Yogyakarta (Antara Bali) - Tim mahasiswa Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta mengembangkan sirup xanton dari kulit buah manggis sebagai solusi pengobatan paru-paru basah atau pneumonia.
"Salah satu keunggulan dari kulit buah manggis (Garcinia Mangostana L) adalah senyawa xanton yang dapat mengobati paru-paru basah atau pneumonia. Pneumonia adalah infeksi satu atau dua paru-paru yang biasanya disebabkan oleh bakteri, virus atau jamur," kata koordinator tim Desiana Nur Fajari di Yogyakarta, Rabu.
Menurut dia, pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi paru-paru basah biasanya dengan obat-obatan sintetis kimia, yang tentu saja dapat menyebabkan efek samping pada organ dalam tubuh, terutama jika pengobatan ini di lakukan pada anak-anak masa usia tumbuh.
"Namun sekarang seiring perubahan zaman dunia medis sudah mulai berkembang dan kembali pada pengobatan yang berasal dari alam yakni pengobatan herbal yang biasanya berasal dari daun, buah, dan kulit buah," katanya.
Ia mengatakan, hasil uji difusi daya hambat klebsiella pneumonia menunjukan hasil zona hambat sekitar 11 mm. Dari hasil itu dapat disimpulkan bahwa angka zona hambat klebsiella pneumonia tersebut potensial untuk menghambat pertumbuhan bakteri.
Berdasarkan peraturan Standar Nasional Indonesia (SNI) uji mikrobiologi daya hambat bakteri, zona hambat 10 mm ke bawah tidak berlaku atau tidak dapat dihitung sebagai zona hambat. (*/ADT)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013
"Salah satu keunggulan dari kulit buah manggis (Garcinia Mangostana L) adalah senyawa xanton yang dapat mengobati paru-paru basah atau pneumonia. Pneumonia adalah infeksi satu atau dua paru-paru yang biasanya disebabkan oleh bakteri, virus atau jamur," kata koordinator tim Desiana Nur Fajari di Yogyakarta, Rabu.
Menurut dia, pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi paru-paru basah biasanya dengan obat-obatan sintetis kimia, yang tentu saja dapat menyebabkan efek samping pada organ dalam tubuh, terutama jika pengobatan ini di lakukan pada anak-anak masa usia tumbuh.
"Namun sekarang seiring perubahan zaman dunia medis sudah mulai berkembang dan kembali pada pengobatan yang berasal dari alam yakni pengobatan herbal yang biasanya berasal dari daun, buah, dan kulit buah," katanya.
Ia mengatakan, hasil uji difusi daya hambat klebsiella pneumonia menunjukan hasil zona hambat sekitar 11 mm. Dari hasil itu dapat disimpulkan bahwa angka zona hambat klebsiella pneumonia tersebut potensial untuk menghambat pertumbuhan bakteri.
Berdasarkan peraturan Standar Nasional Indonesia (SNI) uji mikrobiologi daya hambat bakteri, zona hambat 10 mm ke bawah tidak berlaku atau tidak dapat dihitung sebagai zona hambat. (*/ADT)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013