Bali dengan mengedepankan penyelidikan sesuai ajaran Hindu, seperti Kantaka Sadhana (hukum pidana) dan Dharma Satya (ukum perdata).
Selain itu peradilan agama Hindu juga bisa mengadopsi Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang di dalamnya mengatur tentang peradilan umum, agama, tata usaha negara, dan militer.
"Ibaratnya, kamia sudah punya rumah, tinggal perjuangan untuk menempatinya. Hasil kajian ini akan kami sampaikan ke PHDI (Parisada Hindu Dharma Indonesia) dan selanjutnya diteruskan ke Mahkamah Agung agar menjadi lembaga resmi pemerintah," kata Ekasana. (WRA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013
"Kajian ini akan lebih menekankan pada makna yang tersurat dalam Veda Smerti sebagai landasan hukum Hindu ada sanksi yang berat seperti potong tangan, namun tentunya itu tidak dapat diterapkan lagi," kata dosen Fakultas Hukum IHDN I Made Swastika Ekasana di Denpasar, Selasa.
Ia mencontohkan aturan adat yang ditetapkan di Desa Adat Ketewel, Kabupaten Gianyar, bahwa setiap pelanggaran adat dikenai sanksi denda berupa pembayaran beras yang ukurannya dibedakan berdasarkan berat dan ringan pelanggaran.
"Selama ini penanganan kasus adat dan agama di Bali selalu mengacu pada hukum nasional dan kurang mendapatkan kajian dari hukum adat," katanya.
Peradilan agama nantinya dapat menangani kasus adat pula di Bali dengan mengedepankan penyelidikan sesuai ajaran Hindu, seperti Kantaka Sadhana (hukum pidana) dan Dharma Satya (ukum perdata).
Selain itu peradilan agama Hindu juga bisa mengadopsi Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang di dalamnya mengatur tentang peradilan umum, agama, tata usaha negara, dan militer.
"Ibaratnya, kamia sudah punya rumah, tinggal perjuangan untuk menempatinya. Hasil kajian ini akan kami sampaikan ke PHDI (Parisada Hindu Dharma Indonesia) dan selanjutnya diteruskan ke Mahkamah Agung agar menjadi lembaga resmi pemerintah," kata Ekasana. (WRA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013