Pengelola Daerah Tujuan Wisata (DTW) Jatiluwih menjadikan proses Metekap atau membajak sawah tradisional dengan menggunakan sapi sebagai salah satu atraksi penutup dari pagelaran Festival Jatiluwih ke-5 tahun 2024.
Manajer DTW Jatiluwih Ketut Purna mengatakan disajikannya atraksi Metekap ini bertujuan untuk menghidupkan kembali budaya Bali yang mulai ditinggalkan.
"Lewat tradisi metekap ini kami kembalikan lagi kearifan lokal yang sudah lama, untuk kita hidupkan. Melalui festival ini lah tradisi tersebut kembali ditonjolkan," kata Ketut Purna usai menutup pagelaran Festival Jatiluwih di Kabupaten Tabanan, Minggu.
Ia menambahkan untuk tetap melestarikan tradisi dan budaya yang ada di Desa Jatiluwih tersebut, pihaknya akan tetap menyajikan Metekap minimal satu minggu sekali.
"Dengan kembalinya tradisi bajak sawah tradisional menggunakan sapi ini selain untuk menghidupkan kembali tradisi di Desa Jatiluwih, juga sebagai upaya menambah tingkat kunjungan wisatawan ke Jatiluwih," ujarnya.
Berkat digelarnya Festival Jatiluwih ke-5 ini, Ketut Purna mengungkapkan kunjungan wisatawan baik domestik dan mancanegara mulai menunjukan peningkatan dengan jumlah kunjungan turis asing sebanyak 1.200 orang, sedangkan wisatawan domestik berjumlah 600 pengunjung pada Sabtu (6/7) kemarin.
Sementara itu Bupati Tabanan I Komang Gede Sanjaya menjelaskan, Festival Jatiluwih ke-5 ini digelar untuk memperkenalkan kearifan lokal budaya-budaya yang ada di Desa Jatiluwih
"Seperti kita tahu bahwa objek wisata Jatiluwih sudah diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia khususnya persawahan dan sistem pengairannya,"kata Gede Sanjaya.
Untuk itu, Pemkab Tabanan akan terus menonjolkan berbagai seni, budaya dan tradisi yang ada di Desa Jatiluwih agar para pengunjung yang datang ke objek wisata Jatiluwih bisa tahu dan lebih mengenal lagi tentang Desa Jatiluwih.
Sekedar untuk diketahui, Festival Jatiluwih yang digelar selama dua hari ini mengangkat tema "Swasthi Bhuwana" yang mempunyai makna kebahagiaan dunia ini mencerminkan harapan dan komitmen untuk menjaga dan melestarikan bumi sebagai tempat tinggal kita sekaligus menjaga keseimbangan alam dan kehidupan di dalamnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024
Manajer DTW Jatiluwih Ketut Purna mengatakan disajikannya atraksi Metekap ini bertujuan untuk menghidupkan kembali budaya Bali yang mulai ditinggalkan.
"Lewat tradisi metekap ini kami kembalikan lagi kearifan lokal yang sudah lama, untuk kita hidupkan. Melalui festival ini lah tradisi tersebut kembali ditonjolkan," kata Ketut Purna usai menutup pagelaran Festival Jatiluwih di Kabupaten Tabanan, Minggu.
Ia menambahkan untuk tetap melestarikan tradisi dan budaya yang ada di Desa Jatiluwih tersebut, pihaknya akan tetap menyajikan Metekap minimal satu minggu sekali.
"Dengan kembalinya tradisi bajak sawah tradisional menggunakan sapi ini selain untuk menghidupkan kembali tradisi di Desa Jatiluwih, juga sebagai upaya menambah tingkat kunjungan wisatawan ke Jatiluwih," ujarnya.
Berkat digelarnya Festival Jatiluwih ke-5 ini, Ketut Purna mengungkapkan kunjungan wisatawan baik domestik dan mancanegara mulai menunjukan peningkatan dengan jumlah kunjungan turis asing sebanyak 1.200 orang, sedangkan wisatawan domestik berjumlah 600 pengunjung pada Sabtu (6/7) kemarin.
Sementara itu Bupati Tabanan I Komang Gede Sanjaya menjelaskan, Festival Jatiluwih ke-5 ini digelar untuk memperkenalkan kearifan lokal budaya-budaya yang ada di Desa Jatiluwih
"Seperti kita tahu bahwa objek wisata Jatiluwih sudah diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia khususnya persawahan dan sistem pengairannya,"kata Gede Sanjaya.
Untuk itu, Pemkab Tabanan akan terus menonjolkan berbagai seni, budaya dan tradisi yang ada di Desa Jatiluwih agar para pengunjung yang datang ke objek wisata Jatiluwih bisa tahu dan lebih mengenal lagi tentang Desa Jatiluwih.
Sekedar untuk diketahui, Festival Jatiluwih yang digelar selama dua hari ini mengangkat tema "Swasthi Bhuwana" yang mempunyai makna kebahagiaan dunia ini mencerminkan harapan dan komitmen untuk menjaga dan melestarikan bumi sebagai tempat tinggal kita sekaligus menjaga keseimbangan alam dan kehidupan di dalamnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024