Badan Pusat Statistik (BPS) Bali kembali mencatat kenaikan Nilai Tukar Petani (NTP) yakni 103,59 di sepanjang Januari 2024 atau naik 0,66 persen dibandingkan bulan sebelumnya di mana angka ini menunjukkan petani di Pulau Dewata dalam keadaan surplus.

“Nilai tukar petani bukan menggambarkan kesejahteraan tapi melihat bagaimana indeks harga yang diterima dibandingkan yang dibayarkan, apakah sudah di atas 100, kalau sudah berarti lebih baik, jadi saat ini petani mengalami surplus untuk nilai tukarnya,” kata Kepala BPS Bali Endang Retno Sri Subiyandani di Denpasar, Kamis.

Endang menjelaskan bahwa sisa angka di atas 100 itu menunjukkan keuntungan yang diperoleh petani, atau sepanjang Januari 2024 petani bisa menerima hasil dari kerja mereka, bukan justru rugi karena beban produksi lebih tinggi.

Indeks harga yang diterima petani di Pulau Dewata Januari 2024 sebesar 124,05 atau naik 0,68 persen dari bulan sebelumnya, sementara indeks harga yang harus dibayar 119,74 atau hanya naik 0,01 persen, sehingga diperoleh selisih keuntungan petani

“Peningkatan yang diterima petani disumbangkan oleh komunitas tomat, bawang merah, kopi, dan babi, sedangkan untuk indeks harga yang dibayar petani disumbangkan oleh beras, dedak, jagung pipilan, dan upah membajak,” ujar Endang.

Jika dipecah berdasarkan subsektornya, Kepala BPS Bali mengakui masih ada sub peternakan, perikanan, dan nelayan yang memiliki NTP di bawah 100, sementara tanaman pangan, holtikultura, tanaman perkebunan rakyat, dan pembudidaya ikan sudah di atas 100.

“Kenaikan NTP tertinggi pada subsektor holtikultura dengan 3,17 persen, dari Desember 2023 105,57 menjadi 108,92 Januari 2024,” sebut Endang.

Menurut Endang, adanya selisih harga yang diterima dan dibayarkan ini sudah menunjukkan kondisi petani yang lebih baik, namun terkait kesejahteraan petani di tengah gejolak harga pangan beras tidak menjamin petani sebagai produsen sudah sejahtera.

Sekretaris Daerah Bali Dewa Made Indra juga mengaku tak dapat menjamin kesejahteraan petani hanya berdasarkan data ini, lantaran di Bali umumnya petani tak hanya berpenghasilan dari satu mata pencaharian.

“Kalau kondisi kesejahteraan itu banyak variabel yang menentukan, pendapatan petani belum tentu dari sini saja, sedangkan di NTP hanya memperbandingkan antara biaya yang dikeluarkan petani dengan pendapatan, sehingga kalau 103,59 artinya sudah lebih tinggi pendapatannya dibandingkan pengeluarannya,” ujarnya.

Birokrat nomor satu di Pemprov Bali itu berasumsi ada potensi nilai tukar lain yang diperoleh petani, sehingga NTP penting pada posisi untuk membaca apakah penghasilan petani sudah menutupi biaya aktivitas pertaniannya.

“NTP mempengaruhi tingkat kesejahteraan petani tetapi tingkat kesejahteraan petani lebih luas dari sekedar NTP,” tuturnya.

Pewarta: Ni Putu Putri Muliantari

Editor : Widodo Suyamto Jusuf


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024