Denpasar  (Antara Bali) - I Wayan Limbak, seniman kelahiran Bedulu, Gianyar, Bali, merintis pertunjukan bersama dengan Walter Spies, seniman asal Jerman pada 1930.

Dialog interkultural dua seniman berbeda latar belakang seni budaya dan etnis 83 tahun silam itu secara tidak sengaja melahirkan pertunjukan tari kecak yang menjadi maskot tari Bali yang sangat monumental dan tersohor ke mancanegara.

Seni budaya Bali mampu memberikan warna dan menjadi bagian dari kebudayaan dunia. Seni budaya Bali pertama kali diperkenalkan oleh seka (grup) kesenian Peliatan, Ubud, Kabupaten Gianyar, kepada dunia barat, lewat lawatannya ke Paris, Prancis, padatahun 1931. Kehadiran seniman Bali dikancah panggung internasional mampu memberikan inspirasi bagi dunia barat dalam menghasilkan karya seni yang inovatif.

Seniman barat dalam garapan teater sebelumnya hanya terpaku pada olah vokal. Namun, setelah mendapat inspirasi dari seniman Pulau Dewata mengolaborasikan olah vokal dengan unsur gerak tari Bali, tutur Dosen Fakultas Dharma Duta Institut Hindu Dharma Indonesia Negeri (IHDN) Denpasar Dr. I Ketut Sumadi.

Dengan demikian, kebudayaan Bali merupakan bagian dari kebudayaan Indonesia yang terbingkai dalam Bhinneka Tunggal Ika, sekaligus bagian dari kebudayaan dunia.

Identitas seni budaya Bali yang dikuatkan oleh kesatuan sejarah, agama, bahasa, kesenian, dan lembaga tradisional berlandaskan "Tri Hita Karana", yakni hubungan yang harmonis dan serasi sesama umat manusia, lingkungan, dan Tuhan Yang Maha Esa, telah teruji mampu mengapresiasi keberagaman.

Kegiatan seni budaya yang dilakukan masyarakat mampu meningkatkan jumlah kunjungan turis ke Bali, seperti halnya pesta kesenian yang berlangsung setiap tahun serta prosesi keagamaan yang tidak pernah sepi di Pulau Dewata.

Selama berlangsung pesta kesenian Bali setiap Juni--Juli wisatawan mancanegara yang terbang langsung ke daerah ini selalu bertambah jika dibandingkan bulan-bulan lainnya, kata pengamat yang juga prasktisi Pariwisata Bali Dewa Nyoman Putraman.

Badan Pusat Statistik (BPS) Bali mencatat kunjungan wisatawan mancanegara yang langsung selama Juni 2013 saat berlangsung pesta kesenian Bali sebanyak 275.667 orang, atau meningkat menjadi 297.783 orang selama Juli, sedangkan Mei hanya 24.000 orang.

Meningkat pertumbuhan turis ke Bali pada pertengahan tahun itu menyebabkan masyarakat internasional berlibur di Bali, mencapai angka 1.790.804 orang selama Januari--Juli 2013 atau naik 9,96 persen jika dibandingkan periode sama 2012 sebanyak 1.628.539 orang.

"Saya yakin wisatawan mancanegara (wisman) yang 95 persen menyatakan datang berlibur ke Bali akan melebihi target yang ditetapkan oleh Pemerintah sebanyak tiga juta orang sebab kedatangan turis asing ke Bali rata-rata 250.000 orang/bulan," ujar Dewa Nyoman Putraman.

Keyakinan itu muncul setelah wisman yang terbang langsung ke Bali lewat Bandara Ngurah Rai selama Januari--Juli 2013 masih stabil dalam jumlah setiap bulannya sehingga tidak terlalu banyak berpengaruh terhadap krisis ekonomi global selama ini.

Masyarakat internasional masih menjadikan Bali sebagai wilayah vavorit untuk dijadikan daerah peristirahatan sementara sambil menikmati keindahan alam dan seni budaya yang tetap hidup di tengah masyarakat Bali.

Ramainya turis asing berlibur ke Bali menuntut para komponen pariwisata, masyarakat, dan Pemerintah tidak bisa sekadar memangku tangan hanya dengan mengharapkan pelancong ke Bali, tetapi perlu kerja keras dan meningkatkan promosi dan menjaga keamanan secara kondusif

Untuk itu, masalah keamanan di daerah tujuan wisata Pulau Dewata perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh agar bisa mengurangi sekecil mungkin terjadinya kasus kriminal, perkelahian antarwarga masyarakat dengan melibatkan adat dan demontrasi anarkis lainnya.



