Denpasar (Antara Bali) - Hotel dan pusat konvensi Aston Denpasar menegaskan dukungannya terhadap kampanye WWF, "Earth Hour" untuk mengurangi emisi karbondioksida di bumi dengan cara mematikan sebagian besar penerangan dan peralatan listrik lain selama satu jam pada 27 Maret mendatang.

"Kami sangat mendukung 'Earth Hour" ini berupa inisiatif global yang mengajak individu, praktisi bisnis, pemerintah, dan sektor publik lainnya di seluruh dunia turut serta mematikan lampu selama satu jam pada Sabtu, 27 Maret 2010 pukul 20.30-21.30 Wita," kata Manajer Hubungan Masyarakat Aston Denpasar Adinda Ashrinintya di Denpasar, Kamis.

Menurut dia, pada Sabtu 27 Maret 2010 nanti semua pencahayaan di hotel dan pusat konvensi di jantung Kota Denpasar itu akan dikurangi untuk menunjukkan dukungan mereka terhadap program nasional ini.

"Semua lampu taman, bagian depan hotel, pusat bisnis, rumah makan, kolam renang, ruang pertemuan, dan semua koridor sepanjang ruang tamu akan dimatikan hanya selama satu jam, mulai dari pukul 20.30-21.30 Wita," katanya.

Untuk para tamu, manajemen Aston menyarankan untuk mematikan lampu di kamar mereka juga selama satu jam untuk menyukseskan program "Earth Hour" ini.

Sementara itu, secara terpisah Manajer Umum Aston Denpasar Irmansjah Madewa mengatakan, sebagai perusahaan dan bagian dari warga negara dunia, pihaknya harus mendukung program 'Earth Hour' untuk menunjukkan rasa hormat kepada lingkungan dan membantu bumi ini untuk mengurangi percepatan Pemanasan Global.

Secara khusus, katanya, pihak manajemen hotel mengajak semua tamu yang menginap untuk mematikan lampu di kamar mereka selama satu jam pada waktu yang telah ditentukan itu.

"Matikan lampu Anda pada Sabtu, 27 Maret 2010 selama satu jam saja untuk membuat pernyataan global. Tunjukkan Anda peduli tentang perubahan iklim. Tindakan kecil dapat membuat perbedaan besar," kata Madewa.

Berdasarkan data WWF, perubahan iklim merupakan salah satu ancaman kehidupan di bumi yang paling signifikan. Satu cara untuk mengurangi percepatan pemanasan global adalah dengan membuat setiap individu melakukan perubahan gaya hidup.

Untuk mencapai perubahan ini, kata Madewa, sebagai organisasi harus dapat menunjukkan, melakukan perubahan adalah sederhana dan mudah.

Ketergantungan manusia kepada listrik yang notabene paling banyak berasal dari pembangkit listrik berbahan bakar fosil dan mengeluarkan karbondioksida atau gas rumah kaca telah mengakibatkan kenaikan dramatis temperatur rata-rata Bumi.

Akibatnya, terjadi kenaikan air permukaan laut, musim kemarau panjang serta badai, dan perubahan besar besaran terhadap lingkungan hidup yang telah menjadi sumber kehidupan manusia.

Menurut dia, data WWF menyebutkan bahwa konsumsi energi listrik di Indonesia terfokus di Jawa dan Bali atau sebesar 78 persen dari total keseluruhan konsumsi listrik nasional.

Hal itu terjadi karena 68 persen konsumen listrik nasional berada di pulau Jawa-Bali, sementara bagian Indonesia yang lain mendapatkan porsi yang jauh lebih kecil.(*/T007)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010