Denpasar (Antara Bali) - Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Udayana (UNUD) Bali bekerjasama dengan FKH Institut Pertanian Bogor (IPB) melakukan penelitian terhadap peran unggas air yang meliputi itik, angsa dan entok sebagai penular virus secara epidemiologi flu burung.
"Kerjasama penelitian tersebut dilakukan di Jawa Barat dan Bali membuktikan bahwa, banyak unggas air membawa virus tanpa menunjukkan gejala sakit," kata Gurubesar FKH Unud Prof Dr I Gusti Ngurah Kade Mahardika di Denpasar Jumat.
Ia mengatakan, virus penular flu burung yang ditemukan dalam penelitian tersebut tergolong virus influenza yang sangat patogen (HPAI). Hasil penelitian itu membuktikan, bahwa ada kemiripan virus yang diisolasi dari hewan dengan virus H1N1 pada manusia di Jawa Barat.
Dengan demikian hasil penelitian itu dapat memprediksikan, bahwa kasus penularan H1N1 pada manusia pertama di Bali terjadi di ketiga "hotspot", ujarnya.
Mahardika menambahkan, beberapa sifat virus lain yang telah diteliti dapat dijadikan pengetahuan praktis bagi masyarakat dan kalangan peneliti, terutama menyangkut daya tahan terhadap panas, kaporit dan keasaman.
Hasil penelitian bersama tersebut menunjukkan, bahwa virus AI baru akan inaktif atau mati pada pemanasan 90 derajat celsius selama satu menit, selain itu konsentrasi kaporit empat ppm dan keasaman lebih rendah dari empat.
"Kondisi itu mempunyai implikasi kepada masyarakat, bahwa daging dan telur unggas harus dimasak sampai matang, menggunakan kaporit sebagai desinfektan dalam konsentrasi yang tinggi dan bahan asam kuat," ujar Mahardika.
Mahardika, alumnus S-2 dan S-3 sebuah lembaga pendidikan tinggi di Jerman itu menjelaskan, penelitian khusus tentang faktor resiko kejadian flu burung di suatu banjar atau dusun di Kabupaten Klungkung menunjukkan, faktor resiko banyak berpengaruh terhadap terjangkitnya wabah H1N1.
Sedangkan faktor secara statistik berbeda dengan signifikan, baik unggas untuk dikonsumsi maupun upacara adat yang sama-sama dibeli dari pengepul di pasar.
Hal lain yang tidak kalah penting akibat kebiasaan masyarakat membuang bangkai unggas di selokan atau tempat sampah yang secara tidak langsung ikut menyebarkan virus A1, tutur Prof Mahardika.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010
"Kerjasama penelitian tersebut dilakukan di Jawa Barat dan Bali membuktikan bahwa, banyak unggas air membawa virus tanpa menunjukkan gejala sakit," kata Gurubesar FKH Unud Prof Dr I Gusti Ngurah Kade Mahardika di Denpasar Jumat.
Ia mengatakan, virus penular flu burung yang ditemukan dalam penelitian tersebut tergolong virus influenza yang sangat patogen (HPAI). Hasil penelitian itu membuktikan, bahwa ada kemiripan virus yang diisolasi dari hewan dengan virus H1N1 pada manusia di Jawa Barat.
Dengan demikian hasil penelitian itu dapat memprediksikan, bahwa kasus penularan H1N1 pada manusia pertama di Bali terjadi di ketiga "hotspot", ujarnya.
Mahardika menambahkan, beberapa sifat virus lain yang telah diteliti dapat dijadikan pengetahuan praktis bagi masyarakat dan kalangan peneliti, terutama menyangkut daya tahan terhadap panas, kaporit dan keasaman.
Hasil penelitian bersama tersebut menunjukkan, bahwa virus AI baru akan inaktif atau mati pada pemanasan 90 derajat celsius selama satu menit, selain itu konsentrasi kaporit empat ppm dan keasaman lebih rendah dari empat.
"Kondisi itu mempunyai implikasi kepada masyarakat, bahwa daging dan telur unggas harus dimasak sampai matang, menggunakan kaporit sebagai desinfektan dalam konsentrasi yang tinggi dan bahan asam kuat," ujar Mahardika.
Mahardika, alumnus S-2 dan S-3 sebuah lembaga pendidikan tinggi di Jerman itu menjelaskan, penelitian khusus tentang faktor resiko kejadian flu burung di suatu banjar atau dusun di Kabupaten Klungkung menunjukkan, faktor resiko banyak berpengaruh terhadap terjangkitnya wabah H1N1.
Sedangkan faktor secara statistik berbeda dengan signifikan, baik unggas untuk dikonsumsi maupun upacara adat yang sama-sama dibeli dari pengepul di pasar.
Hal lain yang tidak kalah penting akibat kebiasaan masyarakat membuang bangkai unggas di selokan atau tempat sampah yang secara tidak langsung ikut menyebarkan virus A1, tutur Prof Mahardika.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010