Kekhasan Budaya

Doktor Ketut Sumadi, pria kelahiran "daerah gudang seni" Kabupaten Gianyar itu menjelaskan bahwa leluhur orang Bali tidak pernah berpikir untuk menyeragamkan seni budaya sehingga desa adat (pekraman) kini mewarisi kekhasan budaya daerah masing-masing.

Desa adat di masing-masing kecamatan di delapan kabupaten dan satu kota di Bali tidak ada yang mempunyai kesamaan satu sama lainnya. Kearifan lokal perilaku masyarakat yang bermakna sosial adalah orang Bali lebih mengutamakan kebersamaan yang selama ini dikenal dengan "menyama braya", yakni hidup rukun dan damai penuh persaudaraan.

Sikap "menyama braya" orang Bali itu merupakan pengamalan ajaran Hindu "Tat Twam Asi" yang berarti hidup rukun dan saling menghormati hak asasi seseorang yang kini sejalan dengan upaya penegakan hak-hak asasi manusia (HAM) di dunia.

Sikap "menyama braya" sejalan dengan pengamalan lebih luas mempunyai makna mahatinggi dalam menjalin keharmonisan hidup dengan sesama dan alam semesta.

Upaya itu juga termasuk dalam menjalin persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dalam keutuhan NKRI karena pengertian "tat twam asi" bisa dikembangkan menjadi "saya adalah kamu" dan "orang lain adalah juga saudara kita".

Oleh sebab itu, kehidupan sosial masyarakat Bali selalu menekankan nilai-nilai kebersamaan, pemahaman makna kultural yang dilandasi konsep toleransi, penghargaan, senasib seperjuangan, dan cinta kasih (paras paros sarpanaya).

Dalam kehidupan desa adat, orang Bali selalu bekerja sama menerapkan pola humanisme dalam membangun kehidupan harmonis dan bahagia dengan selalu bekerja sama dalam suka maupun duka sehingga sistem kekrabatan sangat kental diwarnai dengan rasa setia kawan dan pelayanan yang tulus.

Kesetiakawanan dan hubungan sosial yang harmonis itu dipopulerkan dengan konsep "Tri Hita Karana" karena tidak hanya mementingkan diri sendiri, tetapi juga memelihara hubungan harmonis dengan sesama manusia, lingkungan, dan Tuhan Yang Maha Esa.

Dengan demikian, pada akhirnya bentuk pengamalan ajaran agama Hindu di Bali tidak bisa lepas dari kebudayaan dan adat istiadat yang kini menjadi daya tarik wisatawan dalam dan luar negeri ke Bali.



Nilai Budi Nurani

Ketut Sumadi yang juga pengamat masalah agama, adat, dan pariwisata Bali menegaskan bahwa pengembangan pariwisata Bali yang bertentangan, merusak, dan melunturkn nilai-nilai budi nurani budaya yang luhur harus dilarang dan dicegah sedini mungkin.

Pariwisata budaya Bali yang dikembangkan memanfaatkan dan menghormati akar budaya Bali yang dijiwai oleh agama Hindu. Implementasi pariwisata budaya Bali sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Bali Nomor 3 Tahun 1991, menekankan penonjolan dan pemanfaatan daya tarik seni budaya Bali yang khas sebagai karunia.

Pengembangan pariwisata budaya di Pulau Dewata mengandung pembatasan tegas hal-hal yang bertentangan, merusak, dan melunturkan seni budaya Bali yang diwarisi secara turun-temurun.

Pengembangan pariwisata budaya itu tersirat cita-cita terjalinnya hubungan timbal balik antara pariwisata dan kebudayaan sehingga keduanya berkembang secara serasi, selaras, dan seimbang.

Oleh sebab itu, pariwisata budaya seharusnya memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan, dan meningkatkan mutu objek daya tarik wisata dengan mempertahankan norma-norma dan nilai-nilai kebudayaan agama dan kehidupan alam Pulau Dewata yang berwawasan lingkungan hidup.

Semua itu, mencegah dan meniadakan sedini mungkin pengaruh-pengaruh negatif yang dapat ditimbulkan oleh kegiatan kepariwisataan. Pembangunan kepariwisataan Indonesia sebagai bagian integral dari pembangunan nasional yang dilaksanakan secara berkelanjutan bertujuan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan.

Kepariwisataan Indonesia bertumpu pada keunikan, kekhasan, dan kelokalan sehingga menempatkan kebinekaan sebagai suatu yang hakiki sekaligus memperkukuh jati diri bangsa Indonesia, ujar Ketut Sumadi. (WRA) 

Pewarta: Oleh I Ketut Sutika

Editor : I Gede Wira Suryantala


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013