Denpasar (Antara Bali) - Ironis, Bali sebagai destinasi internasional ternyata belum mempunyai asosiasi yang mewadahi usaha jasa katering sebagai salah satu pendukung kepariwisataan.
"Kami juga baru tersadarkan, ternyata kita belum memiliki asosiasi usaha katering yang merupakan salah satu bidang bisnis di bawah PHRI," kata Wakil Sekretaris Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) BPD Bali NM Eka Mahadewi di Denpasar, Minggu.
Ia mengungkapkan hal itu setelah menyimak hasil pelaksanaan program Workshop Klasifikasi Hotel yang dilaksanakan BPD PHRI Bali, 17 April 2010, yang ternyata asosiasi kelompok usaha katering atau jasa makanan siap antar, selama ini luput dari perhatian.
Manurut Mahadewi, klasifikasi merupakan penggolongan usaha pariwisata, yang didasarkan atas beberapa komponen penilaian, yakni fisik usaha 30 persen, manajemen usaha 20 persen dan pelayanan (service) dengan penilaian 50 persen.
Dengan adanya klasifikasi bidang akomodasi, BPD PHRI Bali berharap usaha jasa makanan juga akan mendapatkan klasifikasi berdasarkan kelompok usaha yang dikelolanya.
Sebagai organisasi yang bergerak di bidang usaha jasa akomodasi, makanan dan minuman, BPD PHRI Bali mengimbau kepada usaha jasa makanan yang menangani katering atau makanan siap antar tersebut segera membentuk asosiasi.
Menurut Mahadewi, dengan adanya asosiasi diharapkan menjadi wadah dalam berkomunikasi guna lebih memudahkan organisasi dalam berkoordinasi.
Usaha katering sebagai bagian dari usaha jasa makanan, perlu mendapat sertifikasi karena merupakan bagian dari pelayanan pariwisata, katanya.
Kualitas makanan, kebersihan, sanitasi, kesehatan (higiene) yang selama ini belum mendapat perhatian, dengan adanya Undang Undang No.10 tahun 2009, maka usaha jasa makanan dalam bentuk usaha jasa katering wajib memenuhi peraturan yang telah disahkan tersebut.
Dalam pasal 14 ayat 1 poin e UU tersebut, dipaparkan bahwa usaha pariwisata meliputi salah satunya usaha makanan dan minuman. Pada pasal 54 ayat 1, disebutkan bahwa produk, pelayanan, dan pengelolaan usaha pariwisata memiliki standar usaha.
Kemudian pada ayat 2, standar usaha sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan melalui sertifikasi usaha, demikian Mahadewi yang juga dosen Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